RISALAH NU ONLINE, JAKARTA – Lembag Bahtsul Masail (LBM) PWNU DKI Jakarta telah merumuskan problematika pengeloaan zakat yang terjadi di masyarakat saat ini. Rumusan itu disepakati dalam acara bahtsul masail yang dihadiri para para ulama, tokoh dan pakar yang digelar di Aula Lantai 2 Gedung PWNU DKI Jakarta, Jl. Utan Kayu No. 112, Jakarta Timur, Jum’at (11/07/25) lalu.
Deskripsi masalah, di Indonesia banyak sekali lembaga-lembaga social yang menerima zakat, infak, sedekah maupun bantuan social lainnya yang tidak mengantongi izin dari pemerintah atau pun tidak bekerjasama dengan BAZNAS sehingga pemerintah sulit untuk mengawasi pengelolaan dana tersebut, sehingga dikhawatirkan terjadinya penyelewengan dana.
Hal ini menjadi problem bagi pemerintah untuk bisa menyelesaikan permasalahan penyelewengan dana zakat agar tidak banyak masyarakat yang menjadi “korban” atas dasar kemanusiaan. Padahal dalam peraturan sudah jelas bahwa setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang.
Pertanyaan pertama, apakah setiap Lembaga Amil Zakat wajib mendaftarkan dan mendapatkan legalitas dari pemerintah? Jawaban: Bagi Lembaga Pengelola Zakat (filantropi) wajib untuk mendaftarkan dan mendapatkan legalitas dari pemerintah melalui rekomendasi dari BAZNAS. Sebab, pada dasarnya yang memiliki otoritas untuk mengangkat amil adalah pemerintah.
Rekomendasi: a. Setiap pemungutan zakat yang mengatasnamakan kondisi tertentu di negara tertentu harus mendapatkan izin dari pemerintah. b. Mendorong kepada Pemerintah melalui Baznas untuk meningkatkan pengawasan dan pembinaan terhadap lembaga pengelolaan zakat.
Pertanyaan kedua, dapatkah dibenarkan membayar zakat kepada LAZ yang belum mendapat legalitas dari pemerintah? Jawaban: Tidak dapat dibenarkan, sebab belum bisa dianggap sah (menggugurkan kewajiban zakat) kecuali dipastikan diterima oleh golongan yang berhak menerima zakat (mustahiq). Catatan: Lembaga pengelola zakat yang belum mendapatkan legalitas dari Pemerintah hanya sebagai wakil muzakki (orang yang berzakat).
Pertanyaan ketiga, apakah kewajiban seorang muzakki sudah gugur jika menyerahkan harta zakatnya kepada lembaga amil zakat? Jawaban: Membayar zakat kepada lembaga pengelola zakat yang mendapatkan legalitas dari pemerintah dipastikan sah (gugur kewajiban), sedangkan membayar zakat kepada lembaga pengelola zakat yang tidak mendapat legalitas dari pemerintah belum bisa dipastikan sah.
Terkait penjelasan ini sudah disinggung dalam pembahasan sebelumnya yaitu jika penyaluran zakat melalui pemerintah atau lembaga yang telah mendapatkan izin dari pemerintah secara otomatis sudah membuat seorang bebas dari tanggungan kewajiban zakat, berbeda dengan suatu kelompok yang mengatas namakan amil zakat, namun keberadaannya belum mendapatkan izin dari pemerintah sehingga statusnya hanyalah wakil dari orang yang berzakat, konsekuensinya harta yang disalurkan kepada wakil dari orang yang berzakat belum serta merta bisa menggugurkan kewajiban seorang yang berzakat, kecuali jika sudah diserahkan oleh wakil kepada orang yang berhak menerima, tidak hanya itu, jika harta zakat yang masih dalam penguasaan wakil terjadi kerusakan atau hilang, maka wakil wajib mengganti biaya kerusakan atau harta zakat yang hilang.
Namun dalam melaksanakan tugas dan fungsinya BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota dapat membentuk Unit Pengumpulan Zakat (UPZ) pada instansi pemerintah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, perusahaan swasta, dan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri serta dapat membentuk Unit Pengumpulan Zakat (UPZ) pada tingkat kecamatan, kelurahan atau nama lainnya, dan tempat lainnya.
Bahtsul Masail dihadiri puluhan peserta, bertindak sebagai musokhih yaitu KH. Syamsul Maarif, dan KH. Nasihin Zain. Narasumber, Ir. H. M. Bahaudin, S.Pd.I.,S.E dan perumus, K.H Taufiq Damas, K. Achmad fuad, K. Ade Prediansyah, K.H Muhammad Khoiron, K. Ade Sulaiman, K.H Mahfudz Rozaq, K.H Agus Khudori, K. Imam Shobarul Adzim, KH Kholid Hidayat, K. Kamal Zulfi, K. Fahrurrozi, KH. Sapri Saleh, KH. Soffa Ihsan, K. Swandi, K. Ismail, K. Aangsori, K.H Amzaini, K. Marzuki, Ibu Nyai Amirah Nahrawi, dan Ibu Nyai Izza Farhatin. (hud).