Musim panas yang menyengat di Bagdad. Hampir semua orang tak betah di rumah, keluar rumah untuk mencari angin sepoi dari utara. Malam hari hampir semua penduduk kota itu keluar rumah menikmati wajah rembulan yang memberi bayangan. Kadang awan hitam sekilas menghalangi perjalanan bulan cantik yang lambat.
Khalifah Harun Al-Rasyid juga tengah menikmati udara luar di taman kerajaannya yang indah. Harun bersama sang Ibu, Khaizaran binti Atha’ yang tengah bermain dengan cucu-cucunya: Muhammad Al-Amin dan Abdullah Al-Ma’mun yang tengah bemain perang-perangan. Si kecil Al-Mus’tain masih dalam gendongan seorang budak kerajaan.
Mereka memegang pedang kayu dan saling serang dalam anggar. Lalu, salah satunya pura-pura mati dan teriak keras. Zubaidah kaget dan ‘menangisi’ ‘kematiannya’ itu. Lantas genuruh tawa meledak di taman yang membantang bagaikan sabuk sungai Efrat.
“Teriak anak-anak itu membuatku ngeri, takut terluka sungguhan,” kata Zubaidah (766-831), wanita cantik berusia 35 tahun yang mewakafkan bendungan air di Muzdalifah, Mekah. Zubaidah dan Harun sebaya yang lahir di tahun yang sama.
“Anak-anak itu biarkan saja agar kelak jika besar bisa menjadi panglima perang kayak kakek-kakeknya,” kata Harun.
Harun disertai Zubaidah, isterinya yang juga anak pamannya Ja’far bin Al-Manshur itu. Ia didampingi seorang budak kulit hitam bernama Irzun. Para budak mendapat kehormatan di dinasti Abbasiyah. Ibu Harun sendiri adalah seorang budak asal Yaman yang dibeli kakeknya di Mekah untuk Al-Mahdi, ayah Harun.
Irzun sangat spesial. Meskipun secara fisik sangat jauh dibanding Khaizaran yang mersik. Apalagi jika dibanding Zubaidah yang jelita. Tapi, Irzun bisa selembut sutera. Tapi, pada sisi yang lain ia juga bisa keras melebihi baja. Dalam mengawal keluarga kerajaan –termasuk khalifah, ia bagaikan baja yang sulit ditembus senjata apa pun. Tubuhnya tinggi besar melebihi ukuran pengawal kerajaan. Ia seolah benteng kokoh yang mampu menghadang musuh yang menggangu tuannya. Ia cekatan, cerdas dan memiliki inisiatif sehingga tak memerlukan perintah tuannya. Apa pun yang dilakukan Harun selalu setuju.
Irzun juga mampu dan sangat mahir menghibur. Suaranya merdu. Sering ia menyanyikan lagu-lagu Turki dan Romawi. Bicaranya menarik dengan tutur kata pilihan yang memesona.
Harun mempercayakan keluarganya kepada Irzun. Ia pernah diuji. Ketika semua budak dilempari dinar, Irzun tak mau ikut berebut. Ketika ditanya, ia menawab aku tak berharap dinar tapi, aku berharap kepada yang memiliki dinar (Harun). Harun tersenyum.
Sejak itu Irzun dipercaya dan selalu di dekatnya. Ia melebihi pengawal, menteri atau pasukan keamanan khusus. Kemampuannya bahasa Romawi karena pernah tinggal di Antiokia membuat Harun bergantung ketika ada tamu dari Barat, termasuk Raja Karel yang Agung dari Jerman.
Irzun adalah hamba sahaya kulit hitam yang berasal dari Afrika. Ayahnya menjadi budak di Antokia. Dalam sebuah peperangan, ayah Irzun menjadi tawanan berserta keluarganya dan menjadi budak yang kemudian sampai perjalanan hidupnya pada Harun. Irzun menikmati status itu karena ia menjadi budak pada sebuah bangsa dan negeri yang paling berbudaya dan paling menghormati kemanusiaan.
Mawar Hitam
Kedekatan Harun dengan Irzun menjadi perbicangan luas. Tidak hanya masyarakat awam tapi justru dari kalangan elit Baghdad mengetahuinya. Keluarga kerajaan tak suka. Mengapa harus Irzun yang berbadan tegap tinggi yang ‘tak menarik’ bagi seorang wanita. Tak pantas, Amirul Mukmin dekat dengan budak yang tak sepadan dengannya.
