RISALAH NU ONLINE, JAKARTA – Rabu (21/04), Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa hukum melakukan hubungan sedarah (inses) adalah haram dan termasuk dosa besar dalam Islam.
“Al Qur’an secara tegas melarang hubungan seksual dengan mahram seperti ibu, anak, saudara kandung dan lain-lain. Ia adalah hal yang tercela dan termasuk dalam kategori perzinahan yang diharamkan,” kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Miftahul Huda.
Hal ini sebagaimana Firman Allah SWT dalam Qs An-Nisa ayat 23:
“حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ…”
Artinya: “Diharamkan atasmu (memperistri) ibu-ibumu, anak-anakmu, saudara-saudaramu…”
Kiai Miftah menambahkan, Allah SWT melarang umat Islam untuk mendekati zina, apalagi melakukan zina, karena itu adalah perbuatan yang keji dan jalan yang buruk.
Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam QS Al-Isra ayat 32:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةًۗ وَسَاۤءَ سَبِيْلًا
“Dan janganlah kalian mendekati zina, sesungguhnya itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”
“Zina dengan mahram (inses) jelas termasuk dosa besar, bahkan merupakan bentuk zina yang paling keji secara mutlak,” tegas Kiai Miftah.
Kiai Miftah menukil pernyataan Syaikh Ibnu Hajar Al-Haitami yang menegaskan bahwa inses adalah bentuk zina yang paling berat secara mutlak.
وأعظم الزنا على الإطلاق الزنا بالمحارم (الزواجر عن اقتراف الكبائر 2/301)
“Dan bentuk zina yang paling berat secara mutlak adalah zina dengan mahram.” (Zawajir ‘an Iqtiraf al-Kaba’ir, 2/301).
Kiai Miftah mengungkapkan para ulama fiqih berbeda pendapat tentang bentuk hukumannya. Mayoritas ulama berpendapat bahwa pelaku zina dengan mahram dihukum seperti pezina dengan wanita asing (bukan mahram).
Namun Imam Ahmad bin Hanbal -dalam satu riwayat- berpendapat bahwa hukumannya adalah hukuman mati, baik pelakunya sudah menikah (muhsan) maupun belum, dan hartanya diserahkan kepada Baitul Mal kaum Muslimin.
Beberapa hadis yang menjadi landasan pendapat ini diantaranya:
Dari Al-Bara’ RA, ia berkata:
“Aku bertemu dengan pamanku, bersamanya ada panji. Aku bertanya kepadanya: ‘Mau ke mana engkau?’ Ia menjawab: ‘Rasulullah ﷺ mengutusku kepada seorang laki-laki yang menikahi istri ayahnya, dan beliau memerintahkanku untuk memenggal lehernya dan mengambil hartanya.” (HR. Abu Dawud)
Juga diriwayatkan dalam sebuah hadis bahwa Nabi bersabda:
قال رسول الله ﷺ: «من وقع على ذاتِ محرمٍ فاقتلوه»
“Barang siapa berbuat zina dengan perempuan mahramnya, maka bunuhlah dia.”
(HR. Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Al-Hakim; Al-Hakim berkata: shahih namun tidak diriwayatkan keduanya)
“Secara umum, hukum zina mahram adalah haram dan berdosa besar. Bagi pelaku belum menikah, dikenai hukum cambuk dan pengasingan, dan yang sudah berpasangan (muhshan) dikenai hukuman rajam atau hukuman mati menurut satu riwayat dari Imam Ahmad, sebagaimana hadis-hadis yang telah dijelaskan,” terang Kiai Miftah.
Kiai Miftah menjelaskan bila merujuk kepada hukum zina dalam KUHP (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023) Pasal 411 UU 1/2023: “Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta.”
Sementara itu, jika perbuatan tersebut disebarkan di media sosial, Kiai Miftah menegaskan bahwa dosa pelaku bertambah karena menyebarkan fitnah dan kemaksiatan secara terang-terangan.
“Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk bertaubat nasuha dengan sungguh-sungguh agar mendapatkan ampunan Allah dan terhindar dari siksa di dunia dan akhirat,” tutupnya.
SEBABKAN CACAT GENETIK
Wakil Ketua LK-MUI Dr.dr. Bayu Wahyudi SpOG.MPHM.MKes.MM (RS) menyatakan perkawinan inses dari sudut pandang dan data yang ada di bidang Kesehatan, banyak mengandung kerugian dan resiko yang lebih besar bahayanya dalam kesehatan dibanding perkawinan dengan tidak sedarah.
“Jadi perkara perkawinan sedarah (inses) di antara keluarga sendiri bisa ibu dengan anak, bapak dengan anak, kakak dengan adik, yang masih ada hubungan darah,” kata dia kepada MUIDigital, Senin (19/5/2025).
Dokter Bayu menjelaskan manusia secara harfiah mempunyai genetik yang diturunkan, di mana dalam perempuan itu ada kromosomnya XX berjumlah 23, sementara laki-laki kromosomnya XY berjumlah 23.
“Jadi perkawinan itu menghasilkan 46 kromosom, kalo kromosomnya menghasilkan Y, itu berarti XY menjadi laki-laki, kalo XX menjadi perempuan,” jelasnya.
