Kota Baghdad yang disebut Madinatus Salam (kota damai) baru dibangun Khalifah Al-Makmun tahun 762M. Istana, masjid, kantor pemerintahan, pengadilan, pasar dan penjara mulai dibangun. Ribuan orang dari manapun memasuki kota Baghdad menyukseskan pembangunan ibukota oleh Dinasti Abbasiyah.
Arsitek utamanya adalah Khalifah Abu Ja’far al-Mansur dan dua insinyur: Hajjaj bin Yathar dan Amran bin Wadhdhah. Meskipun bukan arsitek dalam arti teknis, Al-Mansur (714-775 M) adalah visioner di balik pembangunan kota Baghdad.
Al-Mansur secara pribadi yang memilih lokasi, menentukan desain, dan mengawasi seluruh proyek. Untuk mewujudkan visinya, dia mempekerjakan banyak kalangan ahli dari Arab dan Persia. Merekalah yang menerjemahkan visi Al-Mansur menjadi rencana teknis dan membangun kota legendaris tersebut.
Kota Baghdad terkenal dengan desainnya yang unik dan brilian: sebuah kota bundar sempurna. Karena itu, kota ini sering disebut “The Round City of Baghdad”.
Bentuk Bundar dirancang dengan konsentris (lingkaran dalam lingkaran). Desain ini dipilih karena efisien dan mudah dipertahankan. Kota ini memiliki beberapa lapis dinding, dengan istana khalifah dan Masjid Agung berada di pusatnya. Terdapat empat gerbang besar yang menghubungkan kota ke empat penjuru mata angin: Bab al-Kufah (Selatan), Bab al-Syam (Barat Laut), Bab al-Basrah (Tenggara) dan Bab al-Khurasan (Timur Laut)
Setelah masa Al-Mansur, Baghdad terus berkembang dan diperindah oleh penguasa-penguasa berikutnya. Beberapa nama penting lainnya adalah Zubaida binti Ja’far (Istri Khalifah Harun al-Rasyid) yang mewarnai keindahan Baghdad.
Hanya sekitar empat tahun kota itu selesai dibangun dan ditempati sebagai ibukota. Kota ini memiliki luas 50 kilometer persegi. Sebelumnya, khalifah tinggal diluar Baghdad di sebuah desa kecil membangun tenda sementara. Kekayaan Dinasti Abbasiyah yang melimpah membuat ibukota itu menjadi pusat peradaban dan pendidikan. Orang-orang kaya cepat memindahkan pusat bisnisnya ke kota baru ini.
Sejarah lama Baghdad adalah wilayah subur Mesopotomia dan kejayaan Babilon (Babel) yang jaya sekitar tahun 1770–1670 SM. Kota Ctesiphon yang pernah menjadi ibu kota Kekaisaran Persia, Sasanian, terletak sekitar 25 mil tenggara Baghdad.
Baghdad semula adalah daerah yang terdiri dari desa-desa kecil sejak abad ke-8 hingga berkembang menjadi kota yang lebih besar dan akhirnya dipilih sebagai ibu kota Islam dunia pada tahun 762 M.
Daya tarik Baghdad yang kemudian banyak memiliki ulama besar itu membuat Abdullah Ibnu Mubarak yang lahir 736 atau 118 di Merv, Turkmenistan, juga hijrah ke negeri itu. Ia memasuki Baghdad sebelum Khalifah Harun Al-Rasyid memerintah negeri itu 170-190 H. Saat itu Ibnu Mubarak berusia 40 tahun. Ia sukses menjadi pengusaha, meskipun ia juga ahli hadis.
Ibnu Mubarak memiliki kebiasaan berhaji setiap tahun dan bahkan membiayai beberapa orang untuk berhaji, khususnya kalangan ulama. Sejumlah 500 dinar kali ini ia akan belikan perlengekapan perjalanan menuju Mekah yang berjarak 1.888 kilometer.
Ia menyiapkan tiga ekor unta. Seeokor untuk dia naiki. Dua ekor lagi untuk untuk angkut barangnya. Seekor di antaranya nanti akan disembelih di Mekah baik sebagai dam atau kurban.
