NU dan Forum Pesantren se Bekasi Gugat Kebijakan Dzolim Gubernur KDM

0

RISALAH NU ONLINE, BEKASI – Puluhan tokoh, dan para pimpinan PCNU, RMI-NU, FPP, BMPS dan Pesantren-Pesantren se Kabupaten Bekasi ramai ramai meluruk kantor DPRD Jawa Barat pada Rabu (21/05).

Mereka di sambut Pimpinan DPRD Jawa Barat Acep Jamaludin, Anggota DPRD Jawa Barat FPKB Bro Rohadi, dan Anggota DPRD Kab. Bekasi Hasan Basri dan H. Boby.

Kedatangan para tokoh tersebut untuk audiensi sekaligus menggugat kebijakan Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM) terkait penyerahan ijazah secara sukarela oleh sekolah kepada semua siswa.

Kebijakan KDM dinilai sangat sembrono yang menimbulkan kegaduhan dan keresahan, khususnya bagi kalangan pesantren.

Kebijakan tersebut tidak melalui kajian komprehensif dan partisipatif. Melainkan spontanitas, intimidatif dan bersifat intuitif Gubernur Jawa Barat.

Apalagi, kebijakannya disertai ancaman kepada pesantren atau sekolah yang menolak kebijakan Gubernur, tidak akan menerima program BPMU dan pencabutan izin operasional.

Menanggapi hal tersebut, Ketua PCNU Bekasi, KH. Atok Romli Mustofa (Gus Atok), sangat menyayangkan kebijakan yang tidak berpihak pada kalangan pesantren. “Kebijakan tersebut adalah dzolim,” ujarnya dalam pers realis yang di terima Risalah NU Online.

Dikatakan Gus Atok, bahwa dampak dari kebijakan tersebut bagi pesantren tidak main-main, ada yang bersifat jangka pendek dan jangka panjang. Pesantren mendidik dan membina santri tidak hanya di sekolah, tetapi 24 jam. Jika dilihat menggunakan teori kebutuhan Abraham Maslow, artinya di sana ada kebutuhan fisiologis, keamanan, sosial, penghargaan dan aktualisasi diri yang sudah diberikan oleh pesantren kepada semua santrinya tanpa pandang bulu dan status sosial.

“Ada biaya yang sangat besar yang dikeluarkan pesantren secara mandiri untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Berbeda dengan sekolah negeri yang secara pembiayaan dipenuhi oleh pemerintah,” urainya.

Dalam jangka pendeknya, lanjut Gus Atok, pengelolaan pendidikan pesantren menjadi sangat terhambat. Para alumni dengan berbagai latar belakang berbondong-bondong datang ke pesantren, seolah-olah menyerbu untuk meminta haknya karena arahan pak Gubernur. “Sedangkan di sisi lain, ada hak pesantren yang tidak terpenuhi,” jelasnya.

Selain itu, kebijakan tersebut akan menimbulkan potensi banyaknya pesantren yang gulung tikar dalam waktu dekat karena masalah finansial. “Banyak kasus di Kabupaten Bekasi yang 1 pesantren saja sudah mengeluarkan 1-1.7 Milyar uang keluar yang belum dilunasi oleh para alumninya,” urai Gus Atok.

Menurutnya, ada masalah jangka panjang yang lebih serius, yaitu degradasi akhlak. Tidak ada lagi takdzim kepada guru dan pesantren karena seolah-olah pemerintah sedang mengadu-dombakan santri dengan pesantrennya yang menahan ijazahnya. “Orang tua dan santri tidak diajarkan tanggung jawab untuk memenuhi kewajibannya. Maka yang akan rusak adalah generasi bangsa. Tidak akan terwujud generasi emas yang dicita-citakan,” jelas Gus Atok.

Memang benar, semua rakyat Indonesia berhak menerima pendidikan secara gratis karena menjadi tanggung jawab sepenuhnya oleh pemerintah. Tapi, apakah pemerintah sudah dan mampu memenuhi kewajibannya tanpa peran sekolah swasta, khususnya pesantren?

“Kami yakin, Tidak. Pesantren yang sudah mendarah daging dan menjadi jati diri bangsa Indonesia mempunyai peran sangat fundamental dalam sistem pendidikan Indonesia, bahkan sebelum Indonesia itu ada,” tegas Gus Atok.

Menurutnya, data menunjukan bahwa negara hanya mampu menyediakan pendidikan gratis melalui sekolah negeri sebanyak 25-35% dari jumlah kebutuhan populasi yang ada. Sisanya? Tentu peran swasta sangatlah besar.

Oleh karena itu, melalui kegiatan audiensi dengan pimpinan DPRD Jawa Barat kami berharap bahwa ada dorongan dan eskalasi kepada Gubernur Jawa Barat untuk memperhatikan pesantren dan merevisi atau membuat pengecualian kebijakan terhadap pesantren. “Solusi dari masalah yang timbul akibat kebijakan tersebut mutlak dibutuhkan,” pinta Gus Atok.

(rls).

Leave A Reply

Your email address will not be published.