DIPLOMASI ”ISLAM NUSANTARA” Upaya PCINU United Kingdom Merubah Persepsi Sosial Masyarakat terhadap Islamofobia
Oleh: Muhammad Giyas Yousfa Adzhan
(Institut Al Faqih Rahouny, Maroko)
Pendahuluan
Dunia Barat, terutama di negara-negara Eropa, mengalami lonjakan ketakutan terhadap Islam pasca tragedi 9/11 atau serangan di New York City dan Washington D.C dan memunculkan fenomena Islamofobia yang masih terasa hingga kini.
Dilansir dari CNN, tiga orang Palestina yang sedang mengenyam studi di Britania Raya tewas tertembak oleh warga sipil saat berjalan-jalan di kota Vermont. Mereka merupakan warga asal kota Raffah yang telah menyaksikan ganasnya genosida yang dilakukan oleh Israel.
Setelah ditelusuri lebih lanjut, tindakan tersebut dilandasi ujaran kebencian terhadap bangsa Palestina, yang kerap kali digambarkan sebagai pelaku pembunuhan bangsa Israel. Fenomena Islamofobia bukanlah hal yang baru di Inggris.
Mengutip dari Muslim Council Of Britain (MCB), Lembaga Perserikatan Muslim Inggris, bahwa sejak tahun 2006, liputan media di tingkat global telah menggambarkan muslim sebagai kaum terbelakang, buta huruf, tuna wisma dan dalang dari negara-negara yang gagal.
Hal ini didukung dengan penemuan dari Center for Media Monitoring (CfMM), Lembaga di bawah MCB yang berperan dalam memonitori media, bahwa pada tahun 2018 ditemukan 59% dari semua artikel yang tersebar di Inggris mengaitkan muslim dengan perilaku negatif.
Penyebaran Informasi lewat media melahirkan misskonsepsi masyarakat terhadap esensi Islam. Banyak dari mereka yang memahami Islam sebagai agama yang eksklusif, anarkis dan tertutup dari peradaban. Dari pemikiran inilah, lahir gerakan defensif yang ekstrem baik berupa diskriminasi hingga pembunuhan.
Berangkat dari keresahan tersebut, United Kingdom (UK) membutuhkan wajah Islam baru yang menawarkan kasih dan perdamaian. Nahdlatul Ulama (NU), sebagai organisasi masyarakat Islam terbesar di Indonesia hadir dalam skala global membawa visi Islam rahmatan lil ‘alamin (ASWAJA) yang menekankan bahwa Islam adalah rahmat bagi seluruh alam semesta, tidak terbatas pada umat muslim saja.
Upaya ini menjadi bagian dari strategi soft diplomacy yang selaras dengan prinsip diplomasi bebas-aktif yang dianut Indonesia.
Salah satu gagasan utama yang ditawarkan NU adalah konsep Islam Nusantara, sebuah metode penyebaran ajaran Islam yang khas, sesuai dengan kebudayaan dan adat-istiadat masyarakat Indonesia.
Terminologi ini mengedepankan pandangan inklusif terhadap Islam, menjunjung tinggi keberagaman agama, dan mengaktualisasikan nilai-nilai Islam dalam dinamika zaman. Hal ini menjadikannya pendekatan yang unik dalam merespon isu-isu Internasional dan merespon tantangan global seperti radikalisme, ekstrimisme, dan Islamofobia.
Gagasan Islam Nusantara
Islam Nusantara merupakan gagasan Islam yang khas dengan nilai Nusantara. Mohammad Hasan berpendapat, Islam Nusantara ditafsiri sebagai Islam yang toleran, damai, dan tidak meninggalkan budaya nusantara dalam praktiknya.
Islam Nusantara tidak mengubah ajaran Islam yang sudah ada seperti penciptaan sebuah hukum. Akan tetapi, Islam Nusantara berada dalam ranah penerapan hukum, sehingga adanya Islam Nusantara hanya dalam masalah furu’iyah (cabang) ajaran Islam (Nuruddin Hasan, 2021).
Islam Nusantara datang dan berkembang diantara nilai-nilai luhur yang sudah ada di Nusantara, Islam menyempurnakan dan berbaur dengan nilai-nilai tersebut sehingga terjadi peleburan antara budaya nusantara dan Islam.
