RISALAH NU ONLINE, JAKARTA – Keluarga Besar Al-Azhar Kairo melakukan kunjungan ke markas Ormas-ormas Islam di Indonesia. Rombongan yang pimpin Wakil Grand Syekh Al-Azhar Kairo (Wakil GSA) Prof. Dr. Mohammed Abdel Rahman Ad Duweiny kali pertama berkunjung ke kantor PBNU dan MUI di Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat. Selasa (25/06).
Saat sowan PBNU, rombongan langsung di sambut Ketua Umum PBNU KH. Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya). Pertemuan yang dilaksanakan di gedung PBNU, lantai 3 sejak pukul 11.00 WIB. Pertemuan membahas masalah pendidikan dan beasiswa untuk pelajar NU.
Ketua PBNU Ulil Abshar Abdalla, mengatakan, dalam pertemuan itu membahas berbagai macam hal diantaranya terkait peningkatan kerja sama di bidang pendidikan. Tema ini dibahas mengingat sebagian besar anak-anak yg bersekolah di Al Azhar adalah anak-anak yang berlatar belakang Nahdliyyin.
“Kita berusaha untuk mempererat hubungan ini, meningkatkan jumlah mahasiswa NU yang kuliah di Al Azhar,” ujarnya.
Selain itu, ada rencana kerja sama untuk mendirikan pusat pendidikan bahasa arab. Keinginan PBNU tersebut dilandaskan pada adanya kurikulum khusus pendidikan atau pengajaran bahasa arab bagi orang asing yang telah lebih dulu dimiliki oleh Al-Azhar Kairo.
“PBNU tertarik untuk mendirikan pusat bahasa ini untuk mengkader ulama-ulama kita yang bisa berbicara dalam bahasa Arab modern, jadi kita pingin punya ulama-ulama yang fasih berbicara bahasa arab termasuk pimpinan-pimpinan kita nanti sehingga kita lebih bisa menyuarakan Islam Indonesia ke Timur Tengah,” ungkap Gus Ulil.
“Karena bagaimanapun harus diakui pengetahuan orang Timur Tengah tentang Islam di Indonesia sebetulnya belum terlalu banyak,” tambahnya.
Sambangi MUI
Pasca dari PBNU, rombongan Al Azhar melanjutkan kunjungan ke kantor MUI. Prof. Dr. Mohammed Abdel Rahman menyampaikan tiga poin. Pertama, turos atau kitab-kitab klasik merupakan warisan keilmuan Islam “Al Azhar mempunyai pengalaman lebih dari 1000 tahun tanpa berhenti dalam menjaga, mengembangkan, dan menyebarkan warisan keilmuan Islam,” beber Syekh.
Menurut dia, turos bukanlah sebab kemunduran umat Islam. Justru sebaliknya, ia bagian dari harta warisan paling berharga umat Islam Dalam menjaga jati diri dan menguatkan generasi penerus untuk terus berpegang teguh kepada pemahaman agama yang benar, yaitu kepada Alquran dan sunnah.
Kedua, Al-Azhar dalam menjaga dan mengembangkan turos. “Pemahaman terhadap Turos harus juga dibarengi oleh kesadaran akan dinamika perkembangan keilmuan dan keadaaan umat saat ini,” tegas Wakil Grand Syekh Al-Azhar Kairo ini.
Di hadapan pimpinan MUI serta para perwakilan ormas Islam tersebut, Syekh Ad-Duwaini menyampaikan pemahaman yang baik terhadap Turos sebagaimana yang dilakukan oleh Al-Azhar dapat melahirkan pandangan yang wasathi. Di samping itu, lahirnya kemampuan untuk bersinergi dan menghormati pendapat orang atau kelompok lain.
Sebab, menurut dia wasathiyah bukanlah sebuah slogan dan pemanis bibir saja. Wasathiyah adalah konsep yang berakar kuat dari pemahaman yang benar, dijaga, dikuatkan, disinergikan dan disebarkan oleh para ahli yang mengaku wasathi.
Adapun dalam konteks yang dimaksud adalah peran yang juga digawangi oleh MUI sebagai payung besar ormas Islam di Indonesia. Oleh karenanya, pemahaman para alim ulama terkait Turos sangatlah penting.
“Ketiga, penyesuaian masa kini, berdasarkan keilmuan turos tersebut dengan melihat perkembangan yang terjadi sekarang,” jelasnya. (yd/rls).