Ketahanan Sosial Berbasis Pesantren:  Harapan kepada NU dalam Memperkuat Keamanan Bangsa 

0

Bangsa ini berada pada titik penting dalam perjalanan sejarahnya. Di tengah terjangan arus perubahan global yang semakin deras, dalam dunia yang semakin terhubung, kita sering kali lupa akan akar yang harus dijaga.

Ketahanan sosial, yang menjadi fondasi dari ketahanan bangsa, seakan tergerus oleh perubahan yang datang dengan cepat dan tak terduga. Ketika kita bicara tentang ketahanan, sering kali yang kita pikirkan adalah kekuatan fisik, kemampuan militer, atau struktur ekonomi yang kokoh. Namun, ketahanan sosial tidak dapat dipandang sebelah mata. Sebagaimana air yang menembus bebatuan, ketahanan sosial berperan dengan cara yang lembut namun kuat dalam menjaga keseimbangan dalam masyarakat.

Dalam perjalanan panjang bangsa ini, pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang berakar kuat dalam masyarakat telah lama menjadi benteng penjaga ketahanan sosial. Pesantren bukan hanya tempat menuntut ilmu agama, tetapi juga tempat pendidikan karakter, tempat di mana nilai-nilai kebersamaan, toleransi, dan gotong royong dipupuk dan ditanamkan. Nahdlatul Ulama (NU), sebagai organisasi yang mendirikan banyak pesantren, memainkan peran penting dalam memperkuat ketahanan sosial berbasis pesantren. Dalam abad kedua ini, umat berharap agar NU terus menjadi pelindung dan penggerak dalam menjaga keamanan sosial bangsa ini dengan memperkuat ketahanan sosial yang bersumber dari pesantren.

Pesantren: Pilar Ketahanan Sosial Bangsa 

Pesantren adalah ruang yang bukan hanya berbicara tentang pembelajaran agama, tetapi juga tentang pembentukan karakter dan kehidupan bersama. Di dalam pesantren, santri diajarkan untuk hidup dalam komunitas yang harmonis, saling menghargai perbedaan, dan bekerja sama demi tujuan bersama. Nilai-nilai ini, yang ada dalam kehidupan pesantren, adalah fondasi dari ketahanan sosial yang sesungguhnya. Pesantren mengajarkan kita untuk bersikap tepo seliro, menghargai perbedaan, dan menjalankan prinsip keharmonisan dalam kehidupan sosial. Sebagaimana ungkapan KH. Hasyim Asy’ari, pendiri NU, dalam kitab “Risalah Ahlussunah wal Jama’ah”, “Islam adalah agama yang mengajarkan keharmonisan hidup di tengah-tengah perbedaan. Pesantren adalah tempat di mana kerukunan dan persatuan umat Islam dibangun.” Di pesantren, nilai-nilai toleransi tidak hanya diajarkan, tetapi juga dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap santri, dengan latar belakang yang berbeda, tinggal dalam satu atap, berbagi pengalaman, dan saling membantu. Ini adalah bentuk nyata dari ketahanan sosial yang dibangun di atas dasar-dasar agama dan kemanusiaan.

Ketahanan sosial berbasis pesantren menciptakan komunitas yang tidak hanya tahan terhadap goncangan zaman, tetapi juga mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. Pesantren, dalam konteks ini, menjadi pusat kebudayaan yang menjembatani antara ajaran agama dan kehidupan sehari-hari. Di sinilah nilai-nilai kebangsaan diperkenalkan dalam bentuk yang tidak memisahkan antara agama dan budaya lokal, antara kehidupan spiritual dan sosial.

NU dan Pesantren: Membangun Ketahanan Sosial di Abad Kedua 

Sejak awal berdirinya, NU telah menjadi pelopor dalam menjaga keberagaman dan ketahanan sosial berbasis pesantren. NU bukan hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga memberi perhatian besar pada pendidikan karakter yang berlandaskan pada nilai-nilai luhur

bangsa Indonesia. Melalui pesantren-pesantren yang didirikannya, NU telah membangun ribuan komunitas yang tidak hanya kuat dalam pemahaman agama, tetapi juga dalam kesadaran sosial dan kebangsaan.

Menurut KH. Wahab Hasbullah, “Pesantren adalah benteng penjaga umat, di mana nilai-nilai kebangsaan, persatuan, dan toleransi diajarkan.” Pesantren-pesantren NU mengajarkan kepada para santri untuk hidup dalam keberagaman, menghargai setiap perbedaan yang ada, dan bekerja sama untuk tujuan bersama. Ini adalah bentuk nyata dari ketahanan sosial yang dilandasi oleh pemahaman agama yang mendalam dan pengamalan ajaran-ajarannya dalam kehidupan sehari-hari.

