Tahun Baru Hijriah

0

KHM Iljas

Kiai Haji Muhammad Ilyas –bersama KH Wachid Hasjim, tercatat sebagai koresponden majalah Berita NU untuk daerah Jombang, tempat ia mengabdi selama ini di Pondok Pesantren Tebu Ireng, yang diasuh pamandanya KH Hasyim Asy’ari. Kiai Ilyas kemudian tercatat sebagai Menteri Agama, Menteri Penghubung Alim Ulama dan Duta Besar RI untuk Arab Saudi.

Ulama kelahiran Probolinggo 2 Februari 1911 dan wafat 1970 ini menulis di majalah Berita NU edisi tahun 1354 H atau tahun 1936 M. (*)

Satu bulan lagi telah lalu, tahun 1354 telah habis, kita melangkah masuk ke tahun baru, tahun 1355. Sudah 1354 tahun berselang junjungan kita Nabi Muhammad s.a.w. me- ninggalkan kota Mekkah, menempuh segala kesusahan dan kepayahan hanya dengan seorang yang amat setia kepadanya, ialah sahabat Abubakar Siddik, menuju ke Madinah, dan sekian lamanya pula, permulaan hitungan agama Islam, mengibarkan bendera kemenangan, dengan memperluaskan pelajarannya yang tinggi itu, ke seluruh dunia. Dan pada bulan yang lalu ini, di masa tiga belas abad setengah kebelakang agama Islam mulai berpengaruh dan diakui oleh seisi alam, sebagai agama Tuhan yang suci untuk selama-lamanya.

Maka sepatutnyalah pada permulaan tahun ini, kita ummat Islam bermenung sebentar, menengok ke belakang, mengingat betapa beratnya kesengsaraan, banyaknya rintangan dan sulitnya jalan yang ditempuh oleh Nabi kita. Dengan mengorbankan tenaga dan pikiran, untuk membela agama jang suci, agama yang memancarkan kesejahteraan bagi hamba Allah seumumnya, mulai di dunia sampai di akhirat.

Tiga belas tahun, sebelum Nabi pindah ke Madinah, beliau mendapat perintah Allah, bahwa sudah sampai masanya untuk mulai menyiarkan pelajaran agama yang mulia itu, maka sebagai tanda kebenaran agama dan memperkuatkan pengakuan bahwa beliau menjadi Pesuruh Allah, dikurniakan kepadanya beberapa hal yang luar biasa, atau yang kita namakan mukjizat; misalnya: pembelahan bulan menjadi dua, batu menjadi lunak seperti bubur, air sepinggan cukup diminum orang beberapa ratus (terutama Al-Quran yang menjadi pedoman alam-Red Berita NO), dan sebagainya. Sebagian besar orang-orang kafir waktu melihat kejadian-kejadian tersebut, bukan hanya mereka tidak percaya, akan tetapi mereka selalu berpendapat, bahwa Nabi itu, seorang yang pandai sihir; akan tetapi ada juga orang-orang kafir yang mempercayai beliau, bukan karena mukjizat; akan tetapi kare- na memandang kepada perangai Nabi yang luar biasa itu dan diakuinya lebih berarti dari pada mukjizat-mukjizatnya, se- bab mereka si kafir tiada bisa membedakan antara mukjizat dari perbuatan tukang sihir. Adapun perangai, bisakah kepandaian sihir mengubah perangai yang buruk dijadikan baik? Meskipun bisa seandainya, itu pun tak sunyi dari guna dan faedah kepada umum, yang mereka terpaksa mengakui kebaikannya. Di sini saya rasa perlu bentangkan setengah dari akhlak Nabi, sekedar menjadi contoh, walaupun dengan singkat.

Bahwa kebenaran (haq) tak mungkin dikalahkan oleh kekeliruan (batal), maka beliau tiada takut mengajak mereka supaya meninggalkan batu-batu yang dipujanya itu, sedangkan mereka itu suatu golongan yang akan disentuh yakni disinggung. Beliau bersabda kepada mereka: Hai orang Quraisy, tak lama lagi kamu akan mengetahui siapa yang

cinta.

 

Pemurah Hati

Penganiaan dan penghinaan orang kafir, dan beberapa kesangsaraan dari mereka, diterimanya dengan hati yang tenang; bahkan kadang-kadang batu dilemparkan kepadanya, akan tetapi perbutan mereka yang bengis itu dibalasnya dengan mendoa: “Ya Allah, ampunilah kaumku ini, sebab mereka tiada mengetahui”. Luas fikiran, besar pengharapan dan keras kemauan. Demi seorang keseorang yang menjadi pengikutnya, dengan susah payah yang tak terhingga, selama 13 tahun. akan tetapi sedikitpun batinnya yang tulus dan ikhlas itu tidak merasa bosan atau putus asa, hingga datang masanya berpindah ke Madinah, yang di situ sudah banyak orang Islam yang menunggu kedatangannya. Beberapa rintangan yang dialami di jalan, akan tetapi dengan kemauan yang keras itu demi selangkah tidak bisa diundurkan dari yang ditujunya. Di Madinah didapatnya pengikut-pengikut yang amat setia, yang dari kesetiaannya itu mereka dinamakan Ansor. Tak seberapa lama kemudian Nabi beserta mereka menuju ke Mekkah dengan tidak ada pengaliran darah, orang-orang kafir penduduk Mekkah menyerahkan diri semua, dan dikumpulkannya mereka itu berhadapan dengan Kakbah. Akan dibunuhkah mereka itu? Akan membalas dendamkah kedatangan Nabi dengan balatentaranya yang gagah perkasa itu? Tidak! Dengan belas kasih, Nabi berdiri menghadapi mereka yang dahulu menganiayanya itu, seraya bersabda: “Lupakah kamu, siapa saja?”

Dengan suara yang gemetar terdengar jawab mareka: “Tidak, kami sekalian tidak lupa, Tuan saudara kami yang termulia”. Maka Nabi bersabda pula:”Bubarlah kamu sekalian dengan merdeka!” Sesudah itu tertarik rupanya hati orang kafir penduduk Mekkah, sehingga mereka memeluk agama Islam dengan sukacitanya dan menjadi pengikut seorang yang dahulunya amat dibencinya.

Jika tersiarnya agama dengan leluasa itu, dimulai dengan pindahnja Nabi ke Madinah, maka sepatutnyalah masa itu dijadikan permulaan perhitungan tarikh Islam, agar supaya sering diperingati dan diperhatikan oleh segenap umat Islam, pada permulaan tiap-tiap tahun yang baru datang, maka diïngati pula beberapa kejadian yang penting-penting di masa itu!

Sebagai penutup saya ucapkan: Tahun 1354 sudah silam untuk selama-lamanya, sekarang kita menghadapi tahun 1355. Mudah-mudahan kita umat Islam seumumnya, dilindungi oleh rachmat Tuhan Yang Esa, dan anggota NU khususnya dan umat Islam umumnya dihindarkanlah kiranya dari gelombang perselisihan, dengan mendapat petunjuk ke jalan kesedaran dan keinsyafan.

Begitu pula B. N. O (Berita Nahdlatul Oelama) mudah-mudahan hiduplah dengan subur. Amin!! Allahumma Amin! Doanya kurang satu, yaitu moga-moga langganan B. N. O (tidak cuma baca saja, Red BNO.)

 

Mochammad Iljas

Leave A Reply

Your email address will not be published.