Dokter Bayu menjelaskan bahayanya pernikahan inses sudah diungkapkan oleh berbagai jurnal dan kenyataan ilmiah. Secara ilmiah, perkawinan inses akan menghasilkan kecacatan genetik.
Pada satu keluarga yang kawin inses bila anak-anaknya ada yang membawa sifat (carier) walau tampak sehat tapi secara genetik pembawa sifat (genetik), misalnya pada penyakit Thalasemia pada anaknya yang sesama membawa sifat (carier) kawin, maka secara genetik akan menghasilkan anaknya yang berpenyakit Thalasemia. Demikian juga dengan penyakit bawaan lainnya.
Kemudian akan ada penyakit-penyakit lain seperti daya tubuh akan terganggu atau autoimun.
“Jadi mudah terserang penyakit karena daya tahan tubuh tidak kuat. Dari keadaan yang ada, banyak sekali penelitian yang ada menyebabkan hemofilia (penyakit darah yang tidak beku),” sambungnya.
Dokter Bayu mengungkapkan hasil perkawinan inses juga dapat menyebabkan penyakit rahang khas ‘Habsburg’, di mana rahang orang yang perkawinan inses menonjol, sehingga sulit berbicara. Hal ini banyak terjadi di Spanyol pada tahun 1400-170an karena penduduknya banyak melakukan perkawinan inses.
Kemudian, perkawinan inses dapat menyebabkan kecacatan tengkorak karena memiliki tengkoraknya dalam bentuk yang lain. Selain itu, perkawinan inses dapat menyebabkan kakinya menyatu seperti burung unta, seperti yang pernah terjadi di Zimbabwe.
Kemudian, dari hasil penelitian menunjukkan, perkawinan inses dapat menyebabkan anak-anaknya mengalami mikrosefali, yaitu kepala dan tulang-tulangnya kecil, seperti yang pernah terjadi di Pakistan.
Selain itu, perkawinan sedarah dapat menyebabkan anak-anaknya mengalami bibir sumbing, sehingga sulit bicara dan makan, seperti yang terjadi oleh Raja Tutankhamun di Mesir.
Kemudian, penelitian di Mayo Clinic Amerika Serikat mengungkap sejumlah penyakit tertentu seperti kakinya pengkor, otot tulangnya memendek, sehingga sulit berjalan, ternyata merupakan hasil perkawinan sedarah.
Bayu mengungkapkan ada populasi tertentu di Afrika, terjadi albino, yang ternyata sebagian itu disebabkan oleh perkawinan sedarah. Hal ini disebabkan karena melanin di tubuh berkurang, sehingga menyebabkan mata, rambut dan kulitnya putih, tidak hitam.
“Kemudian ada beberapa penelitian di daerah tertentu berdasarkan jurnal, ada yang mukanya tidak simetris. Artinya mukanya miring. Bisa mulutnya miring, matanya tidak sama, tidak lebih lebih tinggi, ada yang lebih rendah, kupingnya memiliki letak tidak stabil,” ungkapnya.
Kemudian, lanjutnya, penelitian dilakukan di Lancaster Pennsylvania Amerika Serikat, diteliti setelah melihat banyak anak-anak yang cenderung kerdil (gagal tumbuh), setelah diteliti dan ditelusuri bahwa orang tua mereka melakukan kawin inses.
‘’Dari journal dan laporan penelitian di berbagai belahan yang menyebar di seluruh dunia bahwa disebutkan banyak kejadian perkawinan yg dilakukan antar keluarga (inses) mempunyai keturunan yang kurang sehat baik dalam perkembangan, pertumbuhan fisik, mental dan psikologis,’’ ungkapnya.
Bahkan, dokter Bayu menyebut dari hasil perkawinan inses banyak ditemukan keturunan yang cacat seperti Microcephaly ( kepala dengan otak yg kecil ), Cacat Tulang Tengkorak , Kelainan Rahang, Anggota Badan menyatu (kaki mirip kaki burung unta), Bibir dengan langit-langit sumbing ( Palato Labio Schizis), kaki Pengkor , Kulit Bular ( Albino) , Tulang belakang miring dan bahu miring ( Skoliosis) , Asimetris wajah, Infertil ( mandul) keturunan nya , Gangguan sistem imun tubuh, dan lain-lain.
‘’Sehingga sebaiknya tidak melakukan kawin inses karena secara kesehatan baik, fisik, mental dan sosial secara umum lebih beresiko menghasilkan keturunan yang kurang baik dibandingkan yang kawin bukan Inses,’’ tegasnya.
Dokter Bayu menerangkan, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai mayoritas penduduknya yang beragama Islam memberikan masukan dari perspektif Islam, bahwa perkawinan sedarah atau inses hukumnya haram (dilarang).
Hal ini karena perkawinan sedarah dianggap melanggar kaidah-kaidah syariat Islam yang bertujuan menjaga kehormatan diri dan keluarga, serta mencegah efek negatif pada keturunan.
‘’Perkawinan sedarah dilarang baik dalam hukum Islam maupun hukum negara. Dalam Islam, larangan ini didasarkan pada prinsip menjaga hubungan keluarga dan mencegah kerusakan pada generasi mendatang,’’tutupnya. (hud/rls).