PCNU, Pesantren se Bekasi Desak Gubernur KDM Cabut Surat Edaran Percepatan Penyerahan Ijazah

0

RISALAH NU ONLINE, BEKASI – Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Bekasi beserta para pimpinan pesantren menghadiri Rapat Gabungan yang diadakan oleh DPRD Provinsi Jawa Barat, Selasa, 27 Mei 2025 di Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat.

Turut hadir Pimpinan DPRD Jawa Barat Acep Jamaludin, ketua Komisi V H. Yomanius Untung, PLT Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat, Kepala BAPEDA Jawa Barat, Kepala Biro Hukum dan Kesra Jawa Barat, Ketua PCNU Kabupaten Bekasi, Ketua Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Jawa Barat, Forum Pondok Pesantren (FPP) Jawa Barat, LP Maarif Jawa Barat, RMI Jawa Barat, Pergunu Jawa Barat, PGRI Jawa Barat, MKKS Jawa Barat, FKDT Jawa Barat dan JPPI Jawa Barat

Dalam rapat gabungan tersebut membahas mengenai kebijakan Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM). Rapat gabungan telah menghasilkan beberapa keputusan. Pertama, mendesak Gubernur untuk segera mencabut Surat Edaran. Kedua, kebijakan penyerahan Ijazah harus berdasarkan payung hukum yang jelas, seperti Peraturan Gubernur, bukan Surat Edaran. Ketiga, kebijakan sembrono, tidak partisipatif, tidak berkekuatan hukum dan intimidatif.

Ketua PCNU Kabupaten Bekasi, KH Atok Romli Mustofa (Gus Atok) menambahkan hasil telaahnya yang menjadi keputusan bersama, bahwa PCNU dan Pesantren-pesantren di Kabupaten Bekasi tidak pernah mempermasalahkan dana hibah. Tetapi hak yang belum dibayarkan oleh wali murid. “Catatan kelima, BPMU tidak bisa dijadikan alat ancaman untuk menyerahkan ijazah,” tegas pengasuh utama Pesantren Nurul Huda Bekasi itu.

Sementara itu, PLT Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat, Deden Saepul Hidayat mengakui bahwa provinsi Jawa Barat tidak mampu secara finansial untuk membayarkan semua tunggakan peserta didik di lembaga-lembaga sekolah swasta dan pesantren. Surat Edaran No.3597/PK.03.04.04/SEKRE yang ditunjukan kepada SMK/SMA/SLB Negeri dan Swasta se-Jawa Barat tentang Percepatan Penyerahan Ijazah atas arahan Gubernur Jawa Barat.

Menurutnya, kebijakan tersebut menimbulkan efek kerusakan di sistem pendidikan Jawa Barat yang luar biasa. Alih-alih bertindak sebagai seorang pembina dalam sistem pendidikan, Gubernur Jawa Barat justru menunjukan sikap premanisme berdasi berkedok pahlawan. Sekolah yang tidak menuruti kebijakan diancam tidak akan menerima Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU) bahkan pencabutan izin operasional.

“Selain kebijakan yang intimidatif, efek dari kebijakan tersebut adalah hilangnya moral dan rasa tanggung jawab peserta didik dan orang tua murid. Padahal moral dan tanggung jawab adalah dua karakter dan nilai penting yang harus dimiliki oleh peserta didik,” ujarnya.

Ditambahkan Ketua P3M, Agus Muhamad menyampaikan bahwa kebijakan Gubernur merupakan kebijakan yang sembrono dan tidak ada kajian mendalam. “Tidak layak jadi kebijakan yang harus ditaati oleh sekolah, karena dasar kebijakannya pun hanya Surat Edaran dan pernyataan Gubernur di akun Youtube pribadinya,” ujarnya.

Koordinator JPPI Jawa Barat, Zaky Mubarok, berpendapat bahwa kebijakan ini akan menambah jumlah anak putus sekolah karena daya tampung sekolah Negeri SMK dan SMA hanya 36% saja. Artinya Jabar akan kembali menempati pringkat pertama untuk provinsi dengan jumlah putus sekolah tertinggi di Nasional.

“Kebijakan yang bersifat populis, tapi tidak menyelesaikan masalah pendidikan apapun. Justru menimbulkan masalah baru yang serius,” tukasnya.

KH. Nurhayadi selaku pengasuh Pesantren Sirojul Ummah Bekasi mengungkapkan bahwa ini merupakan upaya para ulama mendampingi dan memberikan nasihat pada umaro untuk bersikap adil dalam membuat kebijakan, khususnya dalam bidang pendidikan (rls)

Leave A Reply

Your email address will not be published.