Memahami Makna Ummiyyin yang Disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw. 

0

(Bagian 2/ Habis)

Dr. KH. Abd. Muhaimin Zen 

Pada bagian 1 menerangkan kata ummi dalam bentuk mufrad (ummi). Pada bagian 2 ini, masih membahas kata ummi, namun dalam bentuk jamak (ummiyyin).

 

QS. Al-Jumu’ah: 2

هُوَ الَّذِيْ بَعَثَ فِى الْاُمِّيّنَ رَسُوْلًا مِّنْهُمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِه وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍۙ ۝٢

Dialah yang mengutus seorang Rasul (Nabi Muhammad) kepada kaum yang buta huruf dari (kalangan) mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka, serta mengajarkan kepada mereka Kitab (Al Quran) dan Hikmah (Sunah), meskipun sebelumnya mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS. Al-Jumu’ah: 2)

 

Berikut ini makna الْاُمِّيّنَ menurut beberapa ahli tafsir:

1. Ibnu Katsir (إبن كثير)

Yang dimaksud dengan ummiyyin (kaum buta huruf) adalah bangsa Arab. Disebutkan kata ummiyyin secara khusus, tidak secara otomatis menafikan kaum lainnya, hanya saja nikmat yang telah diberikan kepada mereka tentu lebih banyak dan sempurna. Hal ini sebagaimana yang Dia firmankan, (وَأنَذِرْ عَشِيْرَتكَ الْأقَرَبيْنَ) ”Dan berikanlah peringatan kepada kaum kerabatmu yang terdekat.” Ayat ini dan juga yang lainnya sama sekali tidak menafikan firman-Nya:

قلُ يْٰٓايَهُا النَّاسُ انيْ رَسُوْلُ اللِّٰه اِليَكُمْ جَمِيْعًا

“Katakanlah wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku ini adalah utusan Allah kepada kamu semua”. Dan ayat-ayat lainnya yang menunjukkan pengutusan Nabi Muhammad Saw kepada seluruh ummat manusia, baik yang berkulit merah maupun hitam. Dan kami telah mengemukakan penafsiran hal tersebut dalam surat al-An’am dengan dilandasi beberapa ayat al-Quran dan hadits shahih. Dan segala puji serta syukur hanya milik Allah Ta’ala.

Ayat ini merupakan bukti dikabulkannya permohonan Nabi Ibrahim as ketika dia mendoakan penduduk Makkah agar Allah mengutus kepada mereka seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri yang dapat membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan dan mengajarkan mereka al-Kitab dan al-Hikmah. Kemudian Allah Swt mengutus Rasul-Nya kepada mereka, setelah sekian lama Rasul tidak muncul dan tidak adanya bimbingan yang lurus, padahal kebutuhan terhadapnya begitu mendesak. Dan Allah telah murka kepada penduduk bumi, baik kepada orang Arab maupun non-Arab, kecuali beberapa orang dari Ahlul Kitab yang masih berpegang teguh pada apa yang dibawa oleh Isa as putera Maryam.

Yang demikian itu karena orang-orang Arab dahulu berpegang teguh kepada agama Ibrahim as namun mereka mengganti, merubah, memutarbalikkan, menyimpangkan darinya, serta menukar tauhid dengan syirik, dan merubah keyakinan dengan keraguan. Mereka membuat perkara-perkara baru yang tidak diizinkan oleh Allah Swt sebagaimana yang telah dilakukan oleh Ahlul Kitab yang mengganti, menyelewengkan, dan merubah kitab-kitab mereka, serta menakwilkannya. Kemudian Allah Swt mengutus Muhammad Saw dengan membawa syariat yang agung, lengkap lagi mencakup seluruh kebutuhan makhluk. Di dalamnya terdapat petunjuk dan penjelasan segala sesuatu yang mereka butuhkan, baik yang menyangkut kehidupan dunia maupun akhirat mereka, sekaligus mengajak mereka kepada amalan yang mendekatkan mereka kepada surga dan keridlaan Allah Swt serta menjauhi segala sesuatu yang mendekatkan mereka kepada neraka dan kemurkaan Allah. Kitab itu pula yang memberikan keputusan dan penjelasan konkret tentang berbagai syubhat, keraguan dan kebimbangan dalam masalah-masalah pokok (ushul) maupun cabang (furu’). Dan Allah Swt telah mengumpulkan di dalamnya berbagai macam kebaikan dari orang-orang terdahulu. Kitab itu pula yang menceritakan tentang apa-apa yang diberikan kepada orang-orang terdahulu yang tidak diberikan kepada orang-orang yang hidup terakhir, atau sebaliknya. Semoga shalawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepada beliau sampai hari Kiamat.

 

2. Al-Qurthubi (القرطبي)

Ibnu Abbas berkata, al-ummiyyin adalah seluruh bangsa Arab, baik yang mampu menulis diantara mereka maupun yang tidak. Sebab mereka bukanlah orang-orang yang mempunyai kitab. Menurut satu pendapat, al-ummiyyin adalah orang-orang yang tidak dapat menulis. Demikian pula dengan orang-orang Quraisy.

