Sarbumusi – ILO Bahas Kepentingan Tenaga Kerja di Agenda G20

Jakarta, Risalah NU – Wakil Presiden Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia Soeharjono melakukan pertemuan dan diskusi dengan Pejabat Resident Coordinator United Nation (UN) Mrs Valerie, Direktur International Labour Organization (ILO) Kantor Jakarta dan Timor Leste Michiko Miyamoto dan Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban yang saat ini menjabat sebagai Presiden Labour 20 (L20) di presidensi G20. Hadir pula Irham Ali Syaifudin dari ILO, Rekson Silaban, Sulistri, dan perwakilan dari KSPSI Caitu Idris Pala. Pertemuan dan diskusi berlangsung di ILO Office Jakarta, Indonesia Menara Thamrin, 22nd Floor Jalan MH Thamrin Kav. 3, hari Jum’at tanggal 1 Juli 2022.

Diskusi yang berlangsung sangat hangat dan produktif ini membahas posisi Indonesia sebagai Presiden L20 dalam Presidensi G20. Labour 20 (L20) mewakili kepentingan tenaga kerja di tingkat G20 dengan mempersatukan serikat pekerja dari negara-negara G20 dan Global Unions untuk memberikan masukan pada G20. L20 dibentuk oleh International Trade Union Confederation (ITUC) dan Trade Union Advisory Committee to the OECD (TUAC).

L20 kerap menyuarakan tuntutan para serikat pekerja melalui pertukaran pikiran dan dialog dengan Employment Working Group, Sherpa, dan Menteri Ketenagakerjaan dan Keuangan anggota G20. Dalam berbagai pertemuan, L20 menyampaikan harapan serikat pekerja internasional terhadap kebijakan global melalui Pertemuan di G20 yang akan berlangsung di Bali.

Selain itu, dialog juga membahas seputar pemanasan global dan perubahan iklim, green energy serta isu just transition. Dalam dialog tersebut pria yang biasa dipanggil Jhon ini menekankan agar just transision tidak semata tentang bagaimana transisi hijau diterapkan di lapangan. Tetapi harus ada inisiatif bersama bahwa transisi yang terjadi tidak hanya memenuhi tujuan kebijakan iklim dan  prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan tetapi disertai dengan kebijakan pekerjaan yang layak bagi pekerja baik yang terdampak langsung ataupun tidak.

Lebih lanjut dijelaskan Just Transition  bukan hanya membutuhkan  sekadar pelatihan ulang program keterampilan. Pekerja/buruh juga membutuhkan kerangka kerja yang komprehensif untuk memastikan dialog sosial dan partisipasi pekerja yang bermakna dan adil, kebijakan industri yang menciptakan lapangan kerja baru, kebijakan pasar tenaga kerja aktif untuk mendukung pekerja individu, dan jaminan perlindungan sosial untuk menghindari korban manusia dari perubahan ekonomi yang terjadi. (kharisma)