Tragedi Ponpes Terulang, Menag dan PBNU Sepakat Perkuat Langkah Keselamatan Pesantren
RISALAH NU ONLINE, JAKARTA – Menteri Agama Nasaruddin Umar menyampaikan keprihatinan mendalam atas musibah yang menimpa Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Syekh Abdul Qodir Jaelani, Desa Blimbing, Kecamatan Besuki, Situbondo, yang ambruk pada Selasa (28/10/2025) malam. Peristiwa tersebut menewaskan seorang santriwati dan menyebabkan belasan santri lainnya luka-luka.
Menurutnya, musibah ini harus menjadi pembelajaran penting dan menjadi akhir dari rangkaian peristiwa tragis di lingkungan pesantren.
“Sudah saatnya, sebagaimana arahan Bapak Presiden, kita memberikan perhatian khusus terhadap pondok pesantren,” ujar Menag dikutip dari Instagram resmi Kemenag, Jum’at, (31/10/25).
Menag menjelaskan bahwa Kementerian Agama telah berkoordinasi dengan Kementerian PUPR, para Menko, dan Sekretariat Negara untuk memastikan penanganan yang komprehensif. Kemenag juga tengah menyusun regulasi baru tentang pendirian pesantren dengan kriteria yang lebih rinci. Beliau menyebut regulasi tersebut, bukan dimaksudkan untuk membatasi, melainkan untuk menjamin keselamatan, keamanan, dan kedamaian di lingkungan pesantren.
Selain itu, Kemenag bersama Kementerian PUPR telah melakukan survei dan menemukan sekitar 80 pesantren lain yang berpotensi memiliki risiko serupa. Pemerintah akan memberikan perhatian khusus terhadap kondisi pesantren-pesantren tersebut. Tim Kemenag juga telah turun langsung ke lokasi musibah di Situbondo untuk menyalurkan bantuan dan memastikan penanganan berjalan baik.
Pada kesempatan sebelumnya, Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) PBNU, KH Hodri Arief telah menyampaikan sambutan yang baik terhadap langkah Kemenag dalam memperkuat standar keselamatan pesantren. Namun, beliau menekankan pentingnya kemudahan dalam pengurusan izin mendirikan bangunan (IMB) bagi pesantren.
Menurutnya, banyak pesantren yang membangun fasilitas secara swadaya, namun terkendala proses perizinan yang rumit dan mahal. Beliau mencontohkan sebuah pesantren di Yogyakarta yang telah menghabiskan biaya hingga Rp80 juta untuk mengurus IMB, tetapi izin tersebut tak kunjung terbit.
“Pemerintah perlu mempermudah proses IMB bagi pesantren. Kalau hanya dievaluasi tanpa ada tindak lanjut untuk membantu pembangunan yang aman dan layak, itu tidak menyelesaikan masalah,” ujarnya.
(Anisa).
 
			
