RISALAH NU ONLINE, JAKARTA – Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menegaskan bahwa proyek PIK 2 bakal berdampak langsung kepada hak-hak masyarakat sekitarnya secara luas. Sehingga butuh mendapatkan kajian lebih dalam tentang proyeksi atau visi ke depan dari proyek PIK 2.
“Bagaimana ini dikelola selama ini? Nah masalah-masalah ini harus di-addres, tidak boleh diabaikan begitu saja. Karena ini terkait dengan, bukannya soal kemaslahatan mereka saja, tapi juga soal hak-hak hukum dari masyarakat itu,” ujarnya di Kantor PBNU, Jakarta, Senin (13/1) kemarin.
Gus Yahya mengaku telah menerima banyak laporan dari masyarakat ada berbagai masalah dalam pelaksanaan program Proyek Strategis Nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.
“Karena kita melihat dari apa yang sudah dikerjakan selama ini, menurut laporan masyarakat memang ada berbagai masalah,” kata Gus Yahya.
Gus Yahya mengaku turut mendapatkan keluhan dari dari warga masyarakat di wilayah proyek PIK 2 tersebut belakangan ini. Salah satu keluhannya, lanjut dia, terkait persoalan hukum.
Sebelumnya, Kementerian ATR/BPN menemukan PSN PIK 2 garapan Agung Sedayu Grup milik Sugianto Kusuma alias Aguan itu diduga melanggar sejumlah aturan. Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid berkata pihaknya menemukan sejumlah pelanggaran dalam proyek tersebut. Pertama, tropical coastland tidak menaati RTRW provinsi dan RTRW kabupaten/kota.
“Pemda juga belum mengajukan perubahan RTRW. Si pelaku proyek pun belum mengajukan permohonan rekomendasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (KKPR). Jadi, ya kami gak bisa menyatakan apa-apa,” kata Nusron beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan status dari hutan lindung itu harus diturunkan ke hutan konversi terlebih dahulu. Kemudian, dari hutan konversi diubah menjadi hak penggunaan lain (HPL) agar bisa digarap.
Sementara Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menolak proyek ini. Sekretaris Jenderal MUI Amirsyah Tambunan menyatakan PIK 2 harus dihentikan karena masih ada hal-hal yang belum selesai, baik sisi perizinan maupun kompensasi. “MUI sejauh ini hasil dari Mukernas tentu kita minta dihentikan. Karena lebih banyak masalahnya,” ujar Amirsyah di Jakarta.
PIK 2 Buka Suara Soal Polemik Proyek PSN di Tangerang
Jajaran Manajemen Pantai Indah Kosambi (PIK) 2 yang dibawah pengelolaan Agung Sedayu Grup buka suara perihal polemik publik terhadap proyek strategis nasional (PSN). PSN PIK 2 tersebut berada di kawasan pesisir pantai utara (Pantura) Kabupaten Tangerang, Banten.
Manajemen PIK 2 Toni di Tangerang, Minggu (12/1/2025) menyampaikan bahwa pembangunan PSN itu dilakukan di atas area lahan bekas hutan lindung mangrove. Dimana luasnya lahan pada hutan lindung proyek nasional tersebut mencapai 1.800 hektare.
“Jadi untuk PSN ini total luasnya itu berada di 1.800 hektare. Maka kami tegaskan bahwa PSN dan PIK 2 ini dua hal yang berbeda,” ucapnya.
Selain itu, lanjut Toni, bila PSN ini telah dicanangkan oleh pemerintah sebagai bagian dari upaya rehabilitasi dan peningkatan pariwisata dalam negeri. Maka, pembangunannya didukung penuh oleh investasi pihak swasta.
“Dan investasi PSN itu murni dari swasta atau kami. Kalau boleh dilihat Permenko Nomor 6 tahun 2024 itu ada 223 PSN yang ditetapkan oleh pemerintah,” katanya.
Menurutnya, dari 223 proyek strategis nasional itu sebanyak 49 diantaranya langsung dikelola oleh hasil investasi swasta dengan tidak mengandalkan bantuan anggaran pendapatan belanja negara (APBN). “Begitu juga PSN di PIK 2 adalah murni anggaran dari kami pihak swasta jadi tidak ada satu atau sedikit pun dana APBN masuk pada proyek PSN ini,” ujarnya.
Kemudian, Manajemen PIK 2 juga menegaskan bila pembangunan proyek strategis nasional ini tidak dilakukan secara asal-asalan. Bahkan, pihaknya tidak mengambil lahan produktif atau milik warga setempat.
Sehingga, katanya, proses pembangunan rehabilitasi tersebut tidak melanggar atau menyalahi aturan sebagaimana yang saat ini di publik sedang diperbincangkan. “Jadi lokasi yang didalam proyek PSN itu adalah lahan milik negara. Jadi ini perlu digarisbawahi agar tidak jadi simpang siur,” ungkapnya.
Dia juga menjelaskan, luasan hutan lindung mangrove yang mencapai 1.800 hektare ini kini telah menyusut menjadi hanya sekitar 91 hektare akibat abrasi dan perubahan fungsi lahan. Alhasil, dengan dijadikan sebagai lahan PSN maka swasta sebagai investor di proyek tersebut melakukan revitalisasi seluas 515 hektare.
“Kami pun pertegas PSN ini tidak merusak mangrove yang ada. Tetapi merevitalisasi dan menambah yang sebelumnya 91 hektare dan menjadi 515 hektare,” paparnya.
Toni menambahkan, dengan adanya pembangunan PSN di kawasan pesisir pantai utara Kabupaten Tangerang diklaim bisa membawa dampak positif bagi pemerintah. Salah satunya yaitu dapat menambah penerimaan tenaga kerja bersekala besar dan meningkatkan sektor pariwisata dalam negeri.
“Kita itu menargetkan kurang lebih 6.500 tenaga kerja yang nanti akan timbul akibat PSN ini. Kemudian ada multi efek lainnya yaitu peningkatan pariwisata. Dimana saat ini sudah ada beberapa restoran atau tenan yang ada di PSN, artinya ini akan menambah tenaga kerja,” kata dia.
Sementara itu, Ketua Barisan Ksatria Nusantara, Muhammad Rofii Mukhlis menambahkan bahwa terkait pernyataan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat ini dinilai tidak berdasar dan relevan dengan ketentuan pemerintah. Sebab, hal ini bertolak belakang dengan hasil keputusan pemerintah yang saat itu dibawah kepemimpinan KH Maruf Amin sebagai Wakil Persiden RI.
“Jadi MUI Pusat ini belum pernah tabayun (mencari kejelasan/pemahaman) ketika mereka melakukan Rakernas untuk membatalkan PSN ini. Padahal PSN ini bukan kemauan dari PIK dan itu berdasarkan Perpres RI dan Wakil Presiden itu KH Maruf Amin yang dimana beliau juga mantan Ketua MUI,” ungkap Muhammad Rofii Mukhlis yang biasa disapa Cak Ofi.
Cak Ofi menyayangkan, bila pernyataan dan keputusan MUI Pusat untuk membatalkan proyek strategis nasional yang dimana hal itu akan berdampak baik terhadap masyarakat. “Kami menghormati keputusan itu, tetapi setidaknya mereka bisa tabayun terlebih dahulu, karena PSN ini melakukan pembangunan di lahan kosong dan terbengkalai,” tuturnya.
Ia berharap, MUI bisa terlebih dahulu melakukan proses musyawarah kepada setiap stakeholder terkait sebagai upaya memberikan solusi dan dukungan terhadap kemaslahatan publik dan negara. (hud)