Meningkatkan Peran Diplomasi Pertahanan Indonesia dalam Upaya Penyelesaian Konflik di Semenanjung Korea

0

Konflik yang terjadi di Semenanjung Korea akhir-akhir ini kembali memanas di wilayah perbatasan antara negara Korea Selatan (Korsel) dan Korea Utara. Usai pemerintah Korea Utara mengirimkan 5000 balón udara yang berisikan limbah dan sampah ke wilayah Korea Selatan, yang sudah berlangsung sejak bulan Mei. Hal ini diyakini sebagai balasan atas gencarnya siaran radio pemerintah Korea Selatan di wilayah perbatasan, yang dianggap mengganggu stabilitas Korea Utara.

Hal ini karena dalam setiap siaran propagandanya, pemerintah Korsel kerap mempropagandakan kisah sukses orang Korea Utara yang berhasil melarikan diri ke wilayah Selatan. Sebelum ini, pemerintah Korea Utara juga meluncurkan misil balistik Hwasongpho-11 yang menurut media pemerintah, mampu menjangkau hingga 500 km dari lokasi rudal diluncurkan. Hal yang tentu saja membuat pemerintah Korea Selatan geram.

Memanasnya konflik antara kedua negara ini, walaupun bukanlah hal baru, namun diyakini dapat membuat situasi geopolitik di Asia pasifik akan semakin memanas. Kita tahu di wilayah tersebut, situasi juga tengah memanas antara pemerintah Tiongkok dengan Taiwan, dan juga bagaimana Konflik Laut Tiongkok Selatan antara pemerintah Tiongkok dan beberapa negara di Asia Tenggara seperti Vietnam dan Filipina, belum menunjukan tanda-tanda akan berakhir.

Bukan tidak mungkin juga konflik di semenanjung Korea ini juga akan membuat situasi global semakin panas yang berujung kepada Perang Dunia III, setelah bagaimana kita melihat Peperangan antara Rusia dan Ukraina yang belum berakhir dan juga terus memanas dan tentu saja, agresi besar-besaran Israel di Jalur Gaza, yang kini meluas ke Tepi Barat yang juga terus memanas pasca peristiwa 7 Oktober. Keterlibatan Hizbullah dan Iran bahkan bisa membuat peperangan meluas ke wilayah tetangga. Hal ini kemudian mengkhawatirkan ketakutan sendiri bahwa situasi di semenanjung Korea akan semakin memperpanas situasi keamanan global.

Hal ini kemudian harus menjadi catatan tersendiri bagi pemerintah Indonesia untuk bisa melihat konflik ini lebih jauh. Memang, seandainyapun kedua negara Korea ini kembali memutuskan berperang sekalipun, Indonesia tidak akan terkena dampaknya secara langsung karena jauh secara letak geografis, namun instabilitas kawasan pada akhirnya juga akan dirasakan Indonesia secara tidak langsung, mulai dari rute-rute perdagangan yang ditutup hingga potensi gelombang pengungsi akibat perang.

Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah Indonesia untuk bisa ikut terlibat dalam mencegah konflik di Semenanjung Korea semakin memanas untuk mencegah kembali hal-hal yang mengganggu stabilitas keamanan dan ekonomi nasional. Penggunaan diplomasi bisa menjadi salah satu solusi alternatif, termasuk penggunaan diplomasi pertahanan untuk mencegah konflik antara dua Korea tersebut menjadi lebih buruk dengan adanya perang nuklir.

SEJARAH KONFLIK KOREA SELATAN DAN KOREA UTARA

Sebelum kita membahas bagaimana peran diplomasi pertahanan Indonesia dalam penyelesaian konflik di semenanjung Korea, penting juga untuk membahas bagaimana sejarah dari konflik panjang yang sudah berlangsung sejak berakhirnya Perang Dunia II tersebut. Sebelum Perang Dunia II terjadi, Wilayah Korea berada dalam kependudukan Jepang sejak tahun 1910, dan ketika Jepang mengalami kekalahan dalam Perang Dunia II, maka terjadilah perebutan wilayah Korea antara pemenang perang yang memiliki perbedaan ideologi, yaitu Uni Soviet dan Amerika Serikat.

Perebutan ini pada akhirnya berakhir dengan kesepakatan untuk membagi Korea dalam dua wilayah. Dimulai dari pemerintah AS yang membentuk Republik Korea pada bulan Mei 1948. Kebijakan AS tersebut dibalas oleh Uni Soviet dengan pembentukan Republik Rakyat Korea pada bulan September di tahun yang sama. Ketegangan kedua negara tersebut akhirnya memuncak pada Bulan Juni 1950, Dimana dengan sokongan Uni Soviet dan RRC, Korea Utara menyerang Korea Selatan. Serangan tersebut kemudian direspon Amerika Serikat dengan bantuan PBB, untuk mengirimkan pasukan membantu Korea Selatan, yang kemudian akhirnya membuat Perang Korea resmi dimulai.

Peperangan yang berlangsung selama tiga tahun antara kedua negara tersebut akhirnya berakhir pada tanggal 27 Juli 1953 dengan adanya gencatan senjata. Perang Korea sendiri memberikan dampak yang sangat buruk bagi kedua negara, Dimana tiga juta orang harus merenggang nyawa akibat peperangan serta membuat masyarakat Korea yang bersatu selama 13 abad terpecah dalam sekat ideologis. Selain itu, jutaan warga Korea juga harus berpisah dengan anggota keluarganya akibat peperangan dan pembagian Korea tersebut.

