RISALAH NU-ONLINE, JAKARTA – Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (SARBUMUSI) menyampaikan sembilan tuntutan kepada pemerintah dalam peringatan Hari Buruh Internasional Kamis (1/5/2025). Tuntutan ini menyoroti kondisi ketenagakerjaan Indonesia yang dinilai semakin memprihatinkan, terutama akibat gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal dan dampak kebijakan perdagangan global.
Dalam siaran persnya, Presiden SARBUMUSI Irham Ali Saifuddin, menyatakan bahwa dunia ketenagakerjaan Indonesia sedang menghadapi tantangan serius. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Agustus 2024 sebesar 4,91%, turun dari 5,32% di periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi angka ini akan naik menjadi 5% pada 2025 seiring melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5,1% menjadi 4,7%.
Rilis tersebut juga menyoroti gelombang PHK massal pada awal 2025 yang telah memukul sektor tekstil, garmen, dan manufaktur. Lebih dari 40.000 pekerja kehilangan pekerjaan, dan ancaman PHK masih membayangi 280.000 pekerja lainnya.
SARBUMUSI menilai kebijakan tarif impor Presiden AS Donald Trump yang mencapai 32% turut memperburuk situasi. Kebijakan ini telah mengganggu rantai pasokan global dan mengurangi permintaan ekspor Indonesia. Bank Dunia memperkirakan setiap kenaikan tarif 10% dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi negara berkembang, termasuk Indonesia, sebesar 0,1%.
“Kami memperkirakan 50.000 pekerja terancam PHK dalam tiga bulan ke depan akibat kebijakan ini. Pemerintah harus segera mengambil langkah diplomasi ekonomi yang lebih kuat,” tegas Irham.
Dalam pernyataan resminya, SARBUMUSI mengajukan sembilan tuntutan kepada pemerintahan Prabowo-Gibran yang dirangkum dalam poin-poin sebagai berikut:
1. Perkuat diplomasi ekonomi untuk menurunkan tarif ekspor yang merugikan industri padat karya.
2. Berikan subsidi dan stimulus bagi industri terdampak tarif ekspor untuk mencegah PHK lebih lanjut.
3. Sediakan pelatihan ulang (reskilling) bagi pekerja yang terkena PHK agar dapat beralih ke sektor ekonomi digital dan energi hijau.
4. Perluas jaminan sosial bagi pekerja informal dan outsourcing. SARBUMUSI merekomendasikan pemerintah untuk menanggung jaminan sosial 20% pekerja yang dihitung dari pekerja pendapatan terendah dan rentan.
5. Permudah perizinan dan kepastian hukum untuk investasi domestik untuk menyerap lebih banyak tenaga kerja lokal.
6. Pastikan deregulasi pro-investasi tidak merugikan buruh, seperti yang terjadi dalam proses Omnibus Law Cipta Kerja.
7. Tingkatkan program vokasi untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja.
8. Perkuat perlindungan hukum buruh, termasuk ratifikasi Konvensi ILO No. 188, 189, dan 190, serta UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.
9. Atur kebijakan yang adil bagi pekerja ride-hailing dan UMKM terkait, mengingat lebih dari 4 juta pengemudi daring bergantung pada sektor ini.
SARBUMUSI menekankan bahwa Hari Buruh 2025 harus menjadi pengingat bagi pemerintah untuk segera bertindak agarMay Day bukan sekadar seremoni tetapi juga momentum untuk menuntut hak-hak buruh yang masih terabaikan.
SARBUMUSI berharap pemerintah dapat merespons tuntutan ini dengan kebijakan konkret, terutama dalam menciptakan lapangan kerja dan melindungi pekerja dari ketidakpastian ekonomi global.
(Ekalavya)