KH. Nurul Badruttamam, MA. (Sekretaris Lembaga Dakwah PBNU dan Direktur Pusat Kajian dan Pengembangan Haji Umrah Indonesi)
Tidak salah kiranya jika Kementerian Agama mengusung tagline “Haji Ramah Lansia” pada penyelenggaraan ibadah haji 1444 H/2023 M. Tagline yang didasari semangat untuk memberikan pelayanan terbaik kepada Jemaah haji yang didominasi oleh kelompok usia lanjut ini bukan hanya jadi jargon semata. Terlihat dari cara para petugas haji melayani dzuyufurrahman dengan totalitas dan sepenuh hati.
Tahun ini adalah tahun penuh tantangan dalam penyelenggaraan ibadah haji. Berdasarkan hasil survei indeks kepuasaan jemaah haji (IKJH) yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 19 September 2022 lalu, kepuasan jemaah terhadap penyelenggaraan haji menunjukkan kategori sangat memuaskan. Tentu, akan sangat berbeda jika kuota jemaah kembali normal dengan jumlah jemaah lansia berada pada kisaran 66.943 jemaah di tahun ini. Jumlah ini tentu tidak sedikit dibanding dengan kuota sebelumnya. Ditambah antrian jemaah lansia yang terpaksa tertunda keberangkatannya akibat berbagai pembatasan, untuk tahun ini bisa diberangkatkan.
Namun, Kementerian Agama terlihat sigap dalam menepis berbagai kekhawatiran. Dimulai dari rekrutmen petugas haji yang terus menjadikan spirit ramah lansia menjadi ruh dalam setiap layanan. Petugas haji kali ini bukan hanya difokuskan dalam peran akomodasi, transportasi, konsumsi dan perlindungan jemaah, namun Kementerian Agama juga memberikan satu peranan khusus, yakni petugas khusus lansia.
Tentu bukan hal mudah untuk menjadi petugas khusus lansia. Berbagai keterbatasan baik fisik maupun pengetahuan pada jemaah haji lansia tentu membutuhkan treatment khusus. Sebagai contoh, ketika para jemaah lansia ini tidak kuat berjalan jauh sehingga membutuhkan bantuan dalam menjalankan ibadah, maka petugas haji ini harus lebih sigap dan siap menggendong para jemaah dengan ikhlas lillahitaalaa.
Inisiatif ini tentunya tidak perlu didesain di depan kamera. Sebagaimana yang sering kita saksikan tayangannya pada berbagai media. Mereka, para petugas haji, menunjukkan integritasnya dalam melayani. Pesan Gus Men, Yaqut Cholil Qoumas agar para petugas dapat menghibahkan dirinya dalam melayani jemaah dengan sepenuh hati beresonansi pada setiap sikap dalam melayani jemaah. Tujuannya tentu satu, memastikan penyelenggaraan ibadah haji berjalan lancar dan jemaah dapat beribadah dengan khusyuk.
Antrean Ibadah Haji
Haji merupakan ibadah yang dinanti. Bagi masyarakat Indonesia, menjalankan ibadah haji memerlukan proses yang cukup panjang, mengingat antrean yang menumpuk dan semakin lama setiap tahunnya. Dengan mayoritas penduduk beragama Islam dan jumlahnya terbesar di dunia, tentunya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat merasakan rukun Islam yang ke-5.
Selain itu, jika dibandingkan ibadah umrah, rangkaian ibadah haji membutuhkan waktu yang lebih panjang. Jika ibadah umrah dapat dilakukan dalam rentang waktu 9 hingga 14 hari, berbeda dengan ibadah haji yang setidaknya berlangsung sekitar 40 hari. Sementara itu, penyelenggaraan ibadah haji juga dilaksanakan dengan waktu khusus dan tidak sefleksibel pelaksanaan umrah.
Jika dibandingkan dengan negara tetangga, Malaysia, estimasi tunggu ibadah haji di Indonesia membutuhkan waktu rerata 25 tahun. Sedangkan di Negeri Jiran, mereka harus menunggu setidaknya 141 tahun dengan total biaya yang dibutuhkan RM 10.980 atau setara kisaran 36 juta rupiah untuk kelompok ekonomi rendah. Pada kelompok ekonomi menengah, jemaah haji Malaysia dikenakan biaya RM 12.980 setara dengan kurang lebih 43 juta rupiah.
