RISALAH NU ONLINE, JAKARTA – Sejumlah tokoh agama lintas agama menyuarakan seruan untuk seluruh umat beragama menyambut Pemilu 2024. Diantara seruannya adalah mengajak umat beragama untuk tidak golput. Serta menyampaikan hak suaranya tanpa takut ancaman dan tekanan.
Dilansir dari jawapos.com bahwa total ada enam seruan yang dibacakan di kantor PGI Jakarta Pusat pada Senin (5/2). Diantara tokoh yang hadir dan membacakan seruan adalah Marsudi Syuhud, Wakil Ketua Umum MUI. “Ini adalah seruan kami yang ketiga,” katanya.
Secara umum mereka tetap menyerukan supaya Pemilu 2024 berjalan damai, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil dan bermartabat. Sehingga akan melahirkan Presiden, Wakil Presiden dan Wakil Rakyat yang terbaik dan dapat dipercaya.
Untuk mewujudkan itu, maka KPU, Bawaslu, pemerintah, aparatur negara, partai politik, para calon atau paslon, serta seluruh pemangku kepentingan harus benar-benar berjiwa satria. Kemudian juga bersikap jujur serta adil dalam menjalankan tugas dan kewajibannya.
Demi tercapainya harapan mulia tersebut, mereka menyerukan kepada seluruh umat dan bangsa untuk menggunakan hak pilih secara bertanggung jawab. “Memilih yes, golput no,” kata Marsudi.
Seruan berikutnya adalah, menentukan pilihan dengan jiwa bebas merdeka sesuai suara hati nurani sendiri. Umat beragama diminta mengabaikan semua rayuan, bujukan, bisikan, ajakan, tekanan dan atau ancaman. Umat beragama juga diminta ikut aktif menjaga dan mengawasi seluruh tahapan Pemilu. Agar berlangsung sesuai asas Luber dan Jurdil.
Marsudi juga merespon banyaknya kampus yang ikut menyuarakan aspirasi pemilu jujur. Bahkan dalam aspirasi itu, ada juga kritikan supaya Presiden tidak ikut cawe-cawe. Dia mengajar kritik itu biasa. Karena baginya, kritik itu adalah vitamin.
“Kalau vitaminnya pas, dan itu akan menyehatkan bangsa ini, akan menyehatkan demokrasi ini,” jelasnya. Marsudi mengatakan kritik harus dimaknai vitamin. Dia mengatakan, bisa jadi ke depan bakal ada ratusan kampus yang menyampaikan aspirasi atau kritikan. Dia menegaskan kritikan itu adalah membangun. Bukan merobohkan.
Sementara itu, Uskup Agung Jakarta Romo Kardinal Agung Ignasius Suharyo menyampaikan, dalam perspektif iman Kristiani, dalam sejarah itu selalu ada kerajaan. “Dan kerajaan itu sama dengan kekuasaan. Dan kita semua tahu kekuasaan itu berbahaya, kalau tidak dijalankan dengan baik,” tuturnya.
Dia menceritakan ketika ada institusi kerajaan, pada waktu itu raja-raja tidak bagus, muncul yang disebut Nabi-Nabi. Para Nabi tugasnya untuk menyerukan kebenaran dan keadilan. Dia berpendapat situasi setiap zaman seperti itu. “Jadi kalau para akademisi itu menyerukan seruan moral, itu tanggung jawab mereka,” pungkasnya. (jp/hud)