Oleh: Zahid Lukman
Bulan Oktober 2025 saat ini bertepatan dengan Bulan Rabi’ul Tsani atau Rabi’ul Akhir dalam penanggalan hijriyah. Dari beberapa catatan, QS Al-Hasyr diterangkan turun pada bulan Rabi’ul Akhir. Rubrik tafsir edisi ini, kita akan mengurai hikmah dari salah satu ayat dalam surat al-Hasyr.
QS. Al-Hasyr: 7
مَآ اَفَاۤءَ اللّٰهُ عَلٰى رَسُوْلِه مِنْ اَهْلِ الْقُرٰى فَلِلّٰهِ وَلِلرَّسُوْلِ وَلِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ كَيْ لَا يَكُوْنَ دُوْلَةً ۢ بَيْنَ الْاَغْنِيَاۤءِ مِنْكُمْۗ وَمَآ اٰتٰىكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهٰىكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْاۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِۘ ٧
Apa saja (harta yang diperoleh tanpa peperangan) yang dianugerahkan Allah kepada Rasul-Nya dari penduduk beberapa negeri adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak yatim, orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan. (Demikian) agar harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah. Apa yang dilarangnya bagimu tinggalkanlah. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (QS. Al-Hasyr: 7)
Ada beberapa pokok bahasan dalam QS. Al-Hasyr ayat 7 ini. Pertama tentang harta fai’ dan pembagiannya. Kedua, perihal penerimaan dan larangan Rasulullah Saw., dan ketiga adalah perintah bertakwa. Dalam tulisan ini menekankan pada bahasan distribusi harta fai’.
Harta fai’ yaitu harta rampasan perang yang diperoleh dari musuh tanpa pertempuran dan peperangan, atau tanpa mengerahkan kuda dan tidak pula unta, atau secara damai, seperti harta benda Bani Nadhir.
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa harta rampasan itu untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, Anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang dalam perjalanan. Pembagian dengan cara tersebut merupakan bentuk keadilan distribusi harta, dengan tujuan supaya harta tersebut tidak beredar diantara orang-orang kaya saja.
Surat Al-Hasyr ayat 7 juga menegaskan prinsip yang mengatur pembagian kekayaan dalam sistem kehidupan Islam. Al-Quran telah menetapkan aturan tertentu demi mencapai keadilan perihal pendistribusian kekayaan dalam masyarakat. Dalam perspektif Islam, pengertian distribusi memiliki makna yang luas. Salah satunya yaitu sebagai peningkatan dan pembagian bagi hasil kekayaan agar sirkulasi kekayaan dapat ditingkatkan, sehingga kekayaan yang ada dapat melimpah dengan merata dan tidak hanya beredar diantara golongan tertentu saja.
Kata distribusi disamakan dengan kata دُوْلَةً dalam penggalan ayat surat Al Hasyr ayat 7, yaitu pada kalimat كَيْ لَا يَكُوْنَ دُوْلَةً ۢ بَيْنَ الْاَغْنِيَاۤءِ مِنْكُمْۗ. Dalam kaidah bahasa arab, secara etimologi kata دُوْلَةً berarti terus berputar atau perpindahan sesuatu dari satu tempat ke tempat lain. Sedangkan secara terminologi kata دُوْلَةً berarti suatu proses perputaran atau peredaran yang bersifat konstan tanpa ada hambatan (Tafsir Al-Munir, 1424).
Menurut penjelasan Al-Qarni dalam kitab tafsir Al-Muyassar, “Apa yang Allah berikan kepada Rasul-Nya sebagai fai’ dari harta para penghuni negeri yang musyrik tanpa mengerahkan kuda dan unta, maka ia adalah milik Allah dan Rasul-Nya. Ia didistribusikan untuk kemaslahatan umum kaum muslimin, untuk para kerabat Rasulullah, yaitu Bani Hasyim dan Bani al-Muthalib, juga untuk anak-anak yatim, yaitu anak-anak miskin yang ditinggal wafat bapak-bapak mereka saat belum baligh, juga untuk orang-orang miskin, yaitu orang-orang yang membutuhkan dan tidak memiliki apa yang mencukupi dan memenuh kebutu mereka, dan juga ibnu sabil, yaitu musafir yang bekalnya habis dan terputus dari hartanya. Hal ini agar harta tidak hanya beredar di tangan orang-orang kaya saja dan dihalangi dari orang-orang fakir dan miskin. Apa yang Rasulullah berikan kepada kalian berupa harta, atau apa yang Rasulullah larang kalian untuk mengambil dan melakukannya, maka hentikanlah.
Dalam kitab tafsir Fathul Qadir, Abu Amru bin Al ‘Ala berkata, دوْلَةً dengan fathah artinya harta yang beredar, sedangkan dengan dhammah artinya perbuatan. Abu Amru bin Al A’la berkata دُوْلَةً adalah nama bagi sesuatu yang diputarkan, yaitu harta. Menurut Asy Syaukani makna دُوْلَةً dimaknakan dengan “lingkaran” yang terdapat di dalam satu kaum. Mereka membentuk satu komunitas yang tertutup. Suatu kali harta tersebut dikuasai oleh seseorang dan lain kali dimanfaatkan oleh yang lain. Bisa juga artinya harta tersebut hanya dibagi kepada orang-orang yang berada di lingkaran tersebut (Asy-Syaukani, hal 213).
