Nama majalah itu ‘Soloeh Nahdlatoel Oelama’ atau SNO/SNU. Majalah ini diterbitkan Lembaga Maarif NU atau Hofdbestuur NO bagian Maarif, berdiri tahun 1937. Pertama kali berdiri Maarif dipimpin KH Abdullah Ubaid. Setelah KH Abdullah Ubaid wafat tahun 1938, kedudukannya digantikan KH A Wahid Hasyim sejak tahun 1939. Dua tahun kemudian Maarif menerbitkan majalah yang diberi nama Soeloeh NO.
Gerakan pemberdayaan umat di bidang pendidikan yang sejak semula menjadi perhatian para ulama pendiri NU kemudian dijalankan melalui lembaga yang bernama Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU). Lembaga ini bersama-sama dengan jam’iyah NU secara keseluruhan melakukan strategi-strategi yang dianggap mampu meng-cover program-program pendidikan yang dicita-citakan NU.
Secara institusional, LP Ma’arif NU juga mendirikan satuan-satuan pendidikan mulai dari tingkat dasar, menengah hingga perguruan tinggi; sekolah yang bernaung di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama. Data tahun 2022 terdapat 22.000 madrasah yang bernaung di bawah LP Ma’arif NU, yang di antaranya 13.000 madrasah terakreditasi A. Hal itu jauh sebelum LPTNU (Lembaga Perguruan Tinggi NU) dan RMI (Rabbithah Maahidil Islamiyah) lahir.
Majalah Soeloeh NO pertama terbit pada bulan Mei 1941. Disain sederhana, tanpa ilustrasi dan gambar. Tertulis, Soeloeh Nahdlatoel Oelama bulanan Islam membicarakan pengetahuan terutama perkara kemadrasahan. Tahun pertama bulan Rabiul Awal 1360 atau April 1941. Diusahakan (diterbitkan) oleh Hofdbestuur NO (PBNU) Bagian Maarif. Dicetak oleh Drukkerij (percetakan) Moelja sb (Surabaya).
Dokumen majalah ini yang ada di Perpustakaan PBNU hanya ada satu edisi, yaitu edisi pertama. Edisi selanjutnya tidak ada rimbanya. Mungkin itu satu-satunya edisi yang bisa diterbitkan karena kondisi negara sedang dihantui Perang Dunia II dan masuknya Jepang.
Bisa dipahami, karena majalah Berita NU yang diterbitkan PBNU sendiri terbit terakhir tahun 1942 awal setelah Jepang masuk ke Indonesia. Di zaman Jepang hampir semua media tiarap tak mau meladeni penjajah Jepang.
Sebagai Pengemudi (pemimpin redaksi) majalah ini hanya tercantum nama A. Wachid Hasyim (tanpa gelar), tidak tercantum nama lain. Alamat redaksi singkat: Tebuireng, Jombang. Harga langganan setahun f 1. Setengah tahun f 0,50, dan harga satuan f 0,10 (baca sepuluh sen gulden).
Pada edisi perdana ini memuat ‘Warta Administrasi’ dan ‘Warta Redaksi’. Majalah yang dimiliki Perpustakaan PBNU hanya berisi 16 halaman majalah. Ada rubrik ‘Pemandangan’ dengan judul ‘Anak-anak Kita Harapan Masa Depan Kita’. Lalu, ‘Ruangan pendidikan’ dengan tulisan Daim Amin dengan judul ‘Kepentingannya bagi Masyarakat dan Umat, Artinya, Bagian-bagiannya dan Tujuannya’. Kemudian, ‘ Serba-serbi: Murid-murid ‘mendapat’ Negeri’.
Nama Daim Amin diperkirakan adalah nama lain dari KHA Wachid Hasjim sendiri. Nama Daim Amin yang bermakna dipercaya selamanya itu tidak ada dalam struktur Ma’arif NU. Apalagi di masa itu masih sangat langka ahli pendidikan terutama yang bisa menulis bagus. KHA Wachid Hasyim adalah tokoh yang dikenal serba bisa yang tajam menganalisa. Di zaman itu banyak penulis yang menyamarkan namanya dengan berbagai tujuan.
Sepatah Kata
Berikut Sepatah Kata yang tertera dalam majalah tersebut, tanpa mengubah selain penyelarasan ejaan.
“Telah lama dimajukan oleh cabang NO atau kring-nya, permintaan, kepada HBNO bagian Ma’arif, agar dapatlah kiranya diikhtiarkan terbitnya majalah untuk memberikan tuntunan kepada cabang dan kring NO bagian Ma’arif tentang perkara kemadrasahan.
Sebenarnya penerbitan majalah yang demikian itu sifatnya telah lama menjadı fikiran bagi HBNO bagian Ma’arif, yaitu sejak beberapa waktu yang lalu. Akan tetapi fikiran itu tinggal fikiran dan tidak dapat berwujud, karena kurangnya tenaga, terutama tenaga keuangan.
Sekarang alhamdulillah wa syukru liliah, dapatlah HBNO bagian Ma’arif mewujudkan fikiran yang sejak sekian lama terkandung di dalam niatan itu, yakni dengan penerbitannya majalah ‘Soeloeh NO’ ini yang kita kemukakan kepada cabang dan kring-kring NO bagian Ma’arif khususnya dan masyarakat Indonesia- Islam umumnya.