Namun, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama tidak hanya tinggal diam dengan panjangnya antrian ibadah haji. Pemerintah juga terus berupaya untuk menambah kuota haji dengan melakukan pendekatan khusus pada Pemerintah Arab Saudi. Terbukti, pada tahun ini Indonesia mendapatkan kuota haii tambahan sebanyak 8.000 jemaah. Kuota ini tentu menjadikan Indonesia sebagai negara dengan kuota jemaah haji terbanyak di dunia, disusul Pakistan, India, Bangladesh, Nigeria, kemudian Iran.
Puncak Ibadah Haji
“Ibadah haji memerlukan fisik yang prima. Jemaah haji agar selalu memperhatikan aspek kesehatan selama di perjalanan, di Arab Saudi, hingga kembali ke Tanah Air. Jangan terlalu memaksakan diri beraktivitas, termasuk beribadah sunnah, terlebih bila merasa kesehatannya tidak memadai.” Demikian pesan Gus Men pada jemaah haji.
Tentu bukan tanpa alasan, Gus Men menyampaikan pesan ini pada jemaah. Mengingat masih banyak jemaah yang terlalu memaksakan diri dalam menjalankan ibadah tanpa mengukur kondisi kesehatannya. Padahal, Islam mengajarkan kemudahan dalam beribadah bagi semua umatnya. Islam mengajarkan agar umat manusia tidak terbebani atau sulit dalam menjalankan ibadahnya, sehingga ibadah dapat dilaksanakan dengan nyaman dan penuh keberkahan.
Hukum Islam juga sangat dinamis, sebagaimana kondisi hambanya dalam menjalankan ibadah. Allah SWT, memberikan keringanan bagi yang mempunyai uzur dalam menunaikan ibadah sesuai dengan sakit maupun udzur yang mereka alami. Jemaah haji lansia dalam menjalankan ibadahnya dibolehkan mengambil rukhsah yang telah diberikan oleh syariat demi kemaslahatan baginya.
Rukhsah adalah hukum yang disyariatkan karena adanya udzur. Dalam mengamalkannya, hal ini bergantung pada bentuk udzur. Rukhsah adakalanya menjadi wajib, sunat, makruh, atau mubah sesuai dengan kondisi seseorang pada saat mengalami kesulitan. Imam Jalaludin Al-Suyuthi menyebutkan ada tujuh sebab yang melatarbelakangi munculnya rukhsah, yakni: bepergian, sakit, dipaksakan, lupa, tidak tahu, lemah hingga adanya kesulitan yang tak dapat terhindarkan.
Tentu banyak hal yang harus disiapkan jelang puncak ibadah haji. Mengingat ibadah haji merupakan ibadah fisik yang menguras banyak tenaga dengan durasi waktu hingga 42 hari lamanya. Dalam pelaksanaannya, ibadah haji juga menuntut kesiapan adaptasi dan manajemen diri. Adapun beberapa hal yang harus disiapkan jemaah diantaranya adalah patuhi protokol kesehatan, istirahat yang cukup, jaga pola makan dan hidup bersih, sering minum air agar terhindar dari dehidrasi, kurangi aktivitas luar yang tidak perlu, biasakan berpikir positif agar tidak strees dan tidak memaksakan kemampuan dalam beribadah.
Selain itu, jemaah juga harus berani menyampaikan kendala yang dihadapi kepada para petugas yang telah dibaiat agar selalu siap siaga. Kendala ini tentunya akan bersambut pula dengan layanan terbaik dari para petugas, sebagaimana arahan Stafsus Menag, Wibowo Prasetyo agar para petugas tidak boleh ada yang main-main dan bekerja secara totalitas dalam melayani jemaah.
Maka, dengan Kerjasama antara jemaah dan petugas, sukses penyelenggaraan ibadah haji tahun ini dapat berjalan dengan optimal. Nol complain, karena petugas totalitas melayani, dan jemaah haji dapat beribadah dengan nyaman, khusyu’ agar menjadi haji mabrur. Labbaik Allahumma Labbaik….