Oleh: Prof. Dr. Zubaedi M. Ag M. Pd
(Wakil Ketua PWNU Bengkulu)
Dalam suasana peringatan Maulid Nabi, kita seyogyanya merefleksi sisi-sisi biografi Rasulullah untuk dijadikan cermin dalam praktek kehidupan sehari-hari. Salah satu kisah sukses Rasulullah yang dapat kita tiru adalah bagaimana beliau dalam mengembangkan potensi para sahabat.
Beliau membagi tugas sesuai dengan potensi masing-masing. Beliau menetapkan pembagian tersebut atas petunjuk dari Allah dan berdasarkan pemahaman beliau sebagai Nabi. Untuk Abu Bakar ash-Shiddiq, beliau telah memberikan isyarat bahwa dia akan menjadi khalifah sepeninggalnya. Adapun Umar bin Khathab, beliau memandangnya sebagai sosok tegas dan cerdas yang bisa menyelesaikan berbagai permasalahan pelik.
Beliau melihat Utsman sebagai sosok pemalu dan sangat dermawan. Beliau melihat Ali sebagai sosok yang bisa mengadili dan juga berani. Mu’adz adalah ahli berfatwa dalam masalah halal dan haram, Zaid bin Tsabit adalah pakar dalam ilmu faraid. Ubay bin Ka’b adalah terdepan dalam hal qiraah dan tilawah al-Quran. Ibnu Abbas adalah pandai dalam memahami al-Quran dan menafsirkannya, serta menguasai fiqih. Hassan adalah sang penyair dakwah dan pembela agama dengan kata-kata. Tsabit bin Qais bin Syammasy adalah orator ulung yang menyingkap syubhat dengan lisan yang fasih. Khalid bin al-Walid adalah pedang Allah yang terhunus untuk menumbangkan panji kebathilan dan menumpas pengkhianatan. Demikianlah beliau menempatkan setiap sahabatnya sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Rosulullah diakui menerapkan sikap dan adil dan bijaksana dalam memperlakukan orang lain, baik kepada istri, putra-putri, saudara, sahabat, tetangga, dan orang kecil. Rasulullah saw. adalah teladan terbaik yang selalu menonjolkan kebaikan ketika membicarakan orang lain. Beberapa riwayat menyebutkan bahwa beliau kerap menyematkan kepada para sahabatnya gelar-gelar yang baik.
Hal ini dapat disimak dari ungkapan beliau: “Jika aku harus mengangkat seorang kekasih, akan kujadikan Abu Bakar sebagai kekasihku.” “Jika Umar melalui sebuah jalan, setan akan menempuh jalan yang lain. “Utsman adalah orang yang disegani malaikat. Ali adalah orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya. Khalid adalah salah satu pedang Allah yang terhunus di hadapan musuh-musuh-Nya. Setiap Nabi memiliki pengikut setia, dan pengikut setiaku adalah Zubair ibn Awwam.
Di sisi Allah, lidah Ibn Mas’ud lebih berat daripada gunung Uhud. Perumpamaan Aisyah dibanding perempuan lain adalah laksana bubur di antara makanan lain. Zainab adalah pemilik tangan paling indah di antara kalian, Hasan dan Husain adalah pemimpin pemuda penghuni surga. Salman adalah bagian keluarga kami.”
Sebagai mukmin, Anda harus bisa menampilkan keindahan dan menyembunyikan keburukan. Sebaliknya, jika Anda gemar mencela, mengecam, mencari-cari aib dan kesalahan orang lain, berarti Anda bukan mukmin yang baik. Kebiasaan Anda itu adalah tabiat buruk ahli dunia.
Diceritakan bahwa Nabi Isa a.s. suatu hari melewati bangkai anjing. Saya tidak yakin di dunia ini ada yang lebih menjijikkan dan lebih busuk baunya daripada bangkai. Para sahabatnya (alhawariyyun) berkata, “Bau sekali!” Nabi Isa a.s. berkata, “Mestinya kalian mengatakan, ‘Giginya putih sekali” Bukankah aku pernah bilang kepada kalian untuk mengatakan hal-hal yang baik saja?!”
Nabi memberikan kabar gembira kepada para sahabatnya, sembari membangkitkan semangat mereka dan mengajak mereka agar berusaha berbuat taat dan memperbanyak amal saleh, sebagaimana tercantum dalam hadits-hadits shahih. Beliau memberikan kabar gembira kepada Utsman bin Affan, seraya bersabda, “Tidak akan ada bahaya yang menimpa Utsman, setelah apa yang dia lakukan hari ini,” (HR. at-Tirmidzi). Utsman pun semakin banyak memberi, bersedekah, dan bederma. Nabi memberikan kabar gembira kepada Ka’b bin Malik bahwa Allah menerima taubatnya. Beliau memberikan kabar gembira kepada Tsabit bin Qais bahwa dia termasuk penghuni surga. Beliau memberikan kabar gembira kepada Jabir bahwa Allah berbicara dengan ayahnya. Beliau memberikan kabar gembira kepada kaum Muslim bahwa Zaid, Ja’far, dan lbnu Rawahah akan masuk surga.