Baghdad menjadi kota transit dan persinggahan favorit jemaah haji dari utara seperti Khurasan dan lain sebagainya. Sebagian menginap di tenda dekat masjid dan sebagian tinggal di rumah saudara mereka di Baghdad. Di Baghdad banyak orang ‘utara’ termasuk Ibnu Mubarak sendiri.
Di tengah jalan, Ibnu Mubarak dihadang seorang wanita yang menuntun dua orang anaknya. “Semoga Allah merahmatimu. Saya adalah perempuan syarifah (keturunan Rasulullah). Saya adalah perempuan miskin dan menanggung nafkah beberapa anak perempuan. Ini adalah hari keempat kami belum makan,” kata perempuan itu.
Ibnu Mubarak turun dari kudanya. “Syarifah mengenalku?” tanya Ibnu Mubarak.
“Aku mendengar nama besarmu sudah sejak lama.”
Ia tersentuh hatinya, tertutama melihat dua anaknya yang kurus dengan baju compang camping. “Cucu Rasulullah,” katanya dalam hati. Mengapa cucu Rasulullah tak dibantu sementara nanti Rasulullah akan membantu semua umatnya di hari kiamat.
Tak lama berpikir, uang lima ratus dinar ia berikan kepada syarifah itu. Ia memilih tak berhaji tahun ini demi membantu cucu-cucu Rasulullah. “Wahai Syarifah, pulanglah dan pergunakanlah uang ini untuk memenuhi kebutuhan keluargamu,” katanya.
Wanita itu kegirangan. Lima ratus dinar biusa untuk makan lima tahun dan sekaligus bayar kontarakan. “Allah membalas kebaikanmu tanpa hingga,” kata Syarifah.
Ibnu Mubarak dengan wajah berseri menyatakan tak berhaji tahun ini.
“Kenapa?” tanya isterinya.
“Tahun depan saja,” katanya. Ia tak bercerita membantu seorang syarifah miskin. Ia seolah plong hatinya setelah bersedekah uang haji itu. Ia melepas tamu-tamunya di Bab al-Bashrah. Kafilah dengan lebih tiga ribu jemaah meninggalkan Baghdad. Perjalanan memakan waktu sekitar dua bulan.
Enam bulan kemudian, Ibnu Mubarak menjemput Jemaah haji melalui Bab al-Bashrah.
“Selamat atas kepulangan dari haji. Semoga Allah menerima hajimu dan memberimu pahala atas ibadah haji yang telah engkau kerjakan,” ucapnya.
Hal yang membuat heran setiap ia mengucapkan selamat itu selalu dijawab ucapan yang sama: “Untukmu juga wahai Ibnu Mubarak, semoga Allah menerima hajimu dan memberimu pahala atas badah haji yang telah engkau laksanakan (bersama kami).”
Ibnu Mubarak lama terdiam hingga malam harinya ia seolah terjawab.
Ia bermimpi bertemu Rasulullah yang tamoak bahagia. Dalam mimpi Rasulullah berkata. “Wahai, engkau tidak perlu risau dan heran atas ucapan selamat orang-orang kepadamu atas ibadah yang tidak engkau laksanakan tahun ini. Engkau telah menolong orang yang sedang mengalami kesusahan dan memberikan bantuan kepada orang lemah. Untuk itu, saya memohon kepada Allah untuk membalasnya. Allah lalu menciptakan seorang malaikat dalam wujud dirimu dan malaikat itu setiap tahun akan menunaikan ibadah haji atas namamu. Untuk itu, jika engkau memang masih mau pergi haji silakan. Tidak pun, tak mengapa.”
Karena malaikat akan berhaji atas nama Ibnu Mubarak setiap tahun. Siapa tahu musim haji tahun ini kita bisa bertemu malaikat sebagai Imam Ibnu Mubarak.
Dikutip dari ‘Uyunul Hikayat’ karya Imam Ibnu Jauzi dari kisah ke 350, halaman 311, terbitan Darul Kutubil Ilmiyah. Dilengkapi data dari ‘Abdullah ibnu Mubarak Imam Al-Qudwah’ karya Syekh Usman Jamal, terbitan Darul Qalam, Damakus. (Musthafa Helmy)