Potong Antrian Haji, Kemenhaj RI Terapkan Sistem Pemerataan Kuota Haji Nasional

0

RISALAH NU ONLINE, JAKARTA – Kamis (2/01), Kuota haji yang diberikan kerajaan Arab Saudi untuk Indonesia tahun 2026 dipastikan tetap 221.000 atau sama dengan kuota haji tahun 2025. Agar pemberian kuota haji dapat mengurangi daftar antrian haji (waiting list) di berbagai daerah Indonesia dan demi keadilan serta pemerataan.

Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) mulai tahun 2026 akan menerapkan sistem pemeratan kuota haji dengan skema 26 tahun berlaku di seluruh Indonesia. Sistem ini tidak lagi pembagian kuota per provinsi, kabupaten, atau kota, tetapi dibuat samarata.

Namun, perubahan sistem yang menjadi inovasi Kemenhaj, masih akan diusulkan ke DPR RI dan setelah mendapat persetujuan, maka langsung disosialisasikan dan diimplementasikan.

Dengan sistem antrian baru tersebut, tidak ada lagi daerah yang antri haji sampai 40 tahun lebih. Seperti diketahui saat ini antrian haji terlama ada di Kabupaten Bantaeng yaitu mencapai 47 tahun. Sebaliknya antrian haji yang paling cepat adalah 15 tahun, yaitu di Kabupaten Kayong Utara.

Menhaj RI KH Mochammad Irfan Yusuf (Gus Irfan) menegaskan bahwa rencana sistem ini perlu meminta persetujuan dari Komisi VIII DPR untuk menerapkan sistem antrian haji terbaru itu. Sistem antrian haji tersebut, tentu akan memunculkan pro dan kontra. Daerah yang antrian hajinya lebih dari 26 tahun, tentu akan mendukung. “Sebaliknya daerah yang antrian hajinya belasan tahun, bisa jadi bakal keberatan,” ujarnya saat di Jakarta.

Dikatakan Gus Irfan, sistem antrian haji terbaru tersebut sudah sesuai dengan UU Haji dan Umrah. Untuk musim haji 2026, Kemenhaj berusaha membagi sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Salah satunya dengan menggunakan dasar antrian calon jamaah haji secara nasional. “Saat ini Kemenhaj akan segera membagi kuota itu ke provinsi-provinsi,” ungkap Cucu Hadrotusyeikh ini.

Gus Irfan mengatakan dengan menggunakan antrian itu, akan terjadi keadilan yang merata, baik dari wilayah Aceh sampai Papua, antriannya sama, 26,4 tahun. Dengan antrian yang sama, pemberian nilai manfaat dari hasil investasi dana haji juga sama. Sementara yang terjadi sekarang, jemaah yang antri pendek dan panjang, menerima kucuran deviden dana haji sama.

“Tidak ada (lagi) perbedaan berangkatnya nunggunya 20 tahun, satunya nunggu 30 tahun tapi nilai manfaatnya kok sama,” jelasnya.

Gus Irfan berharap dalam waktu dekat Komisi VIII DPR bisa menyetujui usulan tersebut. Sehingga Kemenhaj bisa segera eksekusi pembagian kuota haji 2026.

Dalam kesempatan yang sama Wamenhaj Dahnil Anzar Simanjuntak menyinggung soal penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2026. Dia mengatakan permintaan dari Presiden Prabowo Subianto, besaran haji tahun depan bisa kembali turun.

Pemerintah berharap biaya haji 2026 bisa ditetapkan sebelum pergantian tahun. Sehingga calon jemaah haji (CJH) memiliki banyak waktu untuk mempersiapkan uang pelunasan.

Dahnil menegaskan upaya mengurangi biaya haji lewat kebijakan fiskal sulit diwujudkan. Karena faktor inflasi dan kurs dolar yang terus naik. “Upaya menurunkan biaya haji lewat menekan potensi kebocoran tender-tender terkait layanan haji,” tuturnya.

