Atas nasehat seorang ulama Tabi’in Raja bin Haywah Al-Kindi, Khalifah Sulaiman akhirnya memutuskan untuk memilih Umar bin Abdul Aziz sebagai penggantinya meski bukan dari keluarga Abdul Malik. Dia mengabaikan dua anak dan saudaranya sendiri untuk menduduki jabatan tertinggi itu.
Bahkan, ketika Hisham bin Abdul Malik dan Yazid bin Abdul Malik protes, namun keduanyatidak bisa berbuat apa-apa karena sudah wasiat dan penunjukkan Baginda Khalifah. Sebab nama Yazid tercantum sebagai penganti Umar setelah Umar tidak menjabat lagi.
“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Penyayang. Ini adalah surat dari hamba Allah, Sulaiman amirul mukminin, kepada Umar bin Abdul Aziz. Aku sudah menunjuk Engkau sebagai penggantiku untuk menjadi khalifah, dan Engkau nanti akan digantikan oleh Yazid bin Abdul Malik. Wahai manusia, dengarkanlah dia dan patuhilah; takutlah pada Allah dan hindari perselisihan, agar musuh tidak mengambil keuntungan dari kalian.”
Secara bersamaan Umar bin Abdul Aziz dan Hisham bin Abdul Malik mengucapkan, “Innalillahi wa innailaihi rajiun”. Satu ucapan yang sama, tapi dengan dua alasan yang berbeda. Umar bin Abdul Aziz langsung menangis dan terpaku di tempat duduknya. Ia sejak lama menolak jabatan. Raja langsung mendatangi Umar dan menggangkat tangannya untuk dibaiat, kemudian Raja menarik paksa Umar bin Abdul Aziz ke atas mimbar. Hisham yang menolak diancam hukuman mati oleh Raja. Umar meminta Hisyam untuk berbaiat sumpah setia yang pertama saat di atas mimbar. (Hisyam lahir 71-124/691-743) dan kemudian menjabat khalifah kesepuluh tahun 105-125)
Umar bin Abdul Aziz diangkat sebagai khalifah pada bulan Safar 99 H. Pelantikannya dilakukan di Dabiq, salah satu tempat di Suriah. Dalam perjalanan dari Dabig menuju istana di Damaskus Umar menolak naik kereta kencana. Ia lebih suka naik kuda biasa meski dengan mengenakan baju kebesaran sultan.
Usai dilantik, satu hal yang perlu didengarkannya: nasehat ulama besar yang juga dikenal sebagai waliyullah, yaitu Imam Hasan Basri yang tinggal di Bashrah yang berjarak sekitar 1.400 kilometer dari ibukota Damaskus, Syam. Raja bin Haywah setuju karena seniuoritas Imam Hasan yang lahir tahun 21 H(641) dan wafat tahun 110 M (728).
Umar mengirkm seorang kurir yang dikawal untuk mengantar surat itu dan ia diminta menunggu jawaban ImamHasan Bashri. Umar menulis surat, meminta kepada Imam Hasan Bashri memberi wejangan apa yang sebaiknya dilakukan agar ia bisa menjadi penguasa yang adil.
Umar ingin agar Imam Hasan Bashri menasehatinya tentang hakikat dunia, karena bisa jadi seseorang yang saleh pun tergelicir ketika memegang kekuasaan tertinggi dan dia membutuhkan nasihat yang mengingatkannya. Apalagi jabatan yang dipegang Umar adalah jabatan yang sangat besar, karena ia adalah salah satu raja yang memegang wilayah terbesar di dunia. Godaan, ambisi, fitnah dunia, dan keinginan untuk menikmatinya bisa saja muncul kala itu.
Imam Hasan al-Bashri menjawab surat tersebut yangh ditujukan khusus untuk Umar bin Abdul Aziz. “Amma ba’du.. Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya dunia adalah rumah persinggahan dan perpindahan bukan rumah tinggal selamanya. Adam diturunkan ke dunia dari surga sebagai hukuman atasnya, maka berhati-hatilah. Sesungguhnya orang yang berhasrat kepada dunia akan meninggalkannya, orang yang kaya di dunia adalah orang yang miskin di akhirat, penduduk dunia yang berbahagia adalah orang yang tidak berlebih-lebihan di dalamnya.