Beliau memberikan kabar gembira kepada Bilal bahwa beliau mendengar suara sandalnya di surga. Beliau memberikan kabar gembira kepada Khadijah bahwa dia memiliki rumah bambu di surga, yang di dalamnya tidak ada kegaduhan dan kelelahan. Beliau memberikan kabar gembira kepada Aisyah bahwa Allah membebaskannya dari fitnah. Beliau memberikan kabar gembira kepada Ubay bin Ka’b bahwa Allah menyebutnya di alam malaikat. Beliau memberikan kabar gembira kepada sepuluh sahabat bahwa mereka akan menghuni surga. Beliau juga memberikan kabar gembira kepada peserta Perang Badar berupa firman Allah dalam hadits Qudsi, “Berbuatlah sesuai kehendak kalian. Aku telah mengampuni kalian,” (Muttafaq ‘alaih).
Nabi memberikan kabar gembira kepada peserta baiat di bawah pohon bahwa Allah meridhai mereka. Beliau memberikan kabar gembira kepada orang yang konsisten membaca surah al-ikhlash bahwa Allah mencintainya. Beliau memberikan kabar gembira kepada orang yang shalat bersamanya dan merasa berhak menerima hukuman hadd-bahwa Allah telah mengampuninya. Beliau memberikan kabar gembira kepada Abu Bakar yang menemaninya di gua-saat pedang musuh, yang meneteskan racun mematikan, mengepung mereka-seraya bersabda, “Jangan engkau bersedih. “Sesungguhnya Allah bersama kita.”
Beliau memberikan kabar gembira kepada Alil bin Abu Thalib bahwa Allah dan Rasul-Nya mencintainya. Beliau memberikan kabar gembira kepada Abu Musa al-Asy’ari berupa harta karun di surga, seraya bersabda, “Maukah engkau aku tunjukkan pada kalimat yang merupakan salah satu harta karun di surga? La haula wa la quwwata illa billah,” (Muttafaq ‘alaih). Setelah itu, lisan Abu Musa pun tidak pernah lelah untuk mengucapkan kalimat tersebut.
Thawus menukilkan riwayat dari Ibnu Abbas, bahwasanya buah Tin di ayat ini maksudnya adalah Abu Bakar, buah Zaitun adalah Umar, gunung Sinai adalah Utsman, dan negeri Mekkah adalah Ali.
Ubay bin Ka’ab bertutur: suatu ketika aku membaca surah al-‘Ashr di dekat Rasulullah. Lalu, aku bertanya, “Wahai nabi Allah, apakah tafsirnya?” Beliau menjawab, “Demi masa adalah sumpah dari Allah dengan akhir siang. Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian maksudnya adalah Abu Jahal. Kecuali orang-orang yang beriman maksudnya adalah Abu Bakar. Dan mengerjakan kebajikan maksudnya adalah Umar. Serta saling menasihati untuk kebenaran maksudnya adalah Utsman. Dan saling menasihati untuk kesabaran maksudnya adalah Ali bin Abi Thalib.”
Dalam Syarh al-Bukhari karya Ibnu Abi Jumrah diriwayatkan, Rasulullah bersabda, “Aku ibarat kota kedermawanan, dan Abu Bakar adalah pintunya. Aku ibarat kota keberanian, dan Umar adalah pintunya. Aku ibarat kota malu, dan Utsman adalah pintunya. Aku adalah kota ilmu, dan Ali adalah pintunya.”
Dalam kitab al-Firdaus diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, Nabi bersabda, “Abu Bakar adalah mahkota Islam. Umar bin al-Khathab adalah pakaian Islam. Utsman bin Affan adalah karangan bunga Islam. Ali bin Abi Thalib adalah tabibnya Islam.”
Dalam hadis lainnya disebutkan, “Aku adalah kota ilmu. Abu Bakar adalah dasarnya. Umar adalah dindingnya. Utsman adalah atapnya. Dan, Ali adalah pintunya.”