Dia mengatakan tender layanan haji setiap tahun sekitar Rp 17 triliun. Dari jumlah tersebut, potensi kebocoran anggaran sekitar 20-30 persen atau mencapai Rp 5 triliun. Ketika kebocoran anggaran itu bisa ditutup, biaya haji otomatis lebih murah karena ada efisiensi.

Perlu Kecermataan 

Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang menilai usulan Kementerian Haji Arab Saudi agar masa tunggu jamaah haji Indonesia diseragamkan menjadi rata-rata 26 tahun harus dipertimbangkan dengan cermat.

Hal ini disampaikan dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR dengan Menteri Haji dan Umrah RI terkait pembahasan awal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Tahun 1447 H/2026 M. Marwan menjelaskan bahwa selama ini penetapan kuota haji di Indonesia didasarkan pada jumlah penduduk muslim di setiap provinsi, sehingga lama antrean berbeda-beda.

“Ada daerah yang masa tunggunya masih di bawah 15 tahun, ada juga yang jauh lebih lama. Dengan usulan pemerataan, rata-rata masa tunggu menjadi 26 tahun,” ujarnya usai rapat melalui keterangannya.

Menurut politisi Fraksi PKB ini, keputusan terkait usulan tersebut tidak boleh diambil secara tergesa-gesa. Ia menekankan pentingnya sosialisasi agar masyarakat memahami dampak yang akan timbul. “Ada jamaah yang sudah lunas tunda karena kuota tidak cukup, maka wajib diberangkatkan. Kalau tiba-tiba aturan berubah, bagaimana nasib mereka? Ini yang harus dijawab,” jelasnya.

Marwan juga menyinggung soal konsekuensi finansial apabila perhitungan BPIH dilakukan berdasarkan asal daerah masing-masing jemaah. Selama ini biaya rata-rata ditetapkan Rp89 juta per orang. Namun, bila dihitung per provinsi, ongkos transportasi dari daerah tertentu bisa menembus lebih dari Rp100 juta.

“Kalau beban biaya melonjak, tentu akan menimbulkan keberatan di masyarakat,” tambahnya. Ia memberi contoh, penerapan usulan itu akan membuat jemaah dari Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan lebih cepat berangkat, sementara provinsi dengan jumlah pendaftar besar seperti Jawa Barat justru mengalami keterlambatan. Aceh, sebaliknya, bisa diuntungkan karena masa tunggunya lebih singkat.

“Komisi VIII harus berhati-hati memberi persetujuan. Karena itu, kami meminta Menteri Haji melakukan sosialisasi terlebih dahulu untuk mendengar langsung tanggapan jemaah di berbagai daerah,” pungkasnya.

Suara Calon Haji

Menanggapi wacana pembagian sistem pemerataan kuota haji. Calon jamaah haji Indonesia asal Lampung Tengah, Siti Fauziyah sangat mengapresiasi langkah Kemenhaj RI. Pasalnnya, langkah tersebut dinilainya merupakan bentuk keadilan dan kepedulian pemerintah terhadap pelayanan jamaah haji Indonesia. “Bagu sekali itu, ya mudah-mudahan dengan sistem baru itu, jamaah haji yang lama antri cepat berangkat haji,” syukurnya.

Diketahui, masa tunggu antrean haji reguler di Lampung diperkirakan mencapai sekitar 23 – 24 tahun untuk keberangkatan calon jamaah haji berdasarkan data tahun 2024 dan 2025.

Siti Fauziyah mengakui bahwa pihaknya baru daftar haji tahun 2022 dan estimasi keberangkatan haji sekitar tahun 2038. Karenanya, dengan adanya sistem pemerataan kuota haji, ia berharap pihaknya cepat berangkat ke tanah suci. “Ya semoga saja sistem segera diterapkan dan saya cepat berangkat karena kursinya maju,” harapnya. (hud).

 

 

 

 

 

 

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.