Presiden Sarbumusi Sebut Ketimpangan Struktural di Balik Kebijakan Zero ODOL

0

RISALAH NU ONLINE, JAKARTA – Presiden Sarbumusi NU, Irham Ali Saifuddin, menyampaikan kritik tajam terhadap kebijakan Zero ODOL (Over Dimension Over Loading) dalam Forum Kramat 4 yang digelar di Lobby PBNU, Jakarta Pusat, Jumat (4/7/2025). Menurut beliau, wacana penerapan Zero ODOL yang kerap digaungkan pemerintah tidak bisa dilepaskan dari akumulasi persoalan tata kelola transportasi logistik yang sudah berlangsung selama puluhan tahun.

“Ini bukan hanya sekarang ini baru beberapa bulan. Misalnya selama 23 tahun Soeharto itu jalanan nggak nambah bahkan tol nya punya nggak nambah. Bahkan jalur kereta api yang itu mostly warisan Belanda malah dimatikan karena persoalan politik,” ujar beliau.

Beliau menilai, kondisi saat ini merupakan buah dari kegagalan negara dalam merancang sistem transportasi yang sehat dan berpihak pada masyarakat.

“Akumulasi ini itu perhari ini menyebabkan pemerintah gagal melakukan tata kelola transportasi logistik yang sehat akibatnya adalah rakyat yang dikorbankan, dibentur-benturkan, saling menyalahkan,” katanya.

Lebih jauh, beliau menilai bahwa sopir truk justru merupakan kelompok yang paling rentan dan kerap menjadi korban dari sistem yang timpang ini.

“Terkait dengan kecelakaan-kecelakaan memang itu betul, itu data. Tapi orang juga banyak lupa yang paling beresiko di jalan untuk dapat kecelakaan itu adalah pengemudi-pengemudi truk itu sendiri. Berapa banyak anggotanya Mba Ika yang kehilangan nyawa. Mungkin lebih banyak dibandingkan pengguna jalan yang lain,” ungkap beliau.

Menurut beliau, sopir truk tidak berada dalam posisi yang memungkinkan mereka melakukan negosiasi atau tuntutan atas hak-haknya.

“Masalahnya adalah ini ada ketimpangan struktural para driver, para sopir truk itu tidak dalam sisi untuk melakukan bergain, negosisasi,” tambahnya.

Oleh karena itu, beliau mengingatkan agar penerapan Zero ODOL tidak dilakukan secara gegabah tanpa memikirkan dampak sosial yang lebih luas. Beliau mengutip kaidah dalam ushul fiqih untuk menegaskan pentingnya kehati-hatian dalam membuat kebijakan publik.

“Jadi ODOL ini masalah tapi ini sudah terjadi, Zero ODOL kalau diterapkan secara gegabah apalagi situasi yang saya kira diakui oleh Pak Yusuf, tidak mudah juga,” pungkasnya.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Sarana dan Keselamatan Transportasi Jalan Kementerian Perhubungan, Yusuf Nugroho, menyatakan bahwa pemerintah membuka ruang dialog dan tetap menjadikan berbagai masukan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan.

Beliau menyebut bahwa pemerintah masih terus menyusun rencana aksi yang melibatkan berbagai pihak agar implementasi Zero ODOL bisa tepat sasaran.

“Hal itu tetap menjadi referensi kami bagaimana rancangan remcana aksi yang sudah kita usulkan bersama-sama dan tentunya pendekatannya membutuhkan suatu masukan yang lebih spesifik agar implementasi ini bisa lebih tepat sasaran,” katanya.

Menurutnya, kebijakan Zero ODOL pada prinsipnya bertujuan untuk meningkatkan keselamatan, terutama bagi para pengemudi truk yang selama ini justru paling rentan menjadi korban kecelakaan.

“Keselamatan ini menjadi salah satu hal yang penting, jangan sampai selama inikan rekan-rekan pengemudi banyak yang terlibat sebagai korban yang akhirnya bahkan meninggal dunia dan keluarga yang ditinggalkan menjadi lebih sengsara lagi,” tutup Yusuf.

Selain Irham dan Yusuf, forum ini juga menghadirkan Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, yang menyampaikan pandangan teknis dan akademis mengenai kebijakan ODOL. Diskusi dipandu oleh Ahmad Rozali, pengurus LTN PBNU, dan merupakan bagian dari seri Forum Kramat yang rutin digelar sebagai ruang dialog antara masyarakat sipil dan pembuat kebijakan.

(Anisa).

Leave A Reply

Your email address will not be published.