Menurut Syeikh Wahbah Az-Zuhaili dalam kitabnya Al-Munir, kata دُوْلَةً maksudnya adalah mutadaawilan yaitu berputar atau beredar. Ad-duulah adalah harta yang berputar dan beredar, sedangkan ad-daulah artinya adalah keadaan yang berputar silih berganti. Jadi, kata duulah dalam surat Al-Hasyr ayat 7 dijelaskan maknanya adalah beredar, yaitu beredarnya harta fai’ kepada orang-orang yang sudah ditentukan dalam ayat ini. “Agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu”.
Ppembagian di antara orang-orang itu, agar supaya peredaran dan perputaran harta tidak hanya terbatas di antara orang-orang kaya, sementara kaum fakir miskin tidak ikut mendapatkan apa-apa darinya sehingga menyebabkan orang-orang miskin tersingkirkan oleh orang-orang kaya dan mereka hanya membaginya di antara mereka. Ini adalah prinsip pemerataan kekayaan kepada semua kalangan dan menjamin terciptanya likuiditas bagi semuanya (Tafsir Al-Munir, hal 457).
Dalam kitab tafsir Hidayatul Insan bi Tafsiril Quran, Abu Yahya Marwan bin Musa menjelaskan bahwa Allah Swt menetapkan fai’ untuk kelima asnaf (golongan) ini adalah agar harta tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja. Karena jika Dia tidak menetapkan demikian, maka harta itu hanya beredar di antara orang-orang kaya saja, sedangkan orang-orang lemah tidak memperolehnya dan tentu hal itu akan menimbulkan kerusakan yang besar yang hanya diketahui oleh Allah Swt, sebagaimana mengikuti perintah Allah dan syariat-Nya terdapat banyak maslahat. Oleh karena itulah, dalam ayat selanjutnya Allah Swt memerintahkan dengan kaidah yang menyeluruh dan dasar yang umum.
Dalam tafsir Al-Kasysyaf, Zamakhsyari mengatakan melalui surat Al-Hasyr ayat 7 Allah Swt memberi aturan bagaimana seharusnya harta fai’ didistribusikan. Setidaknya ada enam kelompok yang berhak mendapatkan harta tersebut, yaitu untuk Allah, Rasul, kerabat dekat, anak yatim, orang miskin dan Ibnu sabil. Khusus bagian Allah, satu per-enam dari harta fai tersebut didistribusikan ke fasilitas publik seperti pembangunan masjid, madrasah dan lain-lain.
Sedangkan menurut M Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menjelaskan tentang makna daulah. Menurutnya, daulah adalah sesuatu yang beredar dan diperoleh secara silih berganti. Harta benda hendaknya jangan hanya menjadi milik dan kekuasaan sekelompok manusia, tetapi ia harus beredar sehingga dinikmati oleh semua anggota masyarakat. Penggalan ayat ini bukan saja membatalkan tradisi masyarakat jahiliyah, di mana kepala suku mengambil seperempat dari perolehan harta lalu membagi selebihnya sesuka hati —Bukan saja membatalkan itu— tetapi juga ia telah menjadi prinsip dasar Islam dalam bidang ekonomi dan keseimbangan peredaran harta bagi segenap anggota masyarakat (Quraish Shihab, hal 111).
Berkenaan dengan tafsir ayat tersebut, M. Quraish Shihab menyatakan, Allah telah menetapkan bahwa harta rampasan perang yang diperoleh dari Bani Nadhir diserahkan Allah sepenuhnya kepada Rasulullah Saw. Maka surat Al Hasyr ayat 7 ini menjelaskan bahwa harta rampasan fai’ yang diperoleh pada masa-masa yang akan datang. Kata fai seperti yang terdapat pada ayat ini mengandung arti harta rampasan perang yang diperoleh dari musuh tanpa melalui peperangan. Makna asal dari kata ini adalah kembali.
Oleh karena itu, kata مَآ اَفَاۤءَ اللّٰهُ عَلٰى رَسُوْلِه yang terdapat pada ayat ini berarti apa saja yang telah berada di bawah kekuasaan orang kafir setelah mereka dikalahkan pada hakikatnya adalah pemilik secara tidak sah. Harta-harta mereka itu dikuasai oleh orang-orang yang beriman, berarti Allah telah mengembalikannya kepada pemilik sah.
Dalam konteks tafsir al-Quran, agak sulit menemukan terminologi yang bisa digunakan untuk menunjukkan konsep distribusi. Namun, jika distribusi dimaknai dengan transformasi harta maka kita menemukan banyak tema yang merujuk pada konsep yang dimaksud. Menurut para ahli tafsir, surat Al Hasyr ayat 7 adalah satu ayat yang memberi tuntunan bagaimana seharusnya distribusi itu dilakukan.
Menurut pemikiran Jaribah bin Ahmad Al-Haristi, penulis disertasi “Fikih Ekonomi Umar Ibn Al-Khattab” Makan distribusi dalam ekonomi Islam tentu lebih luas lagi yaitu mencakup pengaturan kepemilikan unsur-unsur produksi dan sumber-sumber kekayaan. Islam memperbolehkan kepemilikan umum dan kepemilikan khusus.
Distribusi kekayaan sangat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat. Hal ini tentunya karena beriringan dengan tujuan dasar Islam, yaitu mensejahterakan umat di dunia dan di akhirat. Jika kebutuhan masyarakat terpenuhi maka akan mampu merealisasikan tujuan tersebut. Oleh karena itu, Islam berusaha keras untuk menegakkan distribusi yang adil diantara masyarakat, karena Allah mengecam peredaran harta yang hanya fokus di segelintir orang saja. Wallahu a’lam.