Varia Seabad Media NU: Media Harus Tetap Kritis

0

 

Tulisan ini dimuat dalam majalah Berita NU (BNO) nomor 1 tahun ketujuh tahun 1937. KH Mahfudz Shiddiq sebagai pemipin redaksi majalah itu menjelaskan tentang kritik yang dilontarkan majalah BNO sebagai pertanggungjawaban kepada masyarakat luas alias pembaca. (MH)

 

Sekali peristiwa, seorang sahabat karib saya datang menjelang ke rumah saya, antara lain ia tanya: “Apakah BNO (majalah Berita NU) berkemajuan?” (maksudnya mengalami kemajuan, Red). Saya jawab: “Ya biasa saja. Naik dan turun”.

Lalu ia berkata: “Saya kira BNO sukar hidupnya karena isinya terlalu pedas, hantam sana hantam sini; itu tidak baik saudara, jangan pakai kritik kritikan.”

Saya akui, memang kritik-kritikan tidak sedap didengar dalam telinga, terutama oleh yang terkena akan tetapi marilah pembaca kita bawa pada suatu soal yang apabila pembaca sudah faham, akan tahulah beratnya tanggungan dan sulitnja penulis majalah di Indonesia sini.

Masyarakat dan umat golongan kita sekarang ini tengah menderita sakit keras, masyarakat dan umat golongan kita sekarang ini tengah berbaring di balainya poliklinik dihadapi beberapa orang dan beberapa macam dokter penyakit-penyakit masyarakat dan umat itu adakalanya timbul dan adakalanya ditimbulkan.

Penyakit yang timbul di dalam masyarakat dan umat barangkali bisa disembuhkan dengan pelbagi macam obat yang tidak terlalu tajam memakannja. Akan tetapi penyakit masyarakat dan umat yang ditimbulkan, maka buat mengobatinya ini macam penjakit lain tidak melainkan operasi yang sudah tentu tidak terlalu sedap.

Di lain jurusan, kita melihat orang yang perbuatan dan gerak langkahnja merugikan masyarakat umat, dengan atau tidak dengan sengaja terhadap ini kejadian.

Ahli fikir berlainan pendapat, ada yang berpendapat diobati dengan jalan biasa saja dan ada yang berpendapat: lebih baik diobral. Menurut pikiran saya, kedua pendapat ini serba ke kiri [radikal]. Menurut pendapatan saya, lebih dahulu diobati de ngan jalan biasa, jikalau taufiq Ilahi lekas menjemput dia, syukurlah. Tetapi kalau ikhtiar itu tidak mujarab baharulah diobral saja.

Baca Juga :  Awal Mula NU Masuk Jakarta

Faedahnya, jikalau dia orang yang mempunyai malu biarlah ia jera (kapok) karena malunya, kalau pun masih delurung (israr) biarlah publik mengetahui berbahayanya itu orang, dan dengan begitu publik terpelihara dari racun yaitu penyakit masyarakat dan umat.

Terhadap ini, Imam Nawawi berkata di dalam kitabnya Riyadlus Shalihin kaca 307:

الرابِعُ تَحْذِيرُ الْمُسْلِمِينَ مِنَ الشَّرِ وَنَصيحتهم وَذَلِكَ من وجود الخ الخ . “Keempat (daripada boleh [wenang] nya ghibah orang) adalah menyingkirkan orang Islam daripada kebusukan dan menasihati mereka.”

 

عن عائشة رض أَنَّ رَجُلًا اسْتَأْذَنَ عَلَى النَّبِيِّ ص. فَقَالَ أَذَنُوا لَهُ بِئْسَ أَخَوَالْمُشِيرَةِ (متفق عليهِ اصْبَحْ بِهِ الْبُخَارِي فِي جَوَازِ غَيْبَةِ أَهْلِ الْفَسَادِ وَأَهْلِ الرَّيْبِ اهـ.

Artinja: Bahwasanya seorang memohon izin pada Rasulullah saw, (akan audensi), maka sabda Rasulullah saw: Izinkan (suruh masuk)-lah ia, sebusuk-busuk saudaranja pergaulan (dialah). Hadits Sahih riwayat Imam Bukhari ini berdalil akan harus wenangnya (kebolehan, red) meng-ghibah orang ahli kerusakan (berbahaja) dengan ini hadis”.

Sedang wetgever (pembuat undang-undang) Hindia Belanda yakni undang-undang negeri pun menganggap sah perbuatan itu, karena itu juga, sebagaimana terlukis di dalam artikel 310 ayat 3 dari buku ‘Hoekoeman Hindia Belanda’, dalam mana ayat itu bilang: (3) Tidak ada penodaan nama baik orang atau surat menodai jikalau yang berbuat itu melakukannya dengan mengingatkan kepentingan umum atau oleh karena perlu untuk membela dirinya.

Surat kabar atau majalah adalah baberapa banyak macamnya; ada yang karena fulus; surat kabar atau majalah yang fulusistisch begini tentu saja tidak berani menggerakkan orang karena takut tak laku, sekalipun dengan perbuatannya itu masyarakat dan umat semakin rusak binasa.

Ada pula yang karena akan memberi penerangan; menjadi pelita umat; menjadi pemimpin dan sapujagad, surat kabar atau majalah yang begini ini ialah yang menjadi kebutuhan kita, terutama kita yang berpenyakitan, karena jikalau kita ma’asyiral-berpenjakitan tidak berani menelan pil, ahli waris kita akan menyediakan liang kubur kita.

Baca Juga :  Simpul Sanad Keilmuan Jejaring Ulama Nusantara

Sesungguhnya orang kita harus bersyukur kalau orang kita mengingatkan sekalipun getir rasanja; karena mereka akan menyembuhkan kita; jadi sesungguhnya mereka itulah orang yang sesungguhnya cinta pada kita. Keliru sekali kalau kita menyangka, bahwa mereka (penasihat getir) itu benci kepada kita, mereka itulah sesungguhnya sahabat kita, karena orang yang senang dikatakan ganteng, bagus dan cantik padahal sesungguhnya buruk, itulah musuh kita. Mereka sampai hati membiarkan kita menjadi tertawaan dan hinaan bangsa di atas dunia.

BNO mengharap dan berdoa moga-moga menjadi majalah macam yang kemudian, dan Insya Allah tidak akan mempergunakan pil jadamnya selama tidak sangat terpaksa. (*)

Leave A Reply

Your email address will not be published.