Perlu di sini dikemukakan sedikit keterangan, yaitu bahwa pimpinan majalah ini oleh HBNO (PBNU) bagian Ma’arif diserahkan kepada saudara A. Wachid-Hasjim dengan penyerahan yang sepenuhnya, dengan arti bahwa pertanggungan jawab atas sekalian isi dan keuangannya majalah ini adalah dipikul oleh saudara itu. Oleh karena itu, maka di sini kita jelaskan, bahwa sekalian apa yang tertampak dan tertulis di dalam majalah ini tidaklah berarti suaranya HBNO bagian Ma’arif. Harap menjadi maklum.
Wassalam. Atas nama HBNO bagian Ma’arif Wakil Penulis, Khairoel Anam. Jombang, Safar 1360/Maret 1941.”
Pendahuluan
Dalam pendahuluan majalah ini atau pengantar redaksi yang terdapat pada halaman 3 itu tertulis: “Dengan mengucap syukur dan gembira kepada Allah s.w.t. atas kenikmatan dan rahmat-Nja, maka majalah ‘Soeloeh N.O’ ini berkunjung kepada pembaca-pembacanya. Didalam pendahuluan yang singkat ini, tidaklah perlu kita kemukakan kepentingannya majalah sebagai ‘Soeloeh’ ini, yakni yang terutama memberikan penerangan tentang perkara kemadrasahan cukuplah kita katakan bahwa Indonesia di dalam waktu seperti sekarang ini sangat hajatnya kepada pimpinan dan tuntunan dalam usahanya memajukan madrasah Islam.
Usaha memajukan sekolah umum di Indonesia sudah lama mendapat perhatian orang dan beroleh pimpinan dan tuntunan sebagaimana mestinya, meskipun belum mencapai tingkatan yang tinggi sebagai yang dicita-citakan oleh pencinta-pencintanya. Hal itu terutama karena lemahnya tenaga keuangan bangsa kita. Disamping itu usaha memajukan madrasah Islam, yang melihat jumlah umat Islam Indonesia seharusnya mendapat perhatian dan fikiran yang lebih banyak dan besar, belum seberapa mendapat pelayanan yang sesungguhnja, dibanding dengan sekolah-sekolah umum kita.
Dengan ini tidaklah berarti bahwa kita memperkecil arti usaha perhimpunan Islam, baik perhimpunan sosial yang mempunyai bagian kemadrasahan maupun perhimpunan yang khusus bekerja di dalam lapangan kemadrasahan.
Kita akui bahwa jalan jang akan ditempuh oleh majalah ‘Soeloeh’ ini masih belum sempurna diretas orang, karena itu kemusykilan yang akan dihadapinya tentulah banyak. Karenanya, patutlah kita serukan kepada sekalian yang merasa berkepentingan akan kemajuannja madrasah-madrasah Islam, sudilah memberikan bantuannya, terutama yang berupa fikiran dan pendapatan.
Dan di dalam penerbitan yang pertama ini, sudah tentu ada kekurangan-kekurangan pada majallah ini. Tiap-tiap permulaan-permulaan tentu sulit, demikianlah kata pepatah. Mudah-mudahan kekurangan- kekurangan yang ada padanya pada permulaan penerbitannya ini berangsur-angsur hilang dan dari sedikit-kesedikit dapatlah ia meningkat jenjang kemajuar. Amin ya Rabbal-alamin. (Sidang Pengarang)”
Manusia dan Agama
Tulisan di bawah ini merupakan bagian tulisan dari artikel yang tidak menyebutkan penulisnya. Diduga ditulis sendiri oleh KHA Wachid Hasyim dalam rubrik ‘Pemandangan: Anak-anak kita Harapan Masa Depan Kita. Berikut tulisannya yang menjadi percikan singkat antara manusia dan agama.
“Manusia sebagai makhluk Allah yang berakal, kekuasaan dan kekuatannya tidaklah berbatas. la dapat terbang tinggi dan cepat lebih dari burung yang paling cepat, sekalipun ia tidak bersayap. la pandai menyelam dalam lebih dari ikan yang paling tahan menyelam, dengan tidak perlu menukar paru-parunya dengan ingsang dan (angsang) ikan. la dapat berjalan cepat dan mengangkat benda jang berat, lebih dari kuda yang paling cepat dan gajah yang paling kuat.
Itu semua dengan akal dan daya otaknya. Dibuatnya kapal terbang, kapal selam, kereta api, masin-masin dan lain-lainnya dengan sesempurnanya.Akan tetapi apabila tiap-tiap manusia dibiarkan melepaskan sekalian kekutannya, memakai segala tenaganya, mempergunakan semua kepandaian otaknya dengan tidak berbatas, niscaya semua itu menjadi bahaya besar bagi keamanan jenis manusia.
Untuk memberi batasan dan kekang atau berangus kekuatan manusia, hingga seperti sekarang ini sampai hari kiamat sekalipun, tidak terdapat jalan yang sempurna, kecuali jalan agama. Wet atau peraturan yang dibuat akal manusia di negeri yang sudah maju adalah menunjukkan bahwa semua peraturan atau wet itu tidak mempan, tidak manjur dan tidak cukup.
Dari itu ternyata kepentingannya agama sebagai jalan untuk memberikan imbangan bagi kekuatan manusia yang selalu bertentangan agar tidak menjadi kusut dan kacau. Sudah tentu dalam hal ini agama tidak sebagai kepercayaan saja, akan tetapi untuk diperbuat dan diamalkan.” (MH)