Nusantara yang dikenal dengan toleransi yang tinggi, suka bergotong royong, menghargai perbedaan, dan mencintai perdamaian sangat serasi dengan visi yang dibawa Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin.
Nahdlatul Ulama (NU) sebagai aktor utama yang mengusung Islam Nusantara, berkontribusi penuh dalam menjaga dan mengimplementasikan nilai Islam Nusantara. NU organisasi ahlussunnah wal jamaah yang bersifat moderat dan selalu memposisikan diri di tengah. Prinsip dasar NU yaitu tawasuth (moderat), tawazun (seimbang), tasamuh (toleran), dan I’tidal (tegak lurus) sangat mencerminkan nilai yang dimiliki Islam Nusantara.
Dalam ranah diplomasi non-negara, NU aktif berperan sebagai faith-based deplomacy (diplomasi berbasis agama) dalam skema second track diplomacy. Second actor diplomacy mengacu pada diplomasi yang dijalankan oleh aktor-aktor diluar struktural negara, seperti organisasi kegamaan, akademisi, media, dan lain sebagainya. Sejak pengiriman Komite Hijaz pada tahun 1926 ke Mekkah untuk menjamin toleransi beragama, NU terus hadir di kancah Internasional untuk menyebarkan visi Islam rahmatan lil ‘alamin.
Strategi NU Diplomasi Global
Salah satu strategi NU dalam diplomasi global adalah mengusung konsep Islam Nusantara, sebuah pendekatan Islam yang khas, ramah, inklusif, dan kontekstual dengan budaya lokal.
Dalam konteks modern, NU membentuk Pengurus Cabang Istimewa Nahdatul Ulama (PCINU) sebagai kepanjangan tangan Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) di luar negeri, termasuk PCINU UK (United Kingdom), yang berperan strategis dalam memperkuat citra Islam moderat di Inggris dan meredam Islamofobia.
Islamofobia merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan rasa ketakutan, kebencian, dan prasangka negatif terhadap Islam dan umat Muslim yang berujung pada perlakuan diskriminatif (Syarif et al., 2020). Fenomena ini dikenalkan pertama kali dalam laporan “Runnymede Trust” tahun 1991.
Islamofobia di Inggris meningkat tajam, terutama pasca peristiwa 11 September 2011 di Amerika Serikat dan serangan bom di London pada 7 Juli 2005. (Office for National Statistics (ONS)), peningkatan ini kerap dibayangi oleh stereotip negatif, diskriminasi, bahkan kekerasan verbal maupun non-verbal. Hope Not Hate menyebut Inggis memiliki tingkat angka prasangka negatif terhadap muslim yang tinggi mencapai 30% (Noris, 2021).
Melalui pendekatan soft diplomacy, PCINU UK berperan strategis dalam membangun narasi Islam yang damai dan toleran untuk mengatasi islamofobia. Selain itu, PCINU UK juga menjadi jembatan antara komunitas muslim dan masyarakat Inggris secara lebih luas.
Berdasarkan wawancara dengan mantan Ketua PCINU UK, KH. Munawwar Aziz, diketahui bahwa selama bertahun-tahun organisasi ini konsisten mempromosikan gagasan Islam Nusantara melalui berbagai program solutif dan inovatif.
Program-program tersebut bertujuan untuk memperkuat pemahaman serta harmoni antar budaya, khusunya untuk mencegah miskonsepsi yang disebabkan oleh slamofobia.
Di antara program-program PCINU UK dalam menyebarkan narasi Islam Nusantara yang inklusif, yaitu:
1. Pendirian Masjid Pertama di London
PCINU UK berhasil mendirikan masjid Indonesia pertama di London. KH. Munawwar Aziz, menyampaikan sebelum dibangunnya masjid ini, berdiri sebuah gereja untuk umat beragama Kristen. Hal ini tentu menuntut PCINU UK untuk berkonsolidasi dengan masyarakat lokal guna mendapatkan hak tanah dalam pembangunan Masjid Indonesia pertama ini. Masjid ini diharapkan kelak menjadi pusat distribusi nilai-nilai Islam Nusantara yang cinta damai dan inklusif untuk semua kalangan.