Harun mendengarnya dan kemudin ia mengundang semua gubernr, walikota dan pejabat dalam lingkungan kerajaan, baik di dalam kota Baghdad dan di luar Baghdad. Bahkan pemimpin dari Azervaijan, Mekah, Mesir, Syam dan lainnya diundangnya.
Mereka ditempatkan di gedung baru yang dibangun khsusus untuk pertemuan besar. Gedung berseberangan dengan istana. Tampak meriah yang terlihat dari deretan kuda dan unta yang ditambat di sekitar gadung. Beberapa kereta kuda juga terlihat yang menunjukkan kepala daerah yang datang.
Makanan melimpah. Buah apa pun yang tumbuh di wilayah kerajaan disuguhkan. Aneka makanan dari beberaa citara dari para budak berasal. Budak dari Yunani memasak masakan khas Yunani. Budak dari Rey (Persia) memasak ala Persia. Begitu juga budak dari Mesir dengan kambing panggang utuh khasnya yang menggoda siapa pun yang melihatnya.
Irzun hanya memiliki tugas mendampingi baginda. Bukan perdana menteri atau panglima militer yang mendampinginya. Tapi seorang hamba sahaya yang dinilai rendah.
Mereka terheran-heran mengapa baginda dan Irzun mengenakan busana berwarna sama. Tak biasanya dalam acara seperti ini permaisuri ikut serta. Zubaidah di dalam menyertai para isteri yang berpesta dengan makanan-makanan di ruangan dalam taman.
Semua berdiri sambil sedikit membungkuk ketika Baginda Amirul Mukminin memasuki ruangan. Tepat di belakangnya Irzun dengan busana sutera merah yang sama. Tutup kepalanya berwarna coklat dipadu bunga mawar putih. Langkahnya tegap dan tubuhnya yang tinggi besar bayangannya menghalangi dan melindungi baginda.
Semua duduk di kursi melingkar. Harun duduk di singggasana dan Irzun duduk dikursi yang lebih rendah. Ada satu kursi lagi di sebelah kiri baginda yang kemudian diisi perdana menteri. Perdaa menteri memberi hormat kepada baginbda dan juga Irzun.
Harun berdiri. “Selamat datang dan terima kasih bersedia datang. Ini termasuk pertemuan tahunan untuk merapatkan kekuatan kita. Hadir di sini beberapa ulama dari berbagai nengara, Baghdad, Kufah, Mekah, Madinah, Mesir, Damaskus, Baalbek, Ghaza dan lain seagainya. Kita berharap doanya untuk agama, bangsa dan negara in. Semoga sejahtera.
Aku ingin memperkenalkan Irzun kepada kalian. Dia bukan permaisuriku. Ia budak hamba sahaya yang dilindungi agama. Aku mempelakukannya sebagai budak karena aku membutuhkan kesetiaannya. Ia memiliki kesetiaan yang tinggi. Ia bukan budak biasa, Ia bukan wanta biaya. Ia manusia yang istimewa. Ia berhati mulia.
Jika kalian hanya tertahan pada penampilan fisiknya, budak hitam yang dalam bayangan kalian sebagai hina dina dan bodoh, maka keliru kalian. Dia memang hitam kelam yang dalam bayangan kita tak menarik. Tapi, Allah mencipkakan manuia dengn tujuannya sendiri. Dia memilik hati yang sangat mengagumkan. Aku belum menemukan hati seorang seperti yang dimiliki Irzun. Aku telah beberapa kali mengujinya.”
“Irzun berdirilah.”
Semua menatapnya dengan pesona. Memang ada keanggunan dibalik badan besar dan tinggi itu. Sulit menyebtnya. Tidak cantik tapi menarik, memiliki daya pikat dan pesona. Semua terkesiap ketika memandang Irzun yang berjalan menuju ruangannya. Langkah Irzun diikuti semua mata, termasuk mata Harun sendiri.
Sambil berjalan itu Irzun bernyanyi lirih lagu asal Kartvelia yang pernah populer di Anatolia dan Antokia. Suaranya yang merdu terdengar lirih bagaikan bisikan. Tak tersa orang-orang bersuara; “Irzun, Irzun, Irzun.”
Dikembangkan secara bebas dari An-Nawadir karya Syekh Syihabudin Al-Qalyubi terbitan Darul Afaq, Kairo, Mesir, tahun 2010 dari bab keenam (fi Husnir Ra’yi) halaman 15-16. (Musthafa Helmy)