RISALAH NU-ONLINE, TIONGKOK – Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sekaligus Dekan Fakultas Peradaban Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNUSIA) Ahmad Suaedy, hadir sebagai pembicara dalam Forum Lembaga Administrasi dan Think Tank Tiongkok–ASEAN. Forum tersebut berlangsung pada (2-4/11/2025) di Nanning, ibu kota Provinsi Guangxi, Tiongkok.
Dalam forum tematik bertajuk “Tata Kelola Global, Tata Kelola Regional, dan Tata Kelola Asia”, Suaedy menyampaikan pidato utama berjudul “Islam Nusantara dan Bhinneka Tunggal Ika: Perspektif Harmonis untuk Perubahan Global”. Kehadirannya mewakili Center for Sino-Nusantara Studies (CSNS) di UNUSIA.
Dalam paparannya, Suaedy menekankan pentingnya kolaborasi bangsa-bangsa Timur. “Umat manusia menghadapi ketidakpastian, tidak hanya dalam politik akibat perubahan geopolitik, tetapi juga dalam nilai-nilai inti kemanusiaan, yang juga terus berubah,” ujarnya.
Ia menambahkan, “Bangsa-bangsa Timur adalah bangsa-bangsa yang, dalam sejarah panjang, telah memiliki model pengetahuan dan kebijaksanaan mereka sendiri di luar model-model pengetahuan dan kebijaksanaan arus utama dunia saat ini, yang utamanya bersumber dari Barat modern.”
Suaedy menjabarkan pengalaman Indonesia sebagai negara besar dengan populasi lebih dari 280 juta jiwa dalam membina kerukunan. Ia juga menyoroti sejarah kedatangan Cheng Ho ke Nusantara, yang tidak hanya berdagang tetapi juga memberi pengaruh signifikan terhadap Islamisasi.
“Kita harus bersama-sama mempelajari dan merenungkan pengalaman historis koeksistensi yang harmonis ini, dan melalui dialog hari ini, meneruskan tradisi saling pengertian dan keharmonisan antara Muslim Nusantara dan budaya Konfusianisme Tionghoa,” serunya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan peran sentral spiritualitas dan agama dalam tata kelola di Indonesia. “Di Indonesia, spiritualitas dan agama bukan sekadar keyakinan pribadi yang terlepas dari masyarakat dan politik; keduanya merupakan komponen tak terpisahkan dari struktur sosial dan politik,” tegasnya.
Prinsip ini, yang disebut sebagai ‘moderasi beragama’, diwujudkan dengan pemerintah memberikan bimbingan untuk mendorong rasa hormat dan koeksistensi di semua tingkatan.
Sebagai penutup, Suaedy menyampaikan keyakinannya. “Saya sangat yakin bahwa jika kita bekerja sama, membangun spiritualitas, agama, dan tradisi kita yang harmonis namun dinamis, kita dapat menempa kekuatan moral baru—kekuatan yang melampaui pola-pola egois dan monopoli yang telah mendominasi dunia di bawah hegemoni Barat selama berabad-abad.”
Forum yang diselenggarakan oleh Akademi Tata Kelola Tiongkok dengan tema “Tata Kelola Nasional dan Peradaban Asia” ini dihadiri oleh perwakilan lembaga pemikir dan akademi administrasi dari seluruh negara ASEAN. Hadir dalam kesempatan yang sama antara lain Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) Indonesia Muhammad Taufiq, serta sejumlah pejabat dan akademisi tinggi dari Vietnam, Filipina, Malaysia, Kamboja, Laos, Myanmar, Singapura, dan Thailand.
Ekalavya