Jika orang yang berakal lagi cerdik mencermatinya, maka dia melihat dunia dengan menghinakan orang yang memuliakannya, mencerai-beraikan orang yang mengumpulkannya. Dunia layaknya racun, siapa yang tidak mengetahuinya akan memakannya, siapa yang tidak mengetahuinya akan berambisi kepadanya, padahal, demi Allah itulah letak kebinasaannya.
Wahai Amirul Mukminin, jadilah seperti orang yang tengah mengobati lukanya, dia menahan pedih sesaat karena dia tidak ingin memikul penderitaan panjang. Bersabar, karena di atas penderitaan dunia lebih ringan daripada memikul ujiannya. Orang yang cerdas adalah orang yang berhati-hati terhadap godaan dunia. Dunia seperti pengantin, banyak mata melihat kepadanya, hati terjerat dengannya, pada dia, demi Zat yang mengutus Muhammad dengan kebenaran, dunia adalah pembunuh bagi siapa yang menikahinya. Wahai Amirul Mukminin, berhati-hatilah terhadap perangkap kebinasaannya, waspadailah keburukannya. Kemakmurannya bersambung dengan kesengsaraan dan penderitaan, kelanggengan membawa kepada kebinasaan dan kefanaan.
Ketahuilah wahai Amirul Mukminin, bahwa angan-angannya palsu, harapannya batil, kejernihannya keruh, kehidupannya penderitaan, orang yang meninggalkannya adalah orang yang dibimbing taufik, dan orang yang berpegang padanya adalaah celaka lagi tenggelam. Orang yang cerdik lagi pandai adalah orang yang takut kepada apa yang dijadikan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menimbulkan rasa takut, mewaspadai apa yang Allah telah peringatkan, berlari meninggalkan rumah fana kepada rumah yang abadi, keyakinan ini akan sangat terasa ketika kematian menjelang.
Dunia wahai Amirul Mukminin, adalah rumah hukuman, siapa yag tidak berakal mengumpulkan untuknya, siapa yang tidak berilmu tentangnya akan terkecoh, sementara orang yang tegas lagi berakal adalah orang yang hidup di dunia seperti orang yang mengobati sakitnya, dia menahan diri dari pahitnya obat karena dia berharap kesembuhan, dia takut kepada buruknya akibat di akhirat. Dunia wahai Amirul Mukminin, demi Allah hanya mimpi, sedangkan akhirat adalah nyata, di antara keduanya adalah kematian.
Para hamba berada dalam mimpi yang melenakan, sesungguhnya aku berkata kepadamu wahai Amirul Mukminin apa yang dikatakan oleh seorang laki-laki bijak, ‘Jika kamu selamat, maka kamu selamat dari huru-hara besar itu. Jika tidak, maka aku tidak mengira dirimu akan selamat’.
Ketika surat Imam Hasan Bashri ini sampai ke tangan Umar bin Abdul Aziz, ia menangis sesenggukan sehingga orang-orang yang ada di sekitarnya merasa iba. “Semoga Allah merahmati Imam Hasan Bashri. Beliau terus membangunkan kami dari tidur dan mengingatkan kami dari kelalaian. Sungguh sangat mengagumkan, beliau adalah laki-laki yang penuh kasih terhadap kami pemimpinnya, beliau begitu tulus kepada kami. Beliau adalah seorang pemberi nasihat yang sangat jujur dan sangat fasih bahasanya.”
Umar bin Abdul Aziz membalas surat al-Hasan dengan mengatakan: “Nasihat-nasihat Anda yang berharga telah sampai kepadaku, aku pun mengobati diriku dengan nasihat tersebut. Anda menjelaskan dunia dengan sifat-sifatnya yang hakiki, orang yang pintar adalah orang yang selalu berhati-hati terhadap dunia, seolah-olah penduduknya yang telah ditetapkan kematian sudah mati. Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.”
Ketika balasan Umar sampai di tangan Imam Hasan, beliau berkata, “Amirul Mukminin benar-benar mengagumkan, seorang laki-laki yang berkata benar dan menerima nasihat. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengagungkan nikmat dengan kepemimpinannya, merahmati umat dengan kekuasaannya, menjadikannya rahmat dan berkah.”
Dalam surat berikutnya, Imam Hasan Bashri menulis: “Amma ba’du, sesungguhnya ketakutan besar dan perkara yang dicari ada di depanmu, dan engkau pasti akan menyaksikannya, selamat atau celaka.”
Surat itu senantiasa dibacanya untuk mengingatkanya dirinya tentang bujukan dunia. Umar termausk raja yang sangat sederhana serta
pipinya basah karen tangis. (MH).