2. Bekerja sama dengan KBRI London sebagai pintu dalam berkomunikasi dengan Government Institution or Non-Goverment organization.
3. Bekerja sama dengan civitas akademisi dari berbagai kampus top dunia
PCINU UK sukses membangun jaringan bersama dengan para akademisi yang tersebar di berbagai universitas ternama di Inggris seperti University of Oxford, University of Birmingham, University of Exeter. Hal ini memberikan peluang emas bagi PCINU UK dalam menarasikan gagasan Islam Nusantara kepada civitas akademisi Inggris.
Meskipun aktif, nyatanya PCINU UK masih menghadapi tantangan internal dalam membangun organisasi yang solid di tengah komunitas nahdliyin di Inggris. Adapun tantangan eksternal terbesar adalah sulitnya menjalin komunikasi yang baik dengan masjid-masjid UK
yang tertutup secara ideologi. Banyaknya ideologi Islam konservatif di beberapa masjid di UK membatasi pergerakan PCINU UK dalam membangun dialog bersama masyarakat lokal dalam rangka menyebarkan narasi Islam Nusantara yang cinta damai.
Islamofobia merupakan fenomena yang harus segera diatasi. Meskipun PCINU UK telah bergerak mengatasi isu ini, efektivitasnya masih terbatas tanpa dukungan berbagai elemen organisasi dan komunitas muslim lainnya.
Dukungan, kritik, dan saran sangat diperlukan untuk mengembangkan inovasi program yang sudah ada, termasuk media informasi sebagai sarana diplomasi budaya. Mengingat media UK kerap menggambarkan umat Islam dengan steorotif negatif dengan kehadiran Islam (Elizabeth Poole, 2002).
Oleh karena itu, PCINU UK perlu mengambil langkah proaktif dengan membangun narasi positif dan konstruktif melalui media strategi yang terencana. Adapun strategi yang diusulkan untuk memaksimalkan diplomasi media dalam mengatasi Islamofobia ini meliputi:
1. Pembuatan konten edukatif yang kreatif dan mudah diakses.
PCINU UK dapat memanfaatkan instagram untuk menyebarkan berbagai konten edukatif, seperti reels, infografis, dan podcast yang menarik menggunakan bahasa Inggris yang disertai subtitle. Dengan rata-rata tingkat keterlibatan reels mencapai 20,59 %, ini menjadi peluang besar bagi PCINU UK untuk menyebarkan narasi Islam yang toleran dan kontekstual.
Konten tersebut harus dirancang dengan visual menarik dan menggunakan bahasa Inggris yang mudah dipaham. Materi yang diangkat dapat mencangkup topik-topik yang sering disalahpahami oleh masyarakat Inggris, seperti: “Apakah Islam mendukung kekerasan atau terorisme?.”
2. Menginisiasi webinar antarbudaya dan antaragama
Webinar ini diadakan dengan mengajak kerjasama para akademisi, penggerak sosial dan masyarakat baik muslim maupun nonmuslim. dalam program ini diharapkan terjadi diskusi topik berupa saling tukar menukar informasi terkait dengan berbagai isu topik, khususnya dalam masalah islamofobia.
3. Call Of Paper “Islam Nusantara”
Program ini bertujuan untuk mengkaji fenomena Islamofobia dari perspektif akademis, menawarkan solusi berbasis penelitian, serta membangun pemahaman yang lebih mendalam tentang Islam sebagai agama yang damai dan inklusif.
Dengan menggandeng para akademisi, mahasiswa, dan peneliti dari berbagai latar belakang, PCINU UK mendorong lahirnya diskursus intelektual yang tidak hanya menyoroti tantangan yang dihadapi umat Islam di Barat tetapi juga memberikan rekomendasi konkret untuk kebijakan publik dan interaksi sosial yang lebih harmonis.
Penutup
Islamofobia adalah ketakutan berlebihan dan prasangka negatif terhadap Islam, yang menjadi fenomena global yang harus segera diatasi. NU hadir dengan gagasan Islam Nusantara yang penuh dengan kedamaian, menjunjung tinggi toleransi, akomodatif terhadap lingkungan sekitar, serta konservatif dengan budaya yang sudah ada.
