Ibroh Haji Remaja: Mahira Syifa, dan Umar Muda Penguasa 38 Negara

0

 

 

قدم وفد على عمر بْن عَبْد الْعَزِيز وَكَانَ فيهم غلام فأخذ يخطب فَقَالَ عُمَر: الكبر الكبر فَقَالَ الغلام: يا أمير الْمُؤْمِنيِنَ لو كَانَ الأمر بالسن لكان فِي الْمُسْلِمِينَ من هُوَ أسن منك فَقَالَ: تكلم. فسأل عمر عن سن الغلام، فقيل: عشر سنين. فعجب من فصاحته.

 

Sebuah delegasi datang menghadap Khalifah Umar bin Abdil Aziz r.a. Seorang remaja di antara mereka mengawali pembicaraan. Tapi Khalifah yang merupakan cicit Sahabat Nabi Umar bin Khottob itu, memotong. “Silakan yang lebih tua bicara (duluan),” katanya.

 

Anak muda itu menukas, “Wahai Presiden Kaum Beriman! Jika sebuah urusan diserahkan kepada seseorang karena pertimbangan usia, maka banyak dari kaum muslimin yang jauh lebih berhak jadi khalifah dari pada Anda!” Khalifah kaget. Ia menatap penuh takjub. “Kalau begitu, silakan dilanjut!”

 

Ketika hendak pamit, Khalifah bertanya kepada salah seorang yang dituakan. “Fasa-ala ‘Umar ‘an Sinnil Ghulaam.” Faqiila, ‘ Asyro Siniin.” (Maka Umar bertanya berapa usia anak itu. Lalu dijawab, “Sepuluh tahun.” Dan Umar tercekat. Dia kagum atas dengan cara pemuda berbicara.”

 

Presiden Muda

 

Kita tahu siapa Umar bin Abdil Aziz. Khalifah kebanggan wangsa Umayyah. Demikian menjulang reputasinya, hingga dijuluki sebagai Al Khulafaur Rasyidin kelima. Diangkat menjadi khalifah di usia yang masih sangat muda; 37 tahun menggantikan Sulaiman bin Abdil Malik.

 

Cakupan kekuasaan Khalifah Umar II (Umar bin Abdil Aziz) meliputi teritorial yang sangat luas. Wilayah-wilayah itu menyebar hingga di 38 negara-negara modern saat ini atau menjadi bagian dari negara itu. Imperium Umayyah berakhir usai direbut wangsa Abbasiyah. Umar memimpin dalam kurun waktu yang pendek, kurang lebih dari 30 bulan.

Baca Juga :  Jika Sengaja Tak Taat, Siapa pun Bisa Terjebak Tarikan Sentrifugal Ka'bah

 

Kekuasaan Umar meliputi Saudi Arabia, Yaman, Oman, UAE, Qatar, Iraq, Bahrain, Kuwait, Iran, Pakistan, Armenia, Turkey, Afghanistan, Turkmenistan, Tajikistan, Azerbaijan, Uzbekistan, China, Syria, Cyprus, Lebanon, Jordania, Israel, Libya, Palestine, Egypt, Kirgistan, India, Tunisia, Georgia, Kazakhstan, Algeria, Moroko, Portugal, Spanyol, Prancis dan Andorra.

 

*****

 

KISAH dalam kitab Risalah Qusyairiyah, hal: 315, Jilid 1, karangan Imam al Qusyairy an Naisyabury, terbitan Daar El Kutub El Elmiyah, Beirut, jadi segar kembali setelah tim MCH Makkah bertemu Mahira Syifa. Seorang anak usia muda. 18 tahun lewat 10 bulan. Bersama ibunya, Hasnawati Lawas, Mahira tinggal di Sektor 10, Al Masfalah.

 

Mahira didaftarkan sebagai calon haji sejak usia 12 tahun. Jika pada angka itu ia sudah aqil baligh, maka Mahira sudah mukallaf; terkena kewajiban. Memenuhi ukuran istitha’ah; mampu mengerjakan haji. Standar kemampuan, belakangan jadi salah satu prasyarat yang sangat menentukan. Indonesia menetapkan angka 18 tahun sebagai usia minimal.

 

Mahira beruntung lahir dari keluarga berkecukupan dan peduli pendidikan, khususnya agama. Mahira mulai hafal satu dua ayat Al-Qur’an sejak di kelas 2 MI/SD. “Alhamdulillah. Untuk Fahmil Qur’an, juara harapan nasional,” kata dia di samping ibunya. Saat ini, Mahira sudah menghafal 30 juz Al-Qur’an.

Saat MCH memintanya murottal, Mahira melakukan dengan baik. Makharijul huruf-nya pas, waqaf-nya tepat, tajwid-nya memadai. Selain senang bisa haji di usia muda, Mahira juga punya hasrat pribadi. Ia berharap anak-anak muda yang telah “mampu”, bisa mendahulukan “wisata ruhani” (haji) ini dari pada wisata lain.

 

Gairah Mahira atas agama adalah gairah yang “aneh” di era yang kian bergantung pada rente digital, produk sains dan teknologi. Dunia ketika anak manusia kehilangan sisi kemanusiaan akibat kian massifnya manfaat artificial intelligence (AI). Situasi yang bisa mendesak agama tersudut ke lorong-lorong sempit peradaban.

Baca Juga :  Tanpa Visa Haji, Potensial "Haji Ghasab"

 

Di tanah haram, peradaban manusia dimulai. Dan peradaban itu bermula dari peran besar seorang anak muda. Anak muda yang namanya jadi simbol penaklukan ego, hedonisme dan konsumerisme serta sikap mementingkan diri, menjadi simbol ketaataan atas suara agama. Dia adalah Ismail As. (*)

 

 

 

Ishaq Zubaedi Raqib –MCH Daker Makkah Al Mukarramah

Leave A Reply

Your email address will not be published.