Ayat Haji, Fungsi Maqam Ibrahim

0

Oleh: Zahid Lukman

 

 

QS. Al-Baqarah/2: 125

 

وَاِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِّلنَّاسِ وَاَمْنًاۗ وَاتَّخِذُوْا مِنْ مَّقَامِ اِبْرٰهيمَ مُصَلًّىۗ وَعَهِدْنَآ اِلٰٓى اِبْرٰهيمَ وَاِسْمٰعِيْلَ اَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّاۤىِٕفِيْنَ وَالْعٰكِفِيْنَ وَالرُّكَّعِ السُّجُوْدِ ۝١٢٥

 

(Ingatlah) ketika Kami menjadikan rumah itu (Kabah) tempat berkumpul dan tempat yang aman bagi manusia. (Ingatlah ketika Aku katakan,) “Jadikanlah sebagian Maqam Ibrahim sebagai tempat salat.” (Ingatlah ketika) Kami wasiatkan kepada Ibrahim dan Ismail, “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, serta yang rukuk dan sujud (salat)!

 

KH. Sholeh Darat dalam karyanya Faidl ar-Raḥmān fi Tarjamāt Tafsir Kalām al-Malik al-Dayyān, menjelaskan makna zahir ayat ini, sebagai berikut:

Nuturono siro Muhammad marang umat iro nalikane andadiaken ing ka’bah angen peranate panggonane amrih ganjaran utowo panggonane bola-baline menungso kerono ngelakoni manasik haji lan umroh lan maleh andadiaken angen ing Tanah Harom dadi panggonane ingkang aman sangking adzab akhirat aman sangking tipu-tinipu lan aman sangking judzâm barash.

KH. Sholeh Darat berpesan kepada jamaah haji agar dapat menjadikan Baitullah yaitu Ka’bah sebagai tempat untuk mencari pahala, tempat kembalinya manusia untuk melaksanakan ibadah haji atau umrah, menjadikannya sebagai tempat yang aman dari siksa akhirat, dari segala bentuk penipuan serta tempat yang aman dari segala macam penyakit kusta.

Selanjutnya KH. Sholeh Darat menjelaskan makna isyāry dari ayat tersebut, yaitu sebagai berikut:

 Setuhune iki bayt isyaroh marang ati. Nalikane andadeaken Ingsun ing qalb al-insâniyyah lan dadiaken peranate bola-baline wong kang podo amrih salik talib marang Ingsun. Lan dadikno maqome Nabi Ibrahim dadi adepe qiblat iro, artine ngelakonono perintah lan ngadohi cegah kelawan lakune syari’at anging kerono arah sangking Allah …

KH. Sholeh Darat berpendapat bahwa sesungguhnya Baitullah adalah sebuah isyarat untuk hati, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam sebuah hadis:

Allah Taala berfirman: Tak dapat memuat Zat-Ku, bumi dan langit-Ku, yang dapat memuat Zat-Ku ialah hati hamba-Ku yang mukmin. Aku meciptakan hati manusia dan menjadikannya ingin selalu kembali ke Tanah Haram khususnya bagi orang-orang sālik ṭālib yang ingin selalu mengunjungi-Ku berulang-ulang untuk menunaikan ibadah haji atau umrah dan menjadikan makam Nabi Ibrahim sebagai tempat salat.”

Artinya, ketika jamaah telah sampai di ka’bah maka hendaknya ia menjadikan makam Nabi Ibrahim sebagai kiblat, serta melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya dengan berpegang pada syariat Allah dan tidak sekali-kali menyekutukan-Nya.

Lebih lanjut, KH. Sholeh Darat juga menjelaskan bahwa jamaah haji harus membersihkan hatinya agar dapat sampai ke arah cahaya makrifat dan mahabbah, dengan memiliki hati yang jernih, jujur, ikhlas, rendah hati, tunduk, takut, dan rida.

Hal senada disampaikan Syeikh Wahbah Zuhaili dalam Tafsir Munir, bahwa Allah mengingatkan bangsa Arab akan nikmat-nikmat yang banyak, di antaranya adalah menjadikan Ka’bah sebagai tempat yang dituju manusia, tempat yang mereka datangi untuk beribadah pada musim haji dan pada waktu-waktu lainnya, hal itu meramaikan aktifitas perdagangan dan ekonomi serta menjadi sumber rezeki.

Termasuk diantara nikmat-nikmat tersebut adalah menjadikan Ka’bah sebagai tempat yang aman, orang-orang yang mendatanginya merasa aman dari rasa takut. Siapa pun yang memasukinya akan aman, sedang orang-orang di sekitarnya rampok-merampok.

Lalu, Allah memerintahkan kaum muslimin menjadikan Maqam Ibrahim sebagai tempat shalat, yaitu dengan lebih mengutamakannya atas tempat lain dalam shalat, lantaran kemuliaannya karena Nabi Ibrahim dulu berdiri di atasnya. Perintah ini bersifat mandub (anjuran, sunnah), tidak wajib. Hal ini diperintahkan kepada kaum muslimin sebagaimana dulu diperintahkan kepada orang-orang beriman yang hidup sezaman dengan Nabi Ibrahim.

Lebih lanjut, Ka’bah ini suci dan disucikan. Allah telah memerintahkan Nabi lbrahim dan Isma’il agar menyucikannya dari berhala dan praktek penyembahannya yang dilakukan kaum musyrikin sebelum Ka’bah ini diurus oleh Ibrahim, serta menyucikannya dari segala kotoran, baik yang kasat mata maupun yang maknawi (seperti: omong kosong; ucapan kotor, dan persengketaan) pada waktu melaksanakan berbagai manasik/ibadah (seperti: tawaf dan sa’i antara bukit Shafa dan Marwah), atau pada saat menetap di sana, atau pada waktu rukuk dan sujud. (Syekh Wahbah Az-Zuhaili, At-Tafsirul Munir, [Damaskus, Darul Fikr: 1991 M], juz I, hal. 304).

