Trend Setter NU

0

Prof. KH Saifuddin Zuhri, tokoh NU dan mantan Menteri Agama RI dalam buku ‘Guruku orang-orang dari Pesantren’ menulis:

“Aku masih ingat ketika seorang kiai muda bernama Abdullah Ubaid datang di kampungku sebagai utusan K.H. Hasyim Asy’ari, Rais Akbar Nahdlatul Ulama. Begitu melihat kiai muda ini mengenakan sarung palekat berwarna hijau garis-garis putih, kontan semua pemuda santri di kampungku menyerbu toko-toko dan pasar mencari sarung plekat hijau bergaris-garis putih. Sarung model Abdullah Ubaid, begitu disebut orang.”

Lanjutnya, “Demikian pula ketika pada suatu hari K.H. Mahfuzh Shiddiq datang dengan mengenakan peci putih ala Nehru, kontan saja santri-santri menyerbu tukang-tukang jahit minta dibuatkan peci ala Mahfuzh Siddiq. Orang tak akan sekeranjingan ini jika tidak karena tersentuh jiwanya untuk mendukung ide-ide yang dikampanyekan.”

Dua tokoh ini adalah Mahfudz Siddiq dan Abdullah Ubaid, dua tokoh yang menumental di NU pada saat awal perkembangan NU, tahun 1930-an.

KH Mahfudz Siddiq merupakan ulama NU asal Jember yang pernah diamanahi Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), dulu HBNO, di masa Hadratussyeikh KH M Hasyim Asy’ari menjabat sebagai Rais Akbar. Tokoh ini lahir di Jember 10 Mei 1907 M (27 Rabi’ul Awwal 1325 H), dari pasangan KH Muhammad Siddiq dan Ny Hj Maryam. Tahun 1937 ia terpilih sebagai Ketua umum PBNU.

Sedangkan KH Abdullah Ubaid lahir di Kawatan V Surabaya, pada hari Jumat 4 Jumada al-Tsaniyah 1318 H/ 1899 M. Ia adalah anak kedua dari pasangan Muhammad Ali bin Kiai Muhyiddin (Surabaya) bin Raden Onggo Yogyakarta. Kiai Muhammad Ali, ayah dari Abdullah Ubaid, dikenal sebagai ulama ternama di Surabaya. Kiai Ali wafat ketika Abdullah Ubaid masih berumur sebelas tahun.

Kemudian KH Abdullah Ubaid diasuh oleh KH M. Yasin, Pasuruan, sahabat karib ayahnya, ayah angkat yang kelak menjadi mertuanya. Pendidikan formal pertama didapat dari Madrasah Al-Chairiyah. Setamat dari madrasah tersebut, Ubaid kembali ke Pasuruan belajar kitab pada ayah angkatnya di Pasuruan.

Kemudian pada usia 14 tahun ia dikirim ke Tebuireng, bersama dengan putra Kiai Yasin, Muhammad, untuk meneruskan pendidikan pada Hadlratusysyaikh KH Hasyim Asy’ari. Di Tebuireng Abdullah Ubaid berteman akrab dengan Mahfudz Siddiq dari Jember, seorang pemuda yang kemudian hari dikenal sebagai penggerak NU lewat majalah dan organisasi kepemudaan. Abdullah Ubaid termasuk Pendiri Pemuda Ansor (ANO) dan LP Ma’arif (pendidikan) NU.

Nantinya, persahabatan dua tokoh ini menjelma menjadi persahabatan abadi. Keduanya masuk dalam jajaran puncak NU tahun 1930-an. Hubungan keduanya semakin dekat karena secara kebetulan kakak Kiai Mahfudz (KH Ahmad Qusyairi) menikah dengan Fathimah binti Yasin, kakak Syafiah, istri Abdullah Ubaid.

KHA Wahab Hasbullah lantas mempercayakan dua tokoh ini untuk mengelola media NU dari Soeara NO menjadi Berita NO. Dari majalah berbahasa Jawa dengan aksara Arab Pegon menjadi majalah berbahasa Indonesia dengan aksara latin. Dua tokoh ini membuat NU favorit di kalangan muda. Keduanya, tampan, cerdas, berpendidikan dan selalu berpakaian necis, berdasi, berjaz yang di zaman itu termasuk langka.

Para ulama di zaman itu seperti mafhum terhadap pekaian keduanya yang mengenakan baju ala Balanda, namun tak diragukan kesalehannya. KH Asnawi Kudus, seorang ulama senior NU termasuk yang tak mempermalasahkan Kiai Mahfudz dan Kiai Ubaid datang dan sowan dengan mengenakan baju pantalon seperti itu.

Tapi, bukan untuk yang lain. Sebab, ketika KH Wahid Hasyim datang ke Kudus dalam suatu acara mengenakan baju dan dasi. Kiai Asnawi langsung menegornya.

Kiai Wahid menjawab: “Kenapa Kiai Mahfudz tidak ditegor dengan mengenakan baju yang sama?”

Kiai Asnawi secara spontan menjawab: “Illa Mahfud Siddiq. (Kecuali Mahfudz Siddiq)”

Kedua tokoh ini juga tak panjang usianya. Kiai Abdullah Ubaid meninggal dalam tahun 1938 dalam usia 39 tahun. Kiai Mahfudz Siddiq meninggal dunia dalam usia 37 tahun 1944 saat masih menjabat sebagai Ketua Umum PBNU (HBNO) dan juga pemimpin redaksi Berita NO. (MH)

Leave A Reply

Your email address will not be published.