Manshur meriwayatkan dari Ibrahim, dia berkata: “al-ummiy adalah yang dapat membaca namun tidak dapat menulis.” Hal ini sudah dijelaskan dalam surah al-Baqarah ayat 87.

 

3. Wahbah Zuhaili (وهبه زهيلى)

Menurut Wahbah Zuhaili, al-ummiyin di sini berarti orang Arab yang tidak bisa membaca dan menulis. Orang Arab disebut dengan sebutan ini karena kebanyakan mereka memang tidak bisa membaca dan menulis (buta huruf). Kata al-ummiy adalah nisbah kepada al-umm (ibu yang melahirkan). Seorang rasul yang berasal dari mereka, beliau juga ummi seperti mereka, yang membacakan kepada orang-orang Arab itu ayat-ayat al-Quran, meskipun beliau adalah seorang yang ummi seperti mereka.

 

4. Quraisy Syihab (قريش شهاب)

Ummi diambil dari kata umm yang artinya ibu, dalam arti seorang yang tidak pandai membaca dan menulis. Seakan-akan keadaanya dari segi pengetahuan atau membaca dan menulis sama dengan keadaannya ketika baru dilahirkan oleh ibunya atau sama dengan keadaan ibunya yang tidak bisa membaca dan menulis, lebih-lebih kaum wanitanya. Ada juga yang berpendapat bahwa kata ummi dari kata ummah yang artinya ummat yang menunjukkan kepada masyarakat ketika turunnya al-Quran pada masa Rasul Saw. Kalimat ummah jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia bermakna ummat. Pada turunnya ayat tersebut Rasul disekelilingi orang-orang yang tidak bisa membaca dan menulis pula. Karena itulah Allas Swt menurunkan ayat dengan kata ummi dengan bertujuan kepada kalangan orang-orang yang sedang berada di sekeliling Rasul di kala itu.

 

5. Kemenag RI

Dalam kitab Tafsir Departemen Agama RI diterangkan bahwa al-ummi secara bahasa artinya “yang tidak dapat membaca dan menulis.” Sifat ini memberi pengertian bahwa orang yang ummi tidak mungkin bisa membaca Taurat dan Injil yang ada pada orang Yahudi dan Nasrani, begitu pula dengan cerita-cerita kuno yang dibawa oleh umat-umat dahulu. Ini membuktikan bahwa risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw itu benar-benar dari Tuhan Yang Maha Esa. Mustahil orang yang tidak dapat menulis dan membaca dapat membuat al-Quran dan hadis yang memuat hukum-hukum, ketentuan-ketentuan ilmu pengetahuan yang demikian tinggi nilainya. Seandainya al-Quran itu buatan Nabi Muhammad Saw, dan bukan berasal dari Tuhan Semesta Alam tentulah manusia dapat membuat dan menirunya, tetapi sampai saat ini belum ada seorang pun yang bisa menandinginya.

Selanjutnya lafazh al-ummiyin pada surah al-Jumuah ayat 2 itu menurut para mufassir sependapat bahwa al-ummiyin disitu adalah bangsa Arab yang kebanyakan dari mereka tidak bisa membaca dan tidak bisa menulis dan Allah Swt mengutus seorang Rasul yang berasal dari kalangan mereka sendiri beliau (Nabi) juga seorang ummi sama seperti mereka. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam sabda beliau sebagai berikut (HR. Bukhari Muslim, Abu dawud dan Imam An-Nasa’i dari Abdullah bin Umar, “Sesungguhnya kita adalah bangsa yang Ummi, kita tidak pandai menulis dan berhitung.”

Meskipun beliau adalah seorang yang ummi yang tidak bisa membaca, menulis, dan tidak pernah pula belajar dari siapa pun, namun beliau membacakan kepada ummat beliau ayat-ayat al-Quran yang menunjuki, menuntun, dan membimbing mereka kepada kebaikan dunia akhirat. Beliau juga menyucikan, membersihkan mereka dari kotoran kekafiran, dosa-dosa, moral dan perilaku jahiliyah, mengajari mereka al-Quran, as-Sunnah, aturan-aturan syariat, hukum-hukum, dan hikmahnya.

***

Setelah membaca pandangan para ahli tafsir di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:

Pertama, pada masa Nabi Muhammad Saw menerima wahyu, kondisi masyarakat Arab memang tidak bisa baca tulis, begitu juga Nabi Muhammad Saw. Kondisi seperti ini diibaratkan seperti bayi yang baru dilahirkan dari rahim ibunya yang belum bisa baca dan menulis. Kedua, sebelum Nabi Muhammad menerima wahyu, beliau belum bisa baca Kitab Taurat dan Injil. Dengan demikian terbantahlah anggapan orang-orang orientalis yang punya pandangan bahwa al-Quran itu saduran dari kitab Taurat dan Injil yang dilakukan manusia yang namanya Muhammad. Dan ketiga, ke-ummiy-an (tidak bisa baca tulis) nya Nabi Muhammad Saw itu tidak permanen. Sebelum diajarkan Malaikat Jibril memang belum bisa baca tulis, tetapi setelah diajarkan Malaikat Jibril, Nabi Muhammad Saw menjadi fathonah, amanah, shiddiq, dan tabligh. Wallahu a’lam.

Leave A Reply

Your email address will not be published.