Revisi UU Penyiaran, Komisi I DPR Fokuskan Pengaturan Media Digital

0

RISALAH NU ONLINE, JAKARTA – Anggota Komisi I DPR RI, H. Oleh Soleh, menegaskan bahwa DPR saat ini sedang memfokuskan revisi Undang-Undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002. Perubahan ini dianggap sangat mendesak mengingat perkembangan pesat teknologi digital dan media baru seperti TikTok, YouTube, dan media sosial lainnya yang belum diatur dalam UU lama.

Dalam acara “KPI & Media Penyiaran Sahabat Pelajar” di PBNU, Jakarta, Soleh menyampaikan bahwa UU Penyiaran yang berlaku saat ini hanya mengakomodasi penyiaran analog.

“Sedang melakukan sebuah upaya perbaikan terhadap undang-undang yang sudah terbit dulu tahun 2002 nomor 23. Karena memang dulu hanya mengatur tentang penyiaran yang bersifat analog, sekarang hari ini ada media sosial,” jelasnya.

Soleh menyoroti dampak negatif dari penyiaran tanpa sensor dan kebebasan di media sosial yang sering kali tidak terarah. Menurutnya, hal ini menyebabkan migrasi budaya, rusaknya karakter, dan memudarnya rasa nasionalisme, terutama di kalangan generasi muda. “Migrasi budaya akibat dari pada penyiaran yang tanpa sensor. Migrasi budaya karakter, perilaku, kepribadian, mindset dan bahkan kalau saya lihat berpengaruh terhadap daya tubuh daripada anak-anak generasi yang berkembang hari ini,” katanya.

Oleh karena itu, Komisi I DPR RI, bersama mitra strategisnya seperti Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), tengah menyusun RUU Penyiaran untuk menciptakan ekosistem informasi yang lebih sehat. “Kami ingin ekosistem penyiaran dan ekosistem digital betul-betul menjadi ekosistem yang edukatif, produktif, dan pemersatu, bukan pemecah belah,” ujar Soleh.

Ia juga menekankan bahwa revisi UU ini bertujuan untuk mendorong ekosistem digital yang bebas dari konten ilegal dan aplikasi ilegal.

Soleh berharap, perumusan RUU ini akan mendapatkan masukan dan partisipasi publik, khususnya dari kalangan milenial dan Gen Z, mengingat merekalah yang paling akrab dengan dunia digital. Ia mengajak semua pihak untuk bekerja sama dalam membangun ekosistem informasi yang sehat, karena tanggung jawab ini tidak bisa hanya dibebankan kepada KPI, DPR, atau lembaga yudikatif saja.

(Anisa).

Leave A Reply

Your email address will not be published.