Dr. KH. Zakky Mubarak, MA
Dalam al-Qur’an dipesankan agar setiap orang muslim memelihara dan menjaga shalat-shalat wajib dan shalat pertengahan, dan hendaklah melaksakan shalat-shalat itu dengan penuh kekhusyuan. Yang dimaksud dengan shalat-shalat yang wajib itu adalah shalat lima waktu yang sudah kita ketahui bersama. Sedangkan shalat pertengahan atau al-Shalah al-Wustha, menurut jumhur ulama adalah shalat Asar.
Padangan ulama berbeda-beda mengenai shalat wustha ini selain dari pandangan ulama jumhur, maka sebagian mereka menyebutkan waktu-waktu lain, selain shalat Asar. Bagi setiap orang yang banyak bertaubat, menegakkan shalat dan menunaikan zakat, mereka itu adalah saudara-saudara seagama yang harus saling mengasihi, mencintai, saling tolong menolong, dan saling beriba hati.
Dalam sebuah hadits muttafaq alaih, Ibnu Mas’ud r.a. bertanya kepada Rasulullah s.a.w. mengenai aktivitas yang paling afdhal atau yang paling baik. Nabi s.a.w. menjawab: (1) melaksanakan shalat pada waktunya, (2) berbakti kepada kedua orangtua, dan yang ke (3) berjihad di jalan Allah. Amal yang terbaik dari manusia muslim berdasarkan ketetapan di atas yang pertama adalah berbakti kepada Allah dan rasul-Nya, melaksanakan shalat dengan baik beserta kewajiban-kewajiban lainnya, dan berjuang di jalan Allah.
Berjuang di jalan Allah atau jihad fi sabilillah, wujudnya sangat luas, bukan semata-mata berjihad di medan perang. Berjihad di medan perang, hanya merupakan bagian kecil dari jihad secara umum yang terdiri dari berbagai macam bentuknya. Menuntut ilmu dan mengajarkan ilmu itu kepada orang lain, termasuk jihad fi sabilillah. Melaksanakan dakwah dengan sungguh-sungguh dan menyampaikan kebenaran kepada sesama umat manusia, merupakan bagian dari jihad. Berusaha mewujudkan inovasi-inovasi baru dalam berbagai bidang kegiatan dan profesi, yang melahirkan kemaslahatan umum bagi sesama, merupakan jihad fi sabilllah yang sangat tinggi nilainya.
Jihad itu sangat luas, dan yang paling berat adalah jihad dalam memerangi hawa nafsu. Jihad memerangi hawa nafsu terdiri dari tiga macam, yaitu (1) menahan dorongan nafsu makan, sehingga dapat mengendalikan diri dan tidak mengonsumsi makanan secara berlebihan. (2) menahan libido seksual, sehingga tidak melanggar larangan agama. Ia menyalurkan dorongan seksualnya hanya kepada yang dihalalkan oleh agama, yaitu melalui pernikahan yang sah sesuai ajaran Islam. (3) melawan amarah atau ghadab, yaitu nafsu yang menyesatkan dan banyak menjerumuskan umat manusia dalam lembah kehinaan yang sangat mengerikan.
Berbakti kepada Allah dan rasul-Nya dengan jalan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, meneladani perilaku dan akhlak nabi, serta menerima dengan tulus segala bimbingan yang disampaikan Rasululllah melalui sunnahnya. Menegakkan shalat tidak semata-mata mengerjakan shalat yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Tetapi, hendaknya mewujudkan misi shalat itu dalam kehidupan sehari-hari, yaitu merealisasikan kemaslahatan dan kemanfaatan bagi sesama. Selanjutnya, dapat mencegah diri dan masyarakatnya dari perbuatan keji dan mungkar.
Dengan demikian, aktivitas shalat itu akan lebih bermakna dari sekedar sifat shalat yang bersifat lahiriah. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, menyebutkan mengenai sabda Rasulullah s.a.w. yang menegaskan tentang lima pondasi ajaran Islam, yaitu (1) bersyahadat bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah rasul-Nya. (2) menegakkan shalat, (3) menunaikan zakat, (4) haji ke baitullah, dan (5) berpuasa dalam bulan Ramadhan.
Lima pondasi ajaran Islam ini kemudian dikenal dengan rukun Islam yang harus dihayati dengan baik. Syahadat misalnya tidak cukup diucapkan dengan lisan saja, tetapi harus terwujud dalam tiga komponen, yaitu (1) meyakini dalam hati, (2) mengikrarkan dalam lisan, dan (3) merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu wujud dari iman seseorang adalah amal yang shaleh.
Karena itu, dalam al-Qur’an banyak kita jumpai dua kalimat itu bergandengan, amanu wa amilus shalehat, beriman dan beramal shaleh. Apabila iman itu diibaratkan sebagai matahari, maka amal shaleh atau amal kebajikan, merupakan sinarnya. Keduanya selalu menyatu, tidak bisa dicerai-pisahkan. Apabila ada matahari, maka pasti ada sinarnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka setiap orang muslim harus memahami dengan baik ajaran agamanya, sehingga bisa memahaminya sampai kepada pemahaman ruhaniahnya, bukan semata-mata pemahaman lahiriah. Pemahaman ruhaniah atau batiniah disertai pemahaman lahiriah merupakan perwujudan dari hakikat ajaran Islam yang harus dijalani oleh setiap pribadi muslim.