RISALAH NU ONLINE, JAKARTA – Kualitas demokrasi di Indonesia merosot cukup drastis, salah satunya karena adanya kecenderungan intervensi terhadap gerakan islamisme di Indonesia. Kecenderungan ini sudah terlihat beberapa tahun ke belakang sehingga jika intervensi terus berlanjut, maka dikhawatirkan tidak ada harapan untuk masa depan demokrasi di Indonesia.
Pernyataan tersebut disampaikan Greg Fealy, Ph.D., Indonesianis asal Australia dalam Diskusi Publik yang dimoderatori oleh Dosen Prodi Ilmu Politik dan Magister Ilmu Politik Miftahul Ulum, Ph.D., dengan tema “Islam dan Demokrasi di Indonesia” secara hybrid di Aula Fakultas Kesehatan Masyarakat. Selasa (30/07/2024).
Greg menyoroti peran Islam dalam dinamika demokrasi Indonesia, terutama di tengah kemunduran demokrasi yang dialami beberapa tahun terakhir. Ia memulai pembahasannya dengan mengutip tulisan Prof. Diego Fossati yang menyatakan bahwa pemilu 2024 menunjukkan kemerosotan demokrasi di Indonesia telah berhenti dan negara ini kembali mengarah kepada kondisi yang stabil.
“Presiden Jokowi dinilai berhasil menyingkirkan gerakan islamisme yang dianggap sebagai ancaman bagi demokrasi Indonesia sehingga saat ini mobilisasi kelompok Islam tidak lagi menjadi ancaman bagi demokrasi Indonesia,” katanya mengutip salah satu alinea dari tulisan Prof. Diego tersebut.
Lebih lanjut, Greg memberikan pandangan yang berbeda terkait isu ancaman islamisme terhadap demokrasi liberal di Indonesia. Ia tidak setuju dengan pernyataan bahwa islamisme merupakan ancaman besar bagi demokrasi.
“Jika kita melihat politik islamis yang formal, seperti Partai PKS, PPP, PKB, dan Ummat, mereka cukup responsif, bertanggung jawab, menerima hasil pemilu, tidak memakai kekerasan, dan berani menjalankan tugasnya sebagai partai politik tanpa mengancam stabilitas demokrasi,” jelas Greg.
Terakhir, Greg menyoroti tindakan pemerintah yang menggunakan sistem hukum untuk menyingkirkan gerakan islamisme. Menurutnya, sistem demokrasi harus melindungi semua umat di dalamnya.
“Ada hukuman pelanggaran kesusilaan yang sangat berat yang dilakukan pemerintah. Hal ini tentunya menjadi ancaman besar bagi sistem demokrasi,” ucapnya.
Pada sambutannya dalam Diskusi Publik, Ma’mun Murod Al-Barbasy mengatakan bahwa kedatangan Greg kali ini merupakan kunjungan pertama di UMJ.
“Saya sudah cukup lama membaca karya-karya beliau. Beliau adalah spesialis NU, namun sekarang sudah mulai melirik dan menikmati Muhammadiyah, setidaknya sejak hadir di Mukhtamar Solo. Alhamdulillah, sekarang beliau sedang berada di Indonesia dan berkenan hadir di acara ini” ungkapnya.
Ia menjelaskan jika tema “Islam dan Demokrasi di Indonesia” merupakan tema yang sangat menarik untuk dikaji karena bersifat dinamis dan variatif. Hal ini dapat diketahui dari sejarah politik Islam di Indonesia yang mempengaruhi proses demokrasi sejak dulu hingga saat ini.
Menurutnya, pada era Orde Lama, nilai-nilai Islam sangat terlihat dalam politik di Indonesia. Islam adalah negara yang sesungguhnya selaras dengan demokrasi. Islam memiliki nilai-nilai demokrasi yang kental, mulai dari permusyawaratan, Al-Qariah, freedom, persamaan egaliter, dan lain-lain.
“Lalu, pada periode awal perkembangan politik Islam di Indonesia, konsep musyawarah menjadi landasan penting sebagaimana yang dijelaskan pada surat Al-Imran ayat 159,” ujar Ma’mun.
Ayat tersebut menjelaskan tentang musyawarah yang dilakukan dalam Islam. Terutama setelah perang Uhud, ketika umat Islam mengalami kekalahan akibat strategi yang diputuskan oleh para sahabat Rasulullah Saw.
Dalam perspektif demokrasi Islam, nilai-nilai substantif lebih dikedepankan daripada formalistik. Hal ini terlihat dalam proses pemilihan Khulafaur Rasyidin, di mana keputusan diambil melalui musyawarah.
“Pada pemilihan khalifah itu tidak ada keputusan yang diambil secara tunggal, melainkan melalui persetujuan dan partisipasi dari umat,” tutur Ma’mun.
Terkait dengan hal tersebut, ia juga menilai bahwa demokrasi yang terjadi saat ini terjadi di Indonesia justru lebih mengedepankan sisi demokrasi formalisme daripada yang substansif.
“Demokrasi seperti itulah yang dimanfaatkan oleh oligarki politik atau ekonomi saat ini,” beber Ma’mun.
Pada sesi tanya jawab, Greg menanggapi berbagai isu, termasuk peran media dalam dinamika Islam dan demokrasi, serta tantangan yang dihadapi demokrasi di Indonesia. Ia menekankan pentingnya inklusivitas dalam demokrasi dan perlunya representasi formal dari kelompok Islam dalam sistem politik Indonesia.
Turut hadir dalam Diskusi Publik, di antaranya Ketua Badan Pembina Harian UMJ Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed, Wakil Rektor II UMJ Dr. Ir. Mutmainah, MM., jajaran dekanat di lingkup UMJ, serta civitas academica UMJ.(hud/rls)