Telaah Tradisi ke-NU-an dan Egalitarianisme di Lumajang

0

Tradisi Sandingan Malam Jumat Legi sebagai Manifestasi Budaya Pandalungan:

Tradisi merupakan praktik-praktik yang diwariskan dari generasi ke generasi oleh individu atau kelompok masyarakat, yang didasarkan pada nilai- nilai budaya dari komunitas tertentu.

Di Nusantara dari zaman dahulu hingga kini, terdapat ragam tradisi dan kebudayaan yang mewarnai kehidupan masyarakat Nusantara dan Indonesia pada masa kini. Salah satu kebudayaan yang dibahas dalam artikel ini adalah kebudayaan Pandalungan. Pandalungan merupakan sebuah hibrida budaya antara Jawa dan Madura.

Tradisi sandingan malam jum’at legi merupakan salah satu contoh ragam tradisi Islam Nusantara yang memiliki karakteristik khas Islam Indonesia. Kembali pada pengertian singkat Islam Nusantara yaitu ajaran agama Islam berlandaskan al-Qur’an dan Hadist yang cara memahami dan menjalankannya dilakukan oleh penduduk asli Nusantara sehingga menjadi sistem nilai, tradisi dan budaya Islami yang berciri khas Nusantara. Sehingga akar tradisi dan kebudayaan yang telah ada di Nusantara tidak serta-merta dihilangkan atau diganti dengan tradisi Islam, akan tetapi tercipta sebuah akulturasi budaya antara tradisi lokal dengan Islam yang menghasilkan sebuah istilah bernama Islam Nusantara.

Tradisi Sandingan Malam Jum’at Legi merupakan sebuah bentuk tradisi Islam lokal berbentuk slametan, yaitu sebuah ritual untuk mempengaruhi alam semesta guna mencapai keseimbangan antara alam makrokosmos dan mikrokosmos agar mendapatkan keselamatan.

Menurut informan, bapak Syamsul Hadi (tokoh setempat), tradisi sandingan ini adalah “sarana bagi para warga Senduro, kabupaten Lumajang untuk meminta keselamatan kepada Gusti Allah melalui doa-doa yang dibaca ketika melaksanakan (berbagai) ritual sesuai dengan yang dilakukan leluhur, termasuk tradisi Sandingan ini”.

Selain tradisi Sandingan Malam Jum’at, masyarakat Pandalungan di kecamatan Senduro masih melestarikan tradisi slametan yang lain, seperti melakukan slametan ketika memiliki sebuah kendaraan baru, rumah baru atau meresmikan suatu jalan yang baru di bangun. Sehingga apapun yang ‘baru’ masyarakat dapatkan, akan di mintakan sebuah keselamatan juga ungkapan rasa syukur yang dilakukan oleh masyarakat kepada Yang Maha Kuasa.

Masyarakat Pandalungan Senduro melestarikan tradisi sandingan hingga saat ini karena mereka meyakini bahwasannya para leluhur yang telah meninggal dunia masih mengetahui apa yang dilakukan oleh orang-orang yang masih hidup dan akan pulang kerumah pada hari tertentu yaitu pada hari kamis malam jum’at legi penanggalan Jawa. Kehadiran sandingan tersebut membuat arwah leluhur yang telah meninggal menjadi tenteram dan tidak mengganggu kehidupan orang- orang yang masih hidup.

Tradisi sandingan telah berjalan sangat lama dan dilestarikan secara turun- temurun hingga saat ini. Menurut informan, pada zaman dahulu atau saat beliau masih kecil, pelaksanaan tradisi sandingan mayoritas oleh masyarakat di laksanakan di rumah masing-masing dengan membuat sebuah sandingan berupa sesaji disebuah nampan yang berisikan nasi, lauk pauk seperti telur, ikan beserta dengan minumannya berupa air putih, kopi dan juga rokok.

Atau bahkan ada yang menyajikan makanan sesuai dengan makanan yang disukai leluhurnya semasa hidup. Kemudian sandingan tersebut juga di beri kemenyan atau dupa sebagai tanda pemaknaan ritual yang sakral begitu juga dengan pembacaan lantunan do’a-do’a. Tentunya menurut informan, pada masa dahulu tradisi sandingan masih sangat kental dengan pengaruh budaya Hindu-Buddha.

Hal tersebut dibuktikan dengan jumlah penganut Hindu yang cukup besar di wilayah Senduro dan menjadi bukti pernah menjadi agama mayoritas setempat. Kemudian pada masa kini, masyarakat Hindu setempat yang masih melestarikan tradisi sandingan, pola prosesinya cukup sama hanya dibedakan oleh lantunan do’a-do’a yang dibacakan begitu pula dengan sajian atau sajen-nya berada di rumah masing-masing, tidak dibagi-bagikan. Ketika Islam datang tradisi tersebut tidak semata-mata ditinggalkan.

