RISALAH NU ONLINE, JAKARTA-Ketua DPR RI Puan Maharani mendorong agar isu kesetaraan gender menjadi agenda prioritas global. Pasalnya, Puan menilai keberadaan perempuan di berbagai tingkat pengambilan keputusan hari ini dianggap masih belum cukup untuk mewakili kepentingan perempuan, terlebih di parlemen dunia yang sejak lima tahun lalu hanya meningkat di kisaran 3 persen.
Perihal tersebut ia ungkapkan kala menghadiri pertemuan parlemen anggota MIKTA (Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia) Speakers’ Consultation ke-10 dengan tema The Coordinated Action of Parliaments to Build a More Peaceful, Equitable, and Fair World pada Senin (6/5/2024), di Meksiko.
“Dengan tingkat kemajuan yang cenderung lambat ini, kesetaraan gender pada badan legislatif secara global baru akan tercapai pada tahun 2063,” ujarnya sebagaimana dilansir Antara pada Selasa, (7/5/2024)
Dirinya pun meyakini bahwa kepemimpinan perempuan akan memberikan kontribusi positif dalam memajukan demokrasi. Sebab tanpa partisipasi perempuan, demokrasi di sebuah negara tidak akan berkembang.
“Keterwakilan perempuan di parlemen juga dapat memperkuat kualitas demokrasi karena parlemen akan lebih responsif terhadap berbagai persoalan di masyarakat,” ujarnya.
Terkait kesetaraan gender, melalui kebijakan afirmasinya, Indonesia berkomitmen mewajibkan minimal 30 persen kandidat perempuan sebagai calon anggota legislatif dari tiap partai politik peserta pemilu.
“Kebijakan afirmasi ini juga dilengkapi dengan berbagai aksi konkret di Indonesia, di antaranya dengan mendorong pembentukan jaringan calon anggota legislatif perempuan (candidate pool). Partai politik berperan penting untuk rekrutmen, kaderisasi, pelatihan, dan pendampingan politisi perempuan,” tegas Puan di hadapan delegasi parlemen MIKTA.
Ia pun mengingatkan agar pihak-pihak yang terkait mesti tanggap terhadap aspirasi dan kebutuhan perempuan dengan mengedepankan prinsip-prinsip kesetaraan.
“Parlemen juga harus tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi perempuan, baik dalam struktur, metode, maupun produk legislatif. Parlemen negara anggota MIKTA perlu memprioritaskan adanya gender-sensitive lawmaking. Kita harus terus meningkatkan pengarusutamaan gender dan penyusunan UU yang inklusif. Parlemen MIKTA juga perlu melakukan gender-responsive budgeting. Kita perlu mengadopsi perencanaan dan penganggaran yang responsif gender. Selain itu, parlemen MIKTA perlu membangun dimensi gender-sensitive oversight,” paparnya.
Di akhir, Puan mengajak kepada seluruh anggota parlemen untuk bekerjasama untuk mengawasi dan memastikan kebijakan yang dijalankan demi terciptanya parlemen yang inklusif.
“Saya mengajak kita semua untuk bekerja bersama memastikan agar setiap kebijakan yang kita ambil akan berdampak bagi perubahan menuju parlemen yang lebih inklusif dan setara,” tuturnya. (yud)