Penyebaran Islam tahap awal selanjutnya dimantapkan dengan proses pemahaman dan pengamalan ajaran Islam antara lain melalui jalur pendidikan yang kemudian dikenal dengan nama pesantren.
Istilah pesantren sendiri berasal dari kata India shastri, yang berarti orang yang mengetahui kitab suci (Hindu). Dalam hubungan ini kata Jawa pesantren yang diturunkan dari kata santri dengan dibubuhi awalan pe- dan akhiran – an, memberi makna sebuah pusat pendidikan Islam tradisional atau sebuah pondok untuk para siswa sebagai model sekolah agama di Jawa.
Sejak zaman pra-Islam, di Jawa sudah berkembang desa-desa perdikan dengan tokoh agama yang kharismatis dan keramat.
Ketika para penduduk masuk Islam, desa-desa perdikan Islam terbentuk dengan pesantren-pesantren yang ada di dalamnya, dan mereka dibebaskan dari pajak.
Istilah yang hampir sama juga sudah ada di daerah lain bahkan mungkin lebih dahulu dari istilah pesantren itu sendiri. Di Aceh, daerah pertama yang mengenal Islam, pesantren disebut dengan dayah atau rangkang, meunasah.
Di Pasundan ada pondok, dan di Minangkabau ada surau. Dalam pesantren para santri melakukan telaah agama, dan di sana pula mereka mendapatkan bermacam-macam pendidikan rohani, mental, dan sedikit banyak pendidikan jasmani. (Muchtarom, 1988: 6-7).
Secara historis, pesantren sebagai lembaga pendidikan tempat pengajaran tekstual baru muncul pada akhir abad ke-18, namun sudah terdapat cerita tentang pendirian pesantren pada masa awal Islam, terutama di Jawa.
Tokoh yang pertama kali mendirikan pesantren adalah Maulana Malik Ibrahim (w. 1419M).
Maulana Malik Ibrahim menggunakan masjid dan pesantren bagi pengajaran ilmu-ilmu agama Islam, yang pada gilirannya melahirkan tokoh-tokoh Wali Sanga. Dari situlah kemudian Raden Rahmat atau Sunan Ampel mendirikan pesantren pertama kali di Kembang Kuning, Surabaya pada tahun 1619 M.
Selanjutnya ia mendirikan Pesantren Ampel Denta. Pesantren ini semankin lama semakin terkenal dan berpengaruh luas di Jawa Timur.
Pada tahap selanjutnya bermunculan pesantren baru seperti Pesantren Sunan Giri di Gresik, Sunan Bonang di Tuban, Sunan Drajat di Paciran, Lamongan, Raden Fatah di Demak. (Mastuki dan Ishom El-Saha (ed.): 8). Bahkan, tercatat kemudian, murid-murid pesantren Giri sangat berjasa dalam penyebaran Islam di Madura, Kangean, hingga Maluku.
Menurut catatan Martin Van Brunessen, belum ada lembaga semacam pesantren di Kalimantan, Sulawesi dan Lombok sebelum abad ke-20. Transmisi ilmu-ilmu keislaman di sana masih sangat informal. Anak-anak dan orang-orang desa belajar membaca dan menghafal Al-Quran dari orang-orang kampung yang terlebih dahulu mengusainya.
Kalau ada seorang haji atau pedagang Arab yang singgah di desa, dia diminta singgah beberapa hari di sana dan mengajarkan kitab agama Islam. Ulama setempat di beberapa daerah juga memberikan pengajian umum kepada masyarakat di masjid.
Demikianlah, pesantren menjadi pusat penyebaran agama Islam yang efektif di Indonesia. Kesuksesan ini ditunjang oleh posisi penting para kiai, ajengan, tengku, tuan guru, atau tokoh agama lainnya di tengah masyarakat. Mereka bukan hanya dipandang sebagai penasehat di bidang spiritual saja, kiai juga dianggap tokoh kharismatik bagi santri dan masyarakat sekitarnya.
Kharisma kiai ini didasarkan kepada kekuatan spritual dan kemampuan memberi berkah karena kedekatannya dengan alam gaib. Ziarah ke kuburan para kiai dan wali dipandang sebagi bagian integral dari wasilah, keperantaraan spiritual. Mata rantai yang terus bersambung melalui guru-guru terdahulu dan wali sampai dengan nabi, dianggap penting untuk keselamatan dan kedamaian hidup di dunia dan akhirat.