Namun, tantangan yang dihadapi oleh NU dan pesantren di abad kedua ini sangatlah besar. Globalisasi yang semakin pesat, serta arus modernisasi yang kadang tidak memperhatikan kearifan lokal, semakin mengancam ketahanan sosial yang telah dibangun selama ini. Oleh karena itu, umat berharap agar NU terus memperkuat pesantren sebagai lembaga yang tidak hanya berfungsi sebagai pusat pendidikan agama, tetapi juga sebagai pusat kebudayaan yang dapat menjaga kelestarian nilai-nilai luhur bangsa.

BACA JUGA

Peran NU dalam Memperkuat Keamanan Sosial Bangsa 

Keamanan sosial adalah sebuah kondisi di mana masyarakat dapat hidup dengan damai, tanpa adanya ketegangan sosial, tanpa perpecahan, dan tanpa ancaman terhadap kesejahteraan bersama. Pesantren, dengan segala ajaran moral dan etika yang ditanamkan kepada santri, memainkan peran yang sangat penting dalam menciptakan ketahanan sosial yang mendukung keamanan bangsa. Oleh karena itu, pesantren dapat dianggap sebagai salah satu pilar penting dalam menjaga keamanan sosial di Indonesia.

Dalam era yang semakin kompleks ini, di mana tantangan terhadap ketahanan sosial semakin besar, NU diharapkan dapat terus memperkuat pesantren sebagai lembaga yang memiliki peran strategis dalam menjaga stabilitas sosial dan memperkuat rasa aman dalam masyarakat. Melalui pendidikan berbasis pesantren, nilai-nilai kesatuan, persatuan, dan saling menghormati dapat ditanamkan kepada generasi penerus bangsa.

KH. A. Mustofa Bisri, dalam karya-karyanya, selalu menekankan pentingnya pesantren dalam membentuk karakter bangsa yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kaya dalam nilai-nilai moral dan spiritual. Beliau menyatakan, “Pesantren adalah basis ketahanan sosial yang dapat menjaga persatuan bangsa. Ketika umat diajarkan untuk hidup bersama dalam keberagaman, maka ketahanan sosial itu akan tercipta.” Dengan ajaran tersebut, NU berkomitmen untuk menjaga dan memperkuat ketahanan sosial, yang pada akhirnya berperan dalam menjaga stabilitas dan keamanan bangsa.

Harapan Umat di Abad Kedua: Pesantren sebagai Penggerak Ketahanan Sosial 

Saat NU memasuki abad kedua, umat berharap agar pesantren terus berperan sebagai pusat pendidikan yang tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga membentuk karakter bangsa. Pesantren diharapkan dapat menjadi tempat yang melahirkan para pemimpin yang tidak hanya cerdas dalam bidang agama, tetapi juga bijak dalam mengambil keputusan sosial, serta mampu menjaga dan mengembangkan ketahanan sosial di tengah tantangan global yang semakin berat.

Umat berharap bahwa NU terus memperkuat peran pesantren sebagai lembaga yang mengajarkan nilai-nilai kebangsaan dan sosial, serta mengajak umat untuk tidak hanya berfokus pada pencapaian pribadi, tetapi juga pada kepentingan bersama. Sebagaimana yang dikatakan oleh KH. Hasyim Asy’ari dalam “Al-Durr al-Nafis” bahwa, “Pesantren adalah tempat di mana umat belajar tentang hidup bersama, hidup untuk bangsa, dan hidup untuk

umat.” Harapan ini mencerminkan semangat yang ingin memperkokoh pondasi sosial bangsa melalui pendidikan yang berbasis pada pesantren.

Penutup

Pesantren adalah pilar ketahanan sosial yang telah ada sejak lama dan terus tumbuh dalam setiap dekade sejarah bangsa ini. Dalam abad kedua, NU diharapkan dapat terus memperkuat peran pesantren dalam menjaga dan merawat ketahanan sosial yang bersumber dari ajaran Islam yang moderat dan penuh kedamaian. Ketahanan sosial yang dibangun melalui pesantren adalah bentuk nyata dari ketahanan bangsa yang tidak hanya berfokus pada aspek fisik dan ekonomi, tetapi juga pada pembangunan moral dan karakter bangsa.

Melalui pesantren, NU telah menunjukkan kepada kita bahwa ketahanan sosial yang sejati adalah ketahanan yang dibangun di atas dasar kebersamaan, toleransi, dan persatuan. Oleh karena itu, harapan umat kepada NU di abad kedua ini adalah agar pesantren terus menjadi penggerak utama dalam memperkuat ketahanan sosial, serta menjaga keamanan sosial bangsa, menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang kokoh dalam kebersamaan, harmoni, dan keberagaman.

(Abdul Kholik (Pascasarjana Doktoral S3 Hukum Islam, UIN Sunan Gunung Djati Bandung)

Leave A Reply

Your email address will not be published.