Jakarta – Risalah NU – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengeluarkan Surat Edaran KPI tentang Pelaksanaan Dan Pengawasan Siaran Bagi Lembaga Penyiaran di bulan Ramadan 2022 yang diterbitkan Selasa (15/3/2022) lalu. Salah satu isinya, KPI melarang lembaga penyiaran, baik televisi maupun radio, menampilkan pendakwah yang berlatar belakang dari organisasi terlarang di bulan Ramadan.
KPI meminta lembaga penyiaran mengutamakan penggunaan pendakwah kompeten, kredibel dan penyampaian materinya menjunjung nilai-nilai Pancasila.
Menanggapi hal tersebut Sekretaris Lembaga Dakwah PBNU, KH Nurul Badruttamam, menyampaikan apresiasi dan sekaligus memberikan masukan kepada KPI.
“Apresiasi kepada KPI yang memberikan rambu-rambu yang jelas terkait larangan pendakwah yang berlatar belakang organisasi terlarang dan mengedepankan pendakwah yang kompeten, kredibel, dan menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila,” tutur Nurul yang ditemui di kantor PBNU pada Selasa (22/3/2022).
Tak hanya apresiasi Sekretaris Lembaga Dakwah PBNU itu juga menyampaikan masukan agar pendakwah yang nantinya tampil di lembaga penyiaran harus terstandardisasi baik itu dari Kementerian Agama, Komisi Dakwah – Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan ormas Islam lainnya.
“Lembaga atau ormas memegang fungsi guarantor yang menyatakan bahwa para juru dakwah tersebut layak untuk tampil dan mengedepankan nilai persatuan,” tambahnya.
Standardisasi pendakwah baik dari Ormas, MUI maupun Kementerian Agama yang dapat diakses dengan mudah oleh para pendakwah.
Saat ini Lembaga Dakwah PBNU sedang menginisiasi adanya database pendakwah yang kedepannya dapat digunakan sebagai rujukan data pendakwah yang sudah terstandardisasi dan dapat digunakan sebagai referensi bagi lembaga penyiaran.
Selain terkait standardisasi pendakwah, juga menyoroti konten-konten dakwah di media sosial yang sekarang digandrungi oleh berbagai kalangan karena konten yang singkat dan menarik.
Media sosial adalah media dakwah baru, bisa dikatakan juga media penyiaran namun memang dianggap sebagai media pribadi, tentu Surat Edaran ini perlu diarahkan pula kepada pengguna media sosial yang membuat konten-konten dakwah.
“Panduan dalam surat edaran tersebut juga patut dijadikan filter bagi penerima dakwah, sehingga pendakwah yang berkategori terlibat dalam organisasi terlarang dan tidak dalam kapabilitas sebagai pendakwah dapat ditinggalkan,” tutup Nurul. (rls)