NU memang dekat dengan selawat. Bacaan selawat menjadi wirid harian warga NU, terutama kalangan ulamanya. Membaca selawat sudah semacam kewajiban. Setiap habis subuh dan Asar dibaca sepuluh kali selawat yang tak pernah tertinggl dan dijazahkan oleh para kiai kepada santrinya.
Selawat apa saja? Selawat favorit adalah salawat Nariyah. Dibaca setidaknya tiga kali atau sepuluh kali setelah salat lima waktu. Kalu ada hajat khusus biasa dibaca 41 kali atau bahkan sampai 4.444 kali. Ada juga salawat Tafrijiyah. Selawat Thibblil Qulub, bahkan kemudian selawat badar yang bisa sekalian didendangkan secara ramai-ramai.
Ketika terjadi jalan buntu di tengah muktamar atau rapat-rapat NU, maka selawat menjadi pemecah kebuntuan itu. Ketika Muktamirin pada Muktamar NU ke 28 di Yogyakarta mengalami kebuntuhan dan ricuh, maka seorang lantas naik ke mimbar dan memimpin bacaan selawat Badar. Selawat Badar karya KH Ali Manshur Shidiq (kemenakan KH Ahmad Siddiq) itu menggema dan meneduhkan semua.
Hampir semua ulama NU, termasuk Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari, KHA Wahab Hasbullah dan KH Bisri Sansuri, senantiasa mengamalkan selawat Dalailul Khairat karya Imam Jazuli. Begitu juga Burdah Al-Buishiri, bacaan selawat yang dihimpun Syekh Salim Nabhan atau Syekh Ahmad Qusyairi dalam Al-Wasilatul Hariyah menjadi bacaan Nahdliyin, terutama para pimpinan dan ulamanya.
Pemilu 1955, pertama kali diikuti Partai NU menempatkan dirinya menjadi pemenang ketiga setelah PNI dan Masyumi. Nah, pada Pemilu 1971 yang gerakan NU dibatasi dan bahkan hampir semua partai tak ‘begitu dikehendaki’ untj menang, NU masih bisa menjadi pemenang kedua (18,67% dengan 58 kursi) dari 10 partai yang bertarung. NU dikalahkan Golkar dengan selisih yang sangat jauh, 62,8% atau 236 kursi. PNI dapat 6,9% dan Parmusi (wajah lain Masyumi) dapat 5,3%.
Apa rahasianya? Pada setiap kampanye Partai NU selalu diselingi selawatan. Pembacaan kitab maulid Dibai, Azabi atau Barzanji menjadi pembuka setiap acara NU. Di antaranya selawat yang dikarang Haji Zainul Arifin Ghufrani pengurus PCNU Tegal, Jawa tengah yang ditulis dalam dua Bahasa: Arab dan Jawa. Selawat itu diberi judul ‘Selawat Kemakmuran Jagat’ yang dimuat dalam majalah LINO edisi tiga terbitan pertengahan bulan Mei 1971.
Begini bunyinya:
Shalli wasallim daiman ‘ala ahmada (ya Allah selawat dan rahmat seterusnya untuk Ahmad), wasallimna minal ahwali wal afat (dan selamatkan kami dari bencana dan malapetaka).
Aduh Gusti mugi mugi paring rahmat (Wahai Tuhan limpahkan rahmat), dateng Nabi Muhammad pemimpin jagat (kepada junjungan Nabi Muhaamd sang pemimpin dunia).
Kita kabih pada ngaku dadi umat (kita semuamengaku menjadi umat), Nabi Muhammad penuntun jagat (Nabi Muhammad panutan dunia).
Mula kita manut tunduk serta taat (maka seharusnya kita ikuti dan taat), perintah Nabi Muhammad penerang jagat (pada perintah Nabi Muhammad yang menjadi penerang dunia).
Uga para keluarga lan sahabat (juga rakmat untuk para keluarga Nabi dan para sahabatnya), lan para mujahidin seluruh jagat (juga untuk para mujahid di seluruh dunia).
Ya ahla waritsay ulama karamah (wahai pewaris ulama karamat), kang tansah berjuang lumakuning jagat (yang selau berjuang di atas dunia).
Sebab pada nampa lan ngemban amanat (sebab semua mengemban dan menerima amanat), kanggo ketenteraman kemakmuran jagat (untuk kemakmuran dan ketenteraman dunia).
Mbela keadilan lan kebenaran rakyat (membela keadilan dan kebenaran rakyat), demi keselamatan perdamaian jagat (demi keselamatan dan perdamaian dunia).
Imam pejuangan melihkang tepat (imam perjuangan yang tepat), ulama kang kumpul ada simbul jagat (yaitu ulama yang berhimpun dalam simbul bola dunia/NU).
Kita pingin selamat dunia akhirat (kita ingin selamat dunia dan akhirat) suk pilihan umum toblos gambar jagat (nanti pada pemilihan umum coblos tanda jagat/lambing NU). (Musthafa Helmy)