Sementara, dalam Tafsir Kementerian Agama (Kemenag RI), dikatakan bahwa surat Al-Baqarah ayat 125 menjelaskan tentang Allah yang memerintahkan Nabi Muhammad SAW dan kaum muslimin agar mengingat ketika Dia menjadikan Ka’bah, tempat berkumpulnya manusia sekaligus tempat yang aman.

Maksud dari Ka’bah sebagai tempat yang aman ialah tanah yang berada di sekitar Masjidil Haram merupakan tempat yang aman bagi mereka. Sejak dulu, orang-orang Arab mengagungkan dan menyucikan tempat tersebut.

Kaum muslimin dari berbagai penjuru mengunjungi Ka’bah untuk melaksanakan ibadah haji. Manusia akan merasa tentram jika berada di sekitar Ka’bah. Setelah kembali ke Tanah Air, hati dan jiwa mereka yang melaksanakan haji akan tertarik dan berkeinginan kembali ke Tanah Suci.

Dahulu, orang-orang Arab terkenal dengan sifatnya yang kerap menuntut bela atas orang atau kabilah yang membunuh, menyakiti serta menghina keluarganya. Di mana saja mereka akan temui orang atau kabilah tersebut, lalu menuntut pembalasan.

Tetapi, jika mereka menemuinya di Tanah Haram, mereka enggan mengganggu sedikit pun. Sejak dahulu, banyak orang-orang Arab atau dari bangsa lain yang berusaha menguasai Tanah Haram atau untuk merusak Ka’bah.

Namun atas kuasa Allah, usaha mereka selalu digagalkan. Seperti halnya Raja Abrahah dengan tentaranya yang ingin menguasai Tanah Haram dan Ka’bah.

Kemudian, surat Al-Baqarah ayat 125 turut menjelaskan tentang Maqam Ibrahim yang dijadikan tempat salat. Maqam Ibrahim adalah tempat berpijak Nabi Ibrahim ketika membangun Ka’bah.

Perintah yang Allah berikan kepada Nabi Ibrahim dan Ismail dalam mendirikan Ka’bah senantiasa untuk menentramkan hati kaum muslimin dalam menghadapi keingkaran kaum-kaum musyrik, dikatakan bahwa agama yang dibawa Nabi Muhammad SAW sama dengan agama yang disampaikan Nabi Ibrahim.

Adapun, perintah Allah untuk membersihkan Ka’bah berupa kiasan. Maksud dari membersihkan ialah suci dari segala benda yang hukumnya najis, seperti kotoran dan lain sebagainya. Selain itu, kiasan lainnya adalah membersihkan dari segala macam perbuatan yang mengandung unsur syirik, menyembah berhala dan perbuatan-perbuatan terlarang lainnya.

Penamaan Ka’bah sebagai rumah Allah bukan berarti Dia tinggal di dalamnya. Namun, Ka’bah dijadikan rumah Allah yang artinya tempat beribadah kepada-Nya.

Menurut Tafsir Al-Mishbah oleh Quraish Shihab, dalam surat Al-Baqarah ayat 125 dijelaskan tentang keterlibatan Nabi Ibrahim bersama Ismail membangun dan membersihkan Ka’bah. Selain itu, perintah tentang membersihkan rumah Allah harus diingat oleh umat Islam kapan dan di manapun.

Imam Qurthubi dalam kitab tafsirnya menyatakan, terjadi silang pendapat tentang apa yang dimaksud dengan Maqam dalam ayat 125 ini. Adapun pendapat paling sahih adalah pendapat yang menyatakan bahwa Maqam (Ibrahim) adalah sebuah batu yang telah diketahui oleh orang-orang pada masa sekarang ini, di dekat batu itulah mereka menunaikan dua rakaat shalat sunah tawaf qudum. Pendapat ini merupakan pendapat Jabir bin Abdullah, Ibnu Abbas, Qatadah, dan yang lainnya.

Selain itu, Imam Qurthubi juga mengutip dalam Shahih Bukhari yang mengatakan bahwa Maqam Ibrahim adalah sebuah batu tempat Nabi Ibrahim berpijak saat dia tidak kuat untuk mengangkat batu yang diberikan Isma’il ketika membangun Ka’bah, kedua telapak kaki Nabi Ibrahim kemudian terbenam.

Adapun makna dari lafadz مُصَلًّى adalah tempat berdoa, di tempat tersebut doa dipanjatkan. Demikianlah yang dikatakan oleh Imam Mujahid ra. Namun, menurut Imam Qatadah, makna lafaz مُصَلًّى adalah tempat shalat, di tempat itulah shalat ditunaikan. Sedangkan menurut pendapat Al-Hasan makna مُصَلًّى adalah kiblat, di sanalah imam berdiri. (Imam Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, [Kairo, Darul Kutub Al-Mishriyyah: 1964], juz 2, hal. 112-113).

Demikianlah penjelasan tentang Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 125, yang mengandung bahasan perihal perintah untuk menjadikan Maqam Ibrahim sebagai tempat shalat. Dengan demikian, bukan hanya di Makkah yang harus dijaga dan dipelihara kebersihannya, melainkan juga setiap rumah Allah meski kedudukan dan fungsinya tidak sama dengan Ka’bah. Wallahu a’lam.

 

 

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.