RISALAH NU ONLINE, JAKARTA – Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menginisiasi pembahasan Right to Be Forgotten atau “hak untuk dilupakan” adalah hak individu untuk meminta penghapusan data pribadi dari internet atau basis data, terutama jika informasi tersebut tidak lagi relevan, tidak akurat, atau tidak diinginkan oleh individu yang bersangkutan.
Pembahasana dalam perspektif fiqih, merupakan kali pertama yang dilakukan oleh ormas keagamaan di Indonesia khususnya LBM PBNU.
Ketua LBM PBNU KH Mahbub Maafi mengatakan bahwa isu hak untuk dihapus dari mesin pencarian data pada dasarnya memang sudah diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Namun, sejauh ini belum ada satu pun lembaga fatwa atau organisasi masyarakat di Indonesia yang meninjaunya dari sisi fiqih.
“LBM ingin menginisiasi pembahasan ini. Hari ini masih berupa draf, nanti akan diverifikasi oleh pengurus Syuriah PBNU. Apakah diterima, diperbaiki, atau dikritisi, itu akan ditentukan setelah verifikasi,” jelas Kiai Mahbub, di Aula PBNU Lantai 8, Jakarta Pusat, Jum’at (19/09/25).
Salah satu narasumber yang merupakan Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Nurul Izmi, menilai diskusi ini progresif karena mengaitkan konsep fiqih dengan regulasi modern. Menurutnya, implementasi Right to Be Forgotten masih menjadi tantangan, terutama terkait pertanggungjawaban pihak mesin pencari.
“Selain hak individu, ada kepentingan publik yang membuat Right to Be Forgotten harus dibatasi. Misalnya untuk pejabat atau politisi dalam konteks pemilu. Jadi edukasi mengenai batasan ini penting,” ujar Izmi.
Izmi juga menyampaikan harapannya agar hasil bahtsul masail ini tidak hanya menghasilkan rekomendasi, tetapi juga memperkuat peran NU sebagai lembaga keagamaan yang progresif dalam merespons isu-isu digital.
“Menurut saya itu adalah sesuatu yang sangat progresif bagi PBNU sendiri sebagai kelembagaan, dan harapannya ini juga bisa mendorong untuk pressure pemerintah khususnya dalam regulasi dan lembaga PDP yang harus diselesaikan dan dirapatkan,” jelasnya.
(Anisa).