Dari Anas, Rasulullah bersabda, “Setiap nabi mempunyai hal serupa di antara umatnya,” dalam arti menyerupai sifat-sifatnya. “Abu Bakar serupa dengan kakekku, Ibrahim. Umar serupa dengan Musa. Utsman serupa dengan Harun. Ali serupa denganku.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Barang siapa ingin melihat Ibrahim, hendaklah dia melihat Abu Bakar. Barang siapa ingin melihat Nuh, hendaklah dia melihat Umar. Barang siapa ingin melihat Musa, hendaklah dia melihat Utsman. Barang siapa ingin melihat Harun, hendaklah dia melihat Ali.”
Rasulullah bersabda, “Abu Bakar itu seperti mata kepalaku. Umar itu seperti lisanku. Utsman itu seperti liverku. Ali itu seperti ruh jasadku.”
Nabi bersabda, “Perumpamaan Abu Bakar dan umatku seperti takbir ihram dalam shalat. Perumpamaan Umar seperti bacaan dalam shalat. Perumpamaan Utsman seperti rukuk. Perumpamaan Ali seperti sujud.”
Nabi bersabda, “Barang siapa mencintai Abu Bakar, sungguh dia telah menegakkan agama. Barang siapa mencintai Umar, sungguh dia telah menerangi jalan. Barang siapa mencintai Utsman, sungguh dia telah menyinari dengan cahaya Allah. Barang siapa mencintai Ali, maka sungguh dia telah berpegang pada tali Allah yang kuat.”
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda, “Aku adalah pohon. Fathimah adalah putiknya. Ali adalah serbuk sarinya. Hasan dan Husain adalah buahnya. Para pecinta Keluarga Rumah (Ahli Bait) adalah dedaunannya. Semua dari kami berada dalam surga. Ini adalah kebenaran, dan ini adalah kebenaran. Ini adalah kejujuran, dan ini adalah kejujuran.”
Dalam riwayat lain disebutkan, “Barang siapa kehilangan matahari, maka hendaklah dia berpegang pada bulan. Barang siapa kehilangan bulan, maka hendaklah dia berpegang pada bunga. Barang siapa kehilangan bunga, maka hendaklah dia berpegang pada dua bintang kutub utara.” Ada yang bertanya tentang makna hal itu. Beliau menjawab, “Aku adalah matahari. Ali adalah bulan. Bunga adalah Fathimah. Dua bintang kutub utara adalah Hasan dan Husain.” Demikian disebutkan dalam kitab al-Araais.
Diriwayatkan, Nabi bersabda, “Wahai Ali, aku dan kamu diciptakan dari satu pohon. Aku akarnya, dan kamu cabangnya. Adapun Hasan dan Husain, mereka adalah ranting-rantingnya. Maka, Barang siapa bergantung di antara rerantingannya kelak masuk surga.”
Rasulullah bersabda, “Perumpamaan keluarga rumahku adalah seperti perahu Nuh. Barang siapa mengendarainya akan selamat. Barang siapa ketinggalan dari perahu itu, maka dia dilemparkan ke dalam api neraka.”
Dalam berhubungan dengan para sahabatnya, Rasulullah sangat memperhatikan pentingnya menyesuaikan diri dengan tabiat dan kepribadian masing-masing sahabat. Maka dari itu, beliau tidak pernah memperlakukan Abu Hurairah sebagaimana beliau memperlakukan Khalid. Beliau juga tidak bermuamalah dengan Abu Bakar sebagaimana ketika beliau bermuamalah dengan Thalhah. Beliau juga memperlakukan Umar bin Khaththab dengan perlakuan khusus yang tidak beliau terapkan dalam muamalah beliau dengan para sahabat yang lain.
Rasulullah bersabda, “Para sahabatku itu seperti bintang gemintang. Dengan siapa saja dari mereka kalian ikuti, kalian mendapatkan petunjuk.” Mereka diserupakan dengan bintang karena pengendara perahu di atas lautan tidak mengetahui arah angin hingga selamat sampai tujuan kecuali melalui penglihatan bintang-bintang. Begitu juga, cinta kepada para sahabat adalah petunjuk keselamatan dari kegentingan-kegentingan hari kiamat.
Dalam kehidupan sehari-hari, tiada teladan dan contoh yang benar selain mengikuti apa yang dicontohkan oleh Rasulullah, sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabat ketika bersama dengan Rasulullah. Setelah itu, para sahabat menjadi teladan tabiin dan tabiut tabiin dalam melakukan setiap ibadah. Secara berkelanjutan, teladan terbaik adalah mengikuti para ulama yang memiliki sanad keilmuan yang bersambung sampai pada Rasulullah.
Dengan teknik mengoptimalkan potensi para sahabat ini menjadi salah satu kekuatan yang mengantarkan Rosulullah sukses melakukan transformasi masyarakat Arab Jahiliyyah berubah menjadi beradab (civilized/madaniyyah).