KH.M. Cholil Bisri akrab disapa Mbah Cholil lahir di Rembang tanggal 12 Agustus 1942 bertepatan 27 Rajab 1263 H dan wafat dalam usia 62 tahun pada 24 Agustus 2004 pukul 20.40. KH. M. Cholil Bisri adalah putra pertama dari pasangan KH Bisri Mustofa bin H Zaenal Mustofa dan Nyai Hj Ma’rufah binti KH Cholil Harun Kasingan Rembang.
KH Cholil Harun sendiri merupakan pendiri Pesantren Kasingan Rembang yang pernah mengalami masa keemasan pada tahun 1935 dengan jumlah santri mencapai ribuan. Beberapa alumni yang menjadi tokoh besar, antara lain: KH Bisri Mustofa, KH Machrus Ali Lirboyo, KH Misbah Mustofa Tuban.
Mbah Cholil menikah dengan Nyai Hj Muhsinah binti KH Soimuri Solo dan dikaruniai delapan putera, yakni; Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), Ummi Kalsum Cholil Dzalij, Zaenab Cholil Qotsumah, Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut), Faizah Cholil Tsuqoibak, Bisri Cholil Laquf (Gus Ipul), Muhammad Hanies Cholil Barro’ (Gus Hanies) dan Muhammad Zaim Cholil Mumtaz (Gus Aim).
Pendidikan
Pendidikan Mbah Cholil waktu kecil adalah di Sekolah Rakyat 6 Kartioso yang ditempuh dalam waktu lima tahun. Ia langsung diterima di kelas dua dan tidak mau satu kelas dengan adiknya, Gus Mus–KH Mustofa Bisri–yang pada saat bersamaan juga masuk kelas satu.
Selain menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat (1954), Mbah Cholil juga sekolah di Madrasah Ibtidaiyah (1954), kemudian melanjutkan di SMP Taman Siswa (1956) bersamaan dengan sekolah di Perguruan Islam (1956).
Mbah Cholil kemudian melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur (1957), Pondok Pesantren al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta (1960), Aliyah Darul Ulum Mekah (1962), dan IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Mbah Cholil pernah nyantri kepada KH Machrus Ali, Lirboyo dan KH Ali Maksum Krapyak Yogyakarta.
Kiprah di Organisasi
Di bidang organisasi, Mbah Cholil pernah menjadi Ketua GP Ansor Rembang, Ketua Partai NU Rembang (ketika NU menjadi partai sendiri pada 1971), Ketua DPC PPP (ketika NU fusi dengan PPP). Mbah Cholil juga pernah menjadi A’wan dan Mustasyar PWNU Jawa Tengah, dan Ketua MPW PPP Jawa Tengah.
Keterlibatannya dalam PPP, pada 1982 ia diminta untuk menjadi anggota DPRD Tingkat I, tetapi Mbah Cholil menolak, karena ia berprinsip harus mengurus pesantren. Waktu itu, ia hanya mau di DPRD Tingkat II, seumur hidup. Terlebih lagi setelah ayahnya meninggal pada 1977, ia memegang tanggung jawab untuk menjadi pengasuh di Pesantren Raudlatut Thalibin sehingga ia hanya tertarik dalam politik lokal.
Di pesantren, Mbah Cholil mengajar banyak kitab diantaranya; bandongan Alfiyah, Syarah Fath al-Muin, Jam’ul Jawami’, dan Ihya’ Ulumuddin.
Ketika NU kembali ke Khittah pada 1984, Mbah Cholil ikut terlibat dalam pemulihan Khittah NU. Dalam Muktamar NU ke-27 (1984), yang merumuskan Khittah NU, Kiai Cholil Bisri menjadi Ketua Panitia Perumus di Komisi Program. Mbah Cholil Bisri pada 1992 menjadi anggota DPR RI dari PPP.
Ketika PKB dideklarasikan pada 23 Juni 1998, Mbah Cholil Bisri menjadi salah satu tokoh penting. Ia menjadi Wakil Ketua Dewan Syuro DPP PKB, dengan Ketua Dewan Syuro KH Ma’ruf Amien dan Ketua Dewan Tanfdiziyah Matori Abdul Djalil. Keterlibatannya dalam PKB mengantarkannya menjadi anggota DPR dari PKB, bahkan sampai menjadi Wakil Ketua MPR.
Meskipun menjadi politisi, kekiaian Mbah Cholil Bisri tidak luntur. Ia di Rembang tetap mengajar ngaji dan menjadi pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin sampai akhir hayatnya. Mbah Cholil sangat menyukai kalimat-kalimat hikmah dari Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam al-Hikam, yang terkenal itu.
Mbah Cholil juga dikenal sebagai seorang penulis. Tulisan yang telah diterbitkan adalah Kami Bukan Kuda Tunggang dan Ketika Biru Langit.
Semasa hayat, Mbah Cholil juga dikenal sosok kiai yang jaduk dan banyak gembolan. Karenanya, Mbah Kholil sering menjadi rujukan bagi masyarakat saat terbelit masalah.
Doa dan suwuknya terkenal ces pleng. Tak hanya itu, sifatnya yang pemberani membuat Mbah Kholil sangat disegani oleh semua lapisan masyarakat, mulai pejabat hingga rakyat biasa.
Hari selasa merupakan hari keramat Mbah Cholil. Bagaimanapun sibuknya, Mbah Cholil selalu menyempatkan mengaji bersama santri-santri sepuh pada ngaji “Selasanan”. (Rembangcyber).