Tradisi sandingan bertransformasi menjadi tradisi yang bernafaskan Islam Nusantara. Sandingan yang berupa makanan-makanan yang disajikan digunakan untuk sedekah atau dimakan secara bersama-sama setelah proses ritual dengan do’a-do’a.

Malam Jum’at Legi

Tradisi Sandingan Malam Jum’at Legi dapat diklasifikasikan sebagai bentuk tradisi Islam Nusantara. Menurut Al-Zastrouw (2017) karakteristik Islam Nusantara yang yang berkolerasi dengan tradisi dan budaya adalah; pertama, mengedepankan kearifan lokal (lokalwisdom) dan kebajikan (maslahah), kedua, menjaga dan merawat keragaman dengan sikap saling pengertian dan menghargai terhadap perbedaan.

Karakter tersebut tercermin dalam tradisi sandingan malam jum’at legi. Saat proses tranformasi tradisi sandingan yang menjadi bernafaskan Islam tidak serta-merta menghapus orisinailats tradisi sandingan yang kental dengan unsur-unsur budaya dengan sistem kepercayaan terdahulu.

Menurut informan, yang dahulu menggunakan pelafalan do’a-do’a sistem kepercayaan Hindu dalam prosesi tradisi sandingan, sejak Islam masuk ritualnya tetap berjalan akan tetapi prosesi dalam pelafalan do’ado’anya diganti dengan pembacaan al-Fatihah, Ya-sin, Tahlil dan pembacaan sholawat.

Hal tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan syariat yang telah ditetapkan. Sebenarnya, makanan-makanan yang disajikan sebagai sandingan tidak hanya dimaksudkan

sebagai persembahan bagi arwah atau leluhur yang telah meninggal dunia. Namun, ketika

tradisi ini diresapi oleh nilai-nilai Islam, esensi dari tradisi sandingan tersebut adalah doa-do’a dan bacaan-bacaan sholawat yang ditujukan untuk ketenangan ahli kubur atau arwah leluhur yang telah meninggal.

Dalam beberapa pendapat, tradisi sandingan diperbolehkan dalam Islam selama tidak melanggar syari’at yang berlaku (Subahri, 2018). Tradisi sandingan dijadikan sebagai amal sedekah bagi orang yang meninggal agar tetap tenang di alam kubur, karena menurut informan orang yang meninggal hanya membawa tiga hal yaitu; amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan do’a anak sholeh. Sehingga dari amal sedekah dan do’a-do’a yang dipanjatkan dalam tradisi sandingan diharapkan dapat menjadi lampu penerang arwah yang berada di alam kubur.

Terjadinya akulturasi antara tradisi lokal yaitu Sandingan dengan budaya ke-Islaman menjadi bukti Islam sebagai agama yang rahmah bagi seluruh alam semesta, agama yang tidak terbatas pada kultur tertentu. Hal tersebut dikuatkan dengan pernyataan Bizawie dalam Qomar (2015), bahwa Islam Nusantara dianggap sebagai bentuk Islam yang bersifat ramah, terbuka, dan inklusif, serta mampu menawarkan solusi terhadap tantangan-tantangan yang dihadapi oleh masyarakat dan negara.

Saling Menukar

Faktor ‘sederhana’ dan ‘saling menukar’ dapat dilihat sebagai praktek egalitarianisme yang tercermin dalam tradisi ini. Sehingga dalam prosesi tradisi sandingan malam jum’at legi tidak ditemukan istilah perbedaan ‘strata sosial’, semua merasakan apa yang dibawa oleh masyarakat kalangan bawah maupun atas. Hal tersebut menurut informan adalah sebuah bentuk kerukunan yang dapat meminimalisir segala bentuk kecemburuan sosial.

Egalitarianisme dalam kebudayaan Pandalungan secara umum terdapat beberapa prinsip seperti; penguatan peran masyarakat sipil, tidak emosional, bersikap lemah lembut, menghargai perbedaan pendapat, berlandaskan pondasi keadilan, keseimbangan, persamaan, persaudaraan dan persatuan (Fadl-lillah, 2024).

Lebih khusus lagi, dalam ranah tradisi sandingan malam jum’at legi juga terdapat pola egalitarianisme yang tercermin dalam prosesinya.

Pola egaliter tersebut terdapat dalam nilai-nilai dalam makna simbolik tradisi Sandingan sebagai berikut:

Pertama; Kepedulian, terdapat dua nilai kepedulian dalam tradisi sandingan yaitu kepedulian terhadap yang masih hidup dan yang telah meninggal dunia. Kepedulian terhadap yang masih hidup berbentuk dengan adanya kepedulian berupa berbagi makanan sandingan yang telah di do’akan, para sanak saudara dan tetangga tanpa memandang status sosial merasakan apa yang telah di sajikan dalam tradisi sandingan. Kepedulian terhadap yang telah meninggal merupakan sebuah pengingat bagi keluarga yang telah ditinggalkan, bahwasannya terdapat leluhur yang dahulu berjasa dalam kehidupan kita sebagai keluarga atau tokoh masyarakat dan juga sebagai pengingat bahwa kematian merupakan sebuah fase yang pasti dilewati oleh seluruh makhluk hidup.

