Muktamar Tonggak Seabad NU
Muktamar ke 34 di Lampung 2021 ini bisa dicatat sebagai muktamar yang istimewa. Karena hasil muktamar ini – antara lain kepengurusan, akan mengakhiri masa satu abad dan masuk abad baru. Jika dihitung secara Hijriyah, 16 Rajab 1444 (bertepat 17 Feb 2023) usia NU mencapai satu abad. Sementara secara hitungan Masehi baru 31 Januari 2026 nanti kita merayakan seabad NU.
Karena itu bisa dimaklumi siapa pun ingin ikut mengisi pejalanan bersejarah NU dalam memasuki abad baru, meski dalam partikel terkecil sekalipun. Siapapun dia yang nantinya terpilih sebagai pimpinan NU dia akan menyaksikan berkibarnya bendera NU di atas langit dunia.
Tentu abad yang akan datang tidak sama dengan abad sebelumnya. Masyarakat semakin cerdas. NU yang akan datang harus bisa menjawab kebutuhan dan tantangan itu melalui tampilan pemimpinnya.
Kita fahami jika dalam penyelenggaran Muktamar ke 34 ini banyak kendalanya dan semoga menjadi jendala keberhasilan NU ke depan. Soal Pandemi yang membuat jadwal kacau balau yang bisa kita ambil hikmahnya.
Keputuan Munas menetapkan Muktamar 34 pada tanggal 22-25 Desember mengingatkan kita pada muktamar 50 tahun lalu yang berakhir tanggal 25 Desember 1971 di Surabaya.
Muktamar NU ke 25 yang diselenggarakan Desember 1971 di Surabaya termasuk menegangkan. Muktamar yang diselenggarakan seusai Pemilihan Umum pertama Orde Baru itu memunculkan NU sebagai kekuatan kedua setelah Golkar, meski dengan selisih suara yang sangat jauh.
Tidak ada wajah gembira pada muktamar itu. Tokoh muda NU seperti KHA Syaikhu, HA Subhan ZE, Zamroni, dan lainnya menujukan wajah sendu. Dua ulama besar saat itu KHA Wahab Hasbullah dan KH Bisri Sansuri duduk berdampingan. Keduanya mengenakan jas gelap dan surban putih. Kiai Wahab sudah nampak letihnya, karena kiai memang sedang sakit.
Dalam penghitungan suara kemudian ternyata hasil pemungutan suara diluar duga. Rais Am KHA Wahab Hasbullah yang sangat populer itu kalah tipis dibanding perolehan Kiai Bisri Syansuri. Karena kondisi penyakitnya, Kiai Wahab lega, penggatinya adalah adik ipar yang juga kawan dekatnya.
Tapi, Kiai Bisri tiba-tiba maju dan mengatakan bahwa ia tidak bersedia menjadi Rais Am sepanjang Kiai Wahab masih ada. Kiai Wahab adalah penggagas berdinya NU. Waktu itu pendiri NU yang masih hidup tinggal Kiai Wahab, Kiai Bisri dan KH Ma’shum Lasem. Maka, kembali jabatan itu dijabat KHA Wahab Hasbullah.
Empat hari kemudian Kiai Wahab wafat. Sebagian peserta muktamar yang belum sempat pulang datang ke Tambak Beras, Jombang. Kiai Bisri kemudian menggantikannya.