PCINU, khususnya PCINU UK, sebagai perpanjangan tangan NU di luar negeri, berperan sebagai second track diplomacy. Dengan berbekal semangat Islam Nusantara, PCINU siap meyebarkan dan mengimplementasikan nilai-nilai tersebut untuk memerangi konflik global, khususnya Islamofobia.
Daftar Pustaka
Abdurahman, F. I., Rachmat, A. N., & Tholhah, T. (2024). Diplomasi Nahdlatul Ulama (NU) sebagai non-state actors dalam upaya perdamaian konflik Afganistan 2018. Global Insights Journal: Jurnal Mahasiswa Hubungan Internasional, 1(1).
Akbar, F. M. (2020). Peranan dan Kontribusi Islam Indonesia pada Peradaban Global. Jurnal Indo-Islamika, 10(1), 51-63.
Al Fachri, M. Z. (2023). Upaya Muslim Council of Britania (MCB) dalam mengatasi Islamophobia di Inggris. E-Journal Ilmu Hubungan Internasional, 11(3), 892.
Hasan, M. A. (2017). Moderasi Islam Nusantara (Studi Konsep dan Metodologi). Islamophobia di Uni Eropa. COMSERVA Indonesian Jurnal of Community Services and Development, 1(7), 2.
Monica, R. A. (2021). Upaya Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dalam menangani Syarif, Z.,
Umar, H. N. (2021). Islam Nusantara: Jalan panjang moderasi beragama di Indonesia. Elex Media Komputindo.
Mughni, S. A., & Hannan, A. (2020). Post-truth and Islamophobia narration in the contemporary Indonesian political constellation. IJIMS: Indonesian Journal Of Islam And Muslim Societies, 10(2), 199–225.
Makmun Sukron “Komite Hijaz dan Peran NU di Dunia Internasional” Tersedia di: https://banten.nu.or.id/fragmen/komite-hijaz-dan-peran-nu-di-dunia-internasional-PbpZV diakses pada tanggal 15 Februari 2025
Ebrahimji, A. (2023) “3 Palestinian college students were shot on a walk in Vermont – where their relatives thought they’d be safe.” Tersedia di: https://edition.cnn.com/2023/11/29/us/palestinian-college-students-shot-vermont/index.html. diakses pada tanggal 15 Februari 2025
MCB. (2021) “What is Islamophobia?.” Tersedia di: https://mcb.org.uk/resources/islamophobia/ . diakses tanggal 15 Februari 2025
Brimingham.ac.uk. (2022) “University of Birmingham survey reveals Islamophobia is the posh person’s prejudice.” Tersedia di: https://www.birmingham.ac.uk/news/2022/university-of-birmingham-survey-reveals-islamophobia-is-the-posh-persons-prejudice . diakses pada tanggal 15 Februari 2025
Noris, S. (2021) “Only 29% of People in UK have a ‘Positive Attitude’ Towards Muslims.” Tersedia di: https://bylinetimes.com/2021/02/16/only-29-of-people-in-uk-have-a-positive-attitude-towards-muslims/
Zamzami, F. (2022) “Sensus Terkini, Pertumbuhan Islam di Inggris Meroket.” Tersedia di: https://internasional.republika.co.id/berita/rm3wzx393/sensus-terkini-pertumbuhan-islam-di-inggris-meroket
Iswara, AJ. (2021) “Nahdliyyin Inggris Dirikan Masjid Indonesia di London melalui Wakaf Gotong Royong.” Tersedia di: https://www.kompas.com/global/read/2021/12/16/223000170/nahdliyyin-inggris-dirikan-masjid-indonesia-di-london-melalui-wakaf
NU Online. (2023) “Rebana Muslimat NU Inggris Raya Meriahkan Parade Internasional Idul Fitri di Trafalgar Square.” Tersedia di: https://nu.or.id/internasional/rebana-muslimat-nu-inggris-raya-meriahkan-parade-internasional-idul-fitri-di-trafalgar-square-FG7zK
Ranti, S. (2024). “ Instagram Reels vs Feed, Mana Konten yang Punya Jangkauan Lebih Besar?.” Tersedia di: https://tekno.kompas.com/read/2024/11/13/1201006
7/instagram-reels-vs-feed-mana-konten-yang-punya-jangkauan-lebih-besar-