Kedua; Musyawarah, nilai musyawarah tampak pada tradisi sandingan baik sebelum dan sesudah prosesi ritual. Di kecamatan Senduro khususnya desa Kandang Tepus sebelum pelaksanaan tradisi sandingan, para tokoh atau sesepuh seperti informan bapak Syamsul Hadi melakukan undangan melalui siaran speaker dari Langgar tempat kediamannya, memberitahukan bahwa akan diadakan ritual tradisi sandingan. Kemudian sesudah prosesi tak jarang para warga masyarakat masih berdiskusi membahas tentang pertanian, kegiatan desa atau bahkan hanya sekedar berbincang santai menunggu waktu magrib. Nilai musyawarah tersebut memangkas sekat antar warga, seperti kyai, aparatur desa, guru, petani dan seluruh lapisan masyarakat pun berbaur dalam forum sederhana ala masyarakat Pandalungan.

Ketiga; Pengendalian Sosial, nilai pengendalian sosial tercermin pada proses penghambaan masyarakat kepada Yang Maha Kuasa melalui ritual sandingan. Dengan adanya tradisi tersebut, masyarakat seolah-olah memiliki kendali atas perilaku sosialnya. Masyarakat tau kapan harus fokus pada hal-hal duniawi, tetapi juga ingat pada hal-hal ilahiah. Tradisi sandingan juga menjadi pengingat dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, terutama dalam aktifitas sehari-hari.

Keempat; Kearifan Lokal, nilai kearifan lokal terwujud dalam prosesi tradisi sandingan yang merupakan perwujudan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa, dan juga karakteristik Islam Nusantara sangat tergambar jelas dalam tradisi ini.

Masyarakat menyiapkan makanan atau sesaji, kemudian mengucapkan doa-doa dan shalawat, setelah itu makanan tersebut dibagikan atau dimakan bersama-sama. Ini memastikan bahwa manfaat dari tradisi sandingan tidak hanya dinikmati oleh masyarakat yang melaksanakannya, tetapi juga oleh semua warga atau tetangga yang berdekatan dapat menikmati manfaat dari kearifan lokal tradisi sandingan.

Tradisi Sandingan Malam Jumat Legi di Lumajang merupakan contoh nyata akulturasi budaya lokal dan nilai-nilai Islam yang selaras dengan ajaran Nahdlatul Ulama (NU). Sebagai bagian dari budaya Pandalungan, tradisi ini mencerminkan nilai-nilai egalitarianisme, kearifan lokal, dan penghormatan terhadap leluhur. Proses transformasi tradisi ini memperlihatkan fleksibilitas Islam dalam beradaptasi dengan budaya setempat tanpa kehilangan esensi keagamaannya. Dengan perpaduan nilai-nilai Islam dan kearifan lokal, tradisi ini terus hidup sebagai bentuk ekspresi keberagamaan yang khas di masyarakat Pandalungan.

Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia memiliki peran krusial dalam menjaga keseimbangan antara tradisi lokal dan nilai-nilai keislaman. Dalam abad kedua perjalanannya, NU diharapkan terus menjadi penjaga budaya dan tradisi Nusantara yang berlandaskan pada prinsip Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

NU telah membuktikan bahwa Islam dapat hidup berdampingan dengan budaya lokal, menciptakan harmoni, serta memperkuat nilai-nilai egalitarianisme dalam masyarakat. Di tengah perubahan zaman dan tantangan globalisasi, harapan besar umat kepada NU adalah agar tetap konsisten dalam melestarikan budaya yang berakar pada nilai-nilai keislaman tanpa menghilangkan identitas lokal. NU diharapkan semakin aktif dalam mendampingi masyarakat, merawat tradisi, serta memperkuat pendidikan dan dakwah berbasis budaya agar Islam tetap tumbuh dengan damai dan inklusif di bumi Nusantara.

Sebagai penutup, NU bukan sekadar organisasi keagamaan, tetapi juga penjaga kebudayaan yang menghubungkan warisan masa lalu dengan masa depan. Dengan semangat kebersamaan dan keberagaman, NU di abad kedua diharapkan terus menjadi mercusuar peradaban Islam Nusantara yang kokoh, adaptif, dan penuh berkah bagi umat dan bangsa.

 

 

Oleh: Zacky’s Fadllillah (Mahasiswa UNUSIA Jakarta – Juara 2 Lomba Essai Santri dan Mahasiswa Nasional Risalah NU 2025).

Leave A Reply

Your email address will not be published.