Oleh: Masti Yanto (IAIN MADURA)
Pendahuluan
Islam, sebagai agama yang dianut oleh lebih dari 1,9 miliar umat di seluruh dunia, tidak luput dari dinamika internal yang kompleks. Di era modern, polarisasi dalam tubuh umat Islam semakin terasa, terutama dengan munculnya berbagai kelompok yang memiliki interpretasi dan pendekatan berbeda terhadap ajaran Islam.
Di tengah situasi ini, Nahdlatul Ulama (NU) muncul sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia yang konsisten menjaga moderasi dan persatuan umat. Tulisan dari esai
ini akan menganalisis peran NU dalam menghadapi polarisasi Islam di era modern. Polarisasi dalam Islam bukanlah fenomena baru.
Sejak awal sejarah Islam, perbedaan pendapat dan interpretasi telah memicu perpecahan di kalangan umat. Namun, di era modern, polarisasi ini semakin diperparah oleh faktor-faktor seperti globalisasi, media sosial, dan politik identitas.
Globalisasi memungkinkan penyebaran ide-ide radikal dan konservatif dengan cepat, sementara media sosial menjadi platform bagi kelompok-kelompok ekstrem untuk menyebarkan propaganda. Politik identitas, di sisi lain, seringkali memanfaatkan agama sebagai alat untuk mencapai tujuan politik, yang pada akhirnya memperdalam perpecahan di kalangan umat Islam.
Pembahasan
Di Indonesia, polarisasi Islam terlihat jelas dalam berbagai konflik sosial dan politik. Misalnya, dalam pemilihan umum 2019, umat Islam terbelah menjadi dua kubu yang saling bertentangan.
Di satu sisi, ada kelompok yang mendukung pemerintah dengan argumen stabilitas dan keamanan nasional. Di sisi lain, ada kelompok yang menolak pemerintah dengan alasan ketidakadilan dan korupsi.
Polarisasi ini tidak hanya terjadi di level elite politik, tetapi juga merambah ke masyarakat akar rumput, menciptakan ketegangan sosial yang berpotensi merusak persatuan nasional.
Kehadiran NU sebagai penjaga moderasi dan persatuan umat dalam konteks polarisasi Islam di era modern memiliki peran yang sangat penting. Sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia, NU memiliki jutaan anggota yang tersebar di seluruh pelosok negeri.
Sejak didirikan pada tahun 1926, NU telah konsisten mengenalkan Islam yang moderat, toleran, dan berimbang. NU tidak hanya fokus pada aspek spiritual, tetapi juga aktif dalam kegiatan sosial, pendidikan, dan politik.
Salah satu prinsip utama NU adalah Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja), yang menekankan pentingnya mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya dengan cara yang moderat dan berimbang.
Prinsip ini menjadi landasan bagi NU dalam menghadapi berbagai tantangan, termasuk polarisasi Islam. NU percaya bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam). Oleh karena itu, umat Islam wabil khusus warga nahdliyyin (NU) harus menjadi agen (change) perdamaian dan persatuan, bukan sumber konflik dan perpecahan.
3 Strategi NU
Ada Tiga strategi NU dalam menghadapi polarisasi tersebut, Pertama, Pendidikan dan Dakwah. NU memiliki jaringan pesantren yang luas di seluruh Indonesia. Pondok pesantren tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga menanamkan nilai-nilai moderasi, toleransi, dan kebangsaan.
Melalui pendidikan, NU berhasil menciptakan generasi muda yang memahami Islam secara komprehensif dan mampu menghadapi tantangan modern tanpa terjebak dalam ekstremisme.
Selain itu, NU juga aktif dalam kegiatan dakwah. Para kiai dan ulama NU seringkali menjadi penceramah di berbagai acara keagamaan, di mana mereka menyampaikan pesan-pesan moderasi dan persatuan.
Dakwah NU tidak hanya terbatas pada masjid, tetapi juga merambah ke media sosial, di mana mereka berusaha melawan narasi-narasi radikal yang semakin marak dan berkembang pesat di masyarakat.
Kedua, Politik dan Kebijakan Publik. Sebagai organisasi yang memiliki basis massa yang besar, NU memiliki pengaruh yang signifikan dalam proses pengambilan keputusan di Indonesia. NU seringkali menjadi penengah dalam konflik politik, dengan mengedepankan dialog dan musyawarah untuk mencapai mufakat.
Contoh konkret dari peran politik NU adalah dalam pemilihan umum 2019. Ketika polarisasi politik mencapai puncaknya, NU mengambil posisi yang jelas dalam mendukung pemerintah. Keputusan ini didasarkan pada pertimbangan stabilitas nasional dan keutuhan NKRI. Meskipun keputusan ini menuai kritik dari sebagian kalangan, NU tetap konsisten dengan prinsipnya untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Ketiga, Gerakan Sosial dan Kemanusiaan. NU juga aktif dalam Gerakan sosial dan kemanusiaan. Organisasi ini memiliki lembaga-lembaga yang fokus pada pemberdayaan masyarakat, seperti Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI NU) dan Lembaga Kemaslahatan Keluarga (LKK NU).
Melalui gerakan sosial ini, NU tidak hanya membantu masyarakat yang membutuhkan, tetapi juga memperkuat ikatan sosial dan solidaritas di antara umat Islam. Peran NU dalam menjaga moderasi dan persatuan umat tidak bisa dipandang sebelah mata. Di tengah arus globalisasi dan modernisasi yang seringkali membawa dampak negatif, NU tetap konsisten dengan prinsip-prinsipnya.
Namun, tantangan yang dihadapi NU tidaklah kecil. Kelompok-kelompok radikal dan ekstremis terus berusaha menyebarkan pengaruh mereka, sementara polarisasi politik semakin memperdalam perpecahan di kalangan umat Islam.
Untuk menghadapi tantangan ini, NU perlu terus memperkuat jaringan dan basis organisasi serta menancapkan nilai-nilai Islam Rahmatan Lil alamin dalam bingkai NKRI. Pendidikan dan dakwah harus terus diintensifkan, terutama di kalangan generasi muda yang rentan terpengaruh oleh narasi-narasi radikal.
Selain itu, NU juga perlu lebih aktif dalam melibatkan diri dalam dialog antar-agama dan antar-budaya, untuk memperkuat toleransi dan kerukunan di Indonesia.
Penutup
Dalam konteks global yang semakin kompleks, peran NU sebagai penjaga moderasi dan persatuan umat menjadi semakin penting. NU tidak hanya menjadi benteng terhadap pengaruh radikalisme, tetapi juga menjadi inspirasi bagi umat Islam di seluruh Indonesia.
Dengan tetap konsisten pada prinsip-prinsip Ahlussunnah wal Jamaah, NU telah membuktikan bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin, yang membawa kedamaian dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Oleh karena itu, eksistensi NU harus terus dijaga dan diperkuat, agar umat Islam dapat menghadapi tantangan zaman dengan penuh kebijaksanaan dan persatuan.