Peringatan hari Santri ke 10
Pesantren memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan bangsa di berbagai sektor, mulai dari pendidikan, sosial, budaya, hingga ekonomi. Peran ini telah terukir sejak masa perjuangan kemerdekaan hingga era modern saat ini.
Beberapa peran utama pesantren dalam pembangunan bangsa antara lain sebagai pembentuk karakter dan moral bangsa.
Satu, Mencetak pemimpin berakhlak mulia: Pesantren dikenal sebagai lembaga yang mengedepankan pembentukan karakter santri melalui pendidikan agama yang moderat dan inklusif. Nilai-nilai moral dan etika yang ditanamkan sejak dini melahirkan generasi muda yang berkarakter kuat dan berakhlak mulia.
Dua, Menangkal ekstremisme dan radikalisme: Melalui penguatan nilai-nilai toleransi dan moderasi, pesantren menjadi benteng yang efektif dalam mencegah radikalisme dan ekstremisme, serta menjaga harmoni sosial di masyarakat yang multikultural.
Tiga, Membangun kesadaran nasional: Sejak dahulu, pesantren telah berperan penting dalam menumbuhkan rasa kebangsaan dan patriotisme pada diri santri, mempersiapkan mereka menjadi warga negara yang bertanggung jawab.
Sementara dalam peran dunia pesantren adalah berontribusi dalam memajukan bidang pendidikan.
Mencerdaskan anak bangsa: Pesantren berkontribusi besar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dengan menyediakan sistem pendidikan yang memadukan ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum. Banyak pesantren modern yang kini mengintegrasikan sains, teknologi, bahasa, dan ekonomi dalam kurikulumnya.
Mengembangkan keterampilan hidup: Selain pendidikan formal, pesantren juga membekali santrinya dengan berbagai keterampilan hidup yang relevan dengan kebutuhan zaman, sehingga mereka siap berkontribusi dalam berbagai sektor pembangunan.
Peran ketiga sebagai lembaga pemberdayaan ekonomi masyarakat. Menciptakan kemandirian ekonomi: Banyak pesantren yang kini mengembangkan unit usaha produktif untuk melatih jiwa kewirausahaan santri. Program-program ini membantu menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan mengurangi ketergantungan pada bantuan luar.
Menggerakkan ekonomi lokal: Pesantren dapat menjadi motor penggerak ekonomi kerakyatan dengan melibatkan masyarakat sekitar dalam kegiatan usahanya, seperti menyediakan akses pemasaran dan pendampingan UMKM.
Peran keempat, pesantren sebagai lembaga sosial dan budaya. Mengembangkan kegiatan sosial: Pesantren sering menjadi pusat kegiatan sosial bagi masyarakat sekitar, berperan sebagai wadah penyebaran Islam dan memperdalam pemahaman agama.
Menjaga warisan budaya: Sebagai penjaga tradisi Islam Nusantara yang moderat, pesantren juga berperan dalam melestarikan budaya dan nilai-nilai lokal, sekaligus berinovasi sesuai perkembangan zaman.
Dalam membangun bangsa yang maju besar dan beradab, agama memiliki peran yang sangat besar. Sebagai organisasi sosial keagamaan, sejak dulu Ulama-ulama yang bergabung dalam Nahdlatul ‘Ulama (NU) melalui lembaga pesantren dan pendidikan Diniyah telah berperan sangat besar dalam mengayomi dan membangun masyarakat, baik melalui pendidikan, dakwah dan lain sebagainya.
Peran ulama Nahdlatul Ulama yang sedemikian besar itu diemban oleh para ulama tidak lain karena ulama adalah pewaris dari ajaran naby (al ulama’ warisatun anbiya), sementara tugas ulama selain liyatafaqqahu fiddin, mengggali, merumuskan dan mengembangkan pemikiran keagamaan, tetapi juga memiliki tugas yang tidak kalah pentingnya dan bahkan sangat strategis yang berkaitan dengan masalah sosial dan kebangsaaan yaitu tugas liyundziru qaumahum (membangun masyarakat) yakni membentuk kepribadian yang unggul dan berakhlak mulia. Demikianlah pesantren telah menjadi entitas penting yang telah berkontribusi besar bagi Negara.
(Aji Setiawan, Aktivis NU Purbalingga Jawa Tengah).