Bilik-bilik Bersejarah

0

Peringatan seabad NU tahun 2022 sengaja diselenggarakan di kota Sidorjo dan sekitarnya, sepertinya ingin mengenang kembali pesantren yang menjadi kawah candradimuka ulama-ulama besar NU. Sehingga banyak pengunjung seabad NU itu berdatangan ke pesantren tersebut.

Pesantren itu adalah Pesantren Al-Hamdaniyah yang terletak di Jalan Karomah Hamdani, Siwalanpanji, Buduran, Sidoarjo. Tak jauh dari stasion lokasi peringatan Seabad NU. Meski tak semua datang ke Buduran, namun kembali ingatan orang pada pesantren tua.

Antara lain, Rais Akbar NU, Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari pernah menimba ilmu di sini selama lima tahun. Hingga kini bilik di pesantren yang pernah dihuninya diabadikan dan dipelihara di sisi musalla pesantren. Ruangan 2 x 3 meter itu menjadi perhatian bahkan ada yang sempat mencucurukan air mata mengingat sejarah seabad lebih lalu itu kembali melintas dalam bayangan Nahdliyin. Ruangan tak begitu luas ini telah melahirkan seorang tokoh besar yang namanya membahana ke dunia.

 

Mbah Hasyim tercatat dalam sejarah pernah nyantri di pesantren Siwalanpanji ini sekitar tahun 1890 saat itu dipimpin oleh KH. Ya’qub, putera Kiai Hamdani, sang pendiri. Ada kelebihan yang dimiliki Kiai Hasyim saat mondok. Ulama kelahiran 10 April 1875 ini hampir tiap malam mengisi kolam untuk wudlu santri. Tak ada yang tahu. Ketika subuh, para santri seolah sudah disiapkan air wudlunya. Para santri yang merasa terbantu akhirnya mendoakan agar yang mengisi air hingga penuh ini diberkahi.

Memang, ilmu sendrii bisa didapat dan barakah tak cukup hanya dengan belajar tanpa riyadlah dan yang terbaik adalah membantu dan memberi manfaat kepada orang lain. Berkah ilmu itu kemudian terlihat pada manfaat yang bisa diberikan. Hal ini yang dilakukan para ulama kita.

Kiai Hasyim tercatat mencari ilmu ke beberapa pesantren: Pesantren Wonokoyo di Probolinggo, Pesantren Langitan di Tuban, Pesantren Trenggilis (Kiai Soleh Darat) di Semarang, Pesantren Kiai Kholil di Bangkalan dan kemudian Pesantren Siwalanpanji di Sidoarjo sebelum akhirnya melanjutkan belajar ke tanah Suci.

Selama lima tahun di Siwalanpanji, ketika sudah berusia 21 tahun, Kiai Hasyim dinikahkan dengn Khadijah puteri Kiai Ya’qub. Setelah menikah kemudian menunaikan ibadah haji bersama istri dan Kiai Ya’qub. Takdir tak bisa ditolak, Khadijah wafat di Mekah dan meninggalkan seorang laki-laki bernama Abdullah. Namun, Abdullah sendiri hanya sampai usia dua bulan. Kesedihan mendalam ditinggal dua buah hati hampir bersamaan. Dari sini Mekah langsung menjadi daya tarik untuk mempedalam ilmu agamanya.

BACA JUGA

Pesantren ini didirikan oleh KH. Hamdani dikenal sebagai ulama yang zahid. Dia merupakan keturunan ke 27 Rasulullah. Ia cucu pejuang Islam Mbah Hasan Sanusi atau Mbah Slagah dan Mbah Sholeh Semendi (Winongan) Pasurun. Mbah Slagah mewariskan masjid Pasuruan dan sejumlah pesantren di sekitarnya.

Pesantren ini akhrinya melahirkan sejumlah ulama. Disamping Kiai Hasyim, juga KH As’ad Samsul Arifin (Pondok Pesantren Salafiyyah Syafiiyyah, Situbondo), KH Ridwan Abdullah (Pencipta Lambang Nahdlatul Ulama), KH Alwi Abdul Aziz (Pencetus Nama Nahdlatul Ulama), KH Wahid Hasyim (Putra KH. Hasyim dan Ayahanda KH. Abdurrahman Wahid, KH. Anwar (Pendiri PP. An-Nur Bululawang), KH Muhammad Dahlan (Ketua PBNU dan Menteri Agama RI) KH. Said Ketapang, dan sejumlah ulama lainnya. Bahkan, KH Kholil sempat nyantri berkah beberapa hari di pesantren yang didirikan tahun 1778 ini.

Bangunan asrama santri yang dihuni Kiai Hasyim berdinding anyaman bambu dipadu ukiran kayu jati. Ada jendela serta bangunan yang disangga dengan kaki-kaki beton, membuat asrama santri ini nampak seperti rumah Joglo. Bahkan ada beberapa asrama santri yang kondisinya sudah memprihatinkan. Namun, Pengasuh pondok masih mempertahankan keunikan pondok tua di Jawa Timur ini. Kamar Kiai Hasyim ini sengaja tak pernah dipugar, hanya dirawat sehingga tetap seperti dahulu. Saksi sejarah dan sekaligus menjadi pelajaran bagi santri bahwa untuk menjadi tokoh besar tak harus dengan fasilitas mewah. Hanya, bilik Kiai Hasyim tak ditempati santri kecuali tamu yang berkunjung.

Ada 200 santri putra putri di sini. Pesantren ini bisa disebut bersebelahan dengan Pondok Pesantren Al-Khoziny yang cukup besar dan masih terjalin kekerabatan dengan Siwalanpanji. KH. Khozin (1850-1955) sang pendiri adalah menantu dari KH. Ya’qub.

Ternyata, tak hanya bilik kiai Hasyim yang diabadikan. Di Pondok Pesantren Cangaan Bangil, Pasuruan yang didirikan tahun 1700 juga ada bilik yang pernah dihuni Syekhona Kholil Bangklan. Bilik itu ada di pojok komplek bebrapa kamar di sisi jalan masuk. Bahkan, di pesantren ini Kiai Hasyim juga pernah belajar.

Di Majalengka juga terdapat kamar yang penah dihuni KH Maksum Ahmad, ayahanada KH Ali Ma’shum, Rais Am PBNU 1981-1984.

Kamar-kamar ini tak bercerita banyak, tapi memberi tatapan hati kita. Ada kateduhan dan ketenangan ketika tinggal di itu. Mungkin karena tempat itu sering dipakai zikir mengingat Allah. Seperti tempat sujud Sunan Bonang di Lasem yang dikunjungi orang. Karena berdoa di situ teduh dan tenang. Tempat itu dipilih oleh seorang wali tentu memiliki makna tersendiri. (MH)

Leave A Reply

Your email address will not be published.