Sayangnya, usai Perang terjadi, tidak berarti membuat kedua belah pihak berhenti untuk saling provokasi. Status gencatan senjata membuat kedua negara secara tidak langsung masih dalam kondisi berperang. Optimisme warga Korea untuk bisa unifikasi sempat muncul ketika Perang Dingin berakhir, yang mana selain ditandai dengan runtuhnya Uni Soviet, juga ditandai dengan runtuhnya Tembok Berlin yang kemudian membuat unifikasi Jerman. Hal ini kemudian ditindaklanjuti dengan adanya Basic Agreement tahun 1992 serta June 15th Joint Declaration pada tahun 2000 antara pemerintah kedua negara, yang membangkitkan harapan adanya reunifikasi.

Sayangnya hingga hari ini, reunifikasi belum juga terwujud. Pemerintah kedua negara juga masih terus menerus saling memprovokasi. Bahkan kepemilikan Korea Utara terhadap senjata nuklir juga menjadikan perang di semenanjung Korea bisa terjadi kembali sewaktu-waktu.

DIPLOMASI PERTAHANAN INDONESIA DALAM KONFLIK DI SEMENANJUNG KOREA

Salah satu langkah yang bisa dilakukan dalam mencegah konflik di Semenanjung Korea berubah menjadi perang terbuka adalah dengan melaksanakan Diplomasi Pertahanan. Konsep Diplomasi Pertahanan sendiri sebenarnya adalah konsep yang baru berkembang sejak berakhirnya Perang Dingin, dimana adanya perubahan paradigma dalam kondisi dunia yang cenderung mengutamakan demiliterisasi dalam konflik. Hal ini kemudian melandasi kebutuhan politik untuk meningkatkan peran institusi pertahanan dalam menjaga perdamaian dan menyelesaikan konflik.

Cottey dan Foster dalam bukunya “Reshaping Defence Diplomacy : New Role for Military Cooperation Assistance” menyebutkan bahwa definisi Diplomasi Pertahanan adalah penggunaan kekuatan militer dan departemen terkait seperti Dephan secara damai sebagai alat dari keamanan dan kebijakan luar negeri. Sementara Tan Seng dan Singh menambahkan Diplomasi Pertahanan sebagai aplikasi dari inisiatif kerjasama perdamaian yang disusun secara bersama dan terkoordinasi antara kepemimpinan militer dan pertahanan dalam rangka membangun kepercayaan, menangkal krisis dan mencegah konflik.

Hal-hal yang menjadi bagian dari Diplomasi Pertahanan diantaranya adalah kerjasama bilateral/multilateral di bidang militer, pertahanan dan keamanan, peningkatan latihan militer bersama, kerjasama di bidang industri pertahanan, kerjasama dalam sekup organisasi internasional di bidang keamanan, aktivitas terkait kontrol senjata dan pemberian bantuan militer.

Dalam kaitan diplomasi pertahanan indonesia dalam konflik di Semenanjung Korea, pemerintah Indonesia bisa berpartisipasi baik dalam pertemuan bilateral secara langsung dengan kedua negara maupun secara multilateral melalui ASEAN. Forum-forum seperti ASEAN Defence Force dan NADI (Network of ASEAN Defence and Security Institution) juga bisa dimanfaatkan oleh pemerintah Indonesia dan negara ASEAN untuk mengundang kedua negara, yang kemudian juga memulai langkah diplomasi agar kedua negara berhenti saling memprovokasi dan menghargai perdamaian.

Selain itu, latihan militer bersama yang melibatkan Indonesia dan ASEAN dengan kedua negara Korea juga bisa dilakukan untuk meningkatkan rasa kepercayaan dari militer kedua negara, yang pada akhirnya mengecilkan keinginan kedua negara untuk saling berkonflik.

Langkah lain seperti mengundang personil militer dari kedua negara untuk ikut menempuh pendidikan bersama di institusi seperti Universitas Pertahanan atau Sesko TNI juga bisa dilakukan untuk membangun kepercayaan antara kedua negara, yang pada akhirnya bisa membuat konflik antara kedua negara mereda dan peperangan antara kedua negara tidak lagi terjadi.

PENUTUP

Sebagai negara yang memiliki hubungan diplomatik resmi dengan kedua negara dan memiliki pengalaman yang cukup baik dalam mediasi konflik di Thailand Selatan dan Filipina Selatan, maka penulis yakin Indonesia juga bisa memainkan peran penting dalam konflik di Semenanjung Korea. Hubungan baik yang dimiliki oleh Indonesia dengan kedua negara juga bisa menjadi poin penting agar Indonesia bisa diterima oleh kedua belah pihak yang berkonflik, yang pada akhirnya bisa membantu proses resolusi konflik.

Ini cukup penting karena perdamaian dan stabilitas kawasan adalah sesuatu yang kita semua inginkan, karena pada akhirnya perang dan konflik tidak akan menguntungkan siapapun, terkecuali para elit dan industri senjata yang memiliki kepentingan dalam peperangan tersebut.

Kharizma Ahmada (Penulis adalah Fungsional Perencana pada Kementerian Ketenagakerjaan dan alumni program studi Diplomasi Pertahanan, Universitas Pertahanan RI, yang juga aktif di majalah Risalah NU).

Leave A Reply

Your email address will not be published.