RISALAH NU ONLINE, JAKARTA – Rapat Pleno PBNU yang diadakan pada 27-28 Juli 2024 di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan telah menghasilkan beberapa poin utama, salah satunya yaitu pemberian tugas kepada KH Anwar Iskandar dan KH Amin Said Husni untuk mendalami relasi NU dengan PKB, yaitu dalam prinsip hubungan historis, prinsip hubungan irisan konstituensi, hubungan teologis, dan prinsip tradisi.
Sebagai salah satu langkah dalam menjalankan tugas tersebut, PBNU memanggil Mantan Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Lukman Edy. Ia pun memenuhi panggilan PBNU di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (31/7/2024) siang pukul 12.10 WIB.
Lukman Edy menjelaskan duduk persoalan hubungan antara PBNU dan PKB beberapa waktu terakhir. Menurut Lukman Edy problem mendasar yang terjadi di tubuh PKB di bawah kepemimpinan Cak Imin yaitu pengurangan peran dan kewenangan dari para kiai secara sistematis.
“(Kalau dulu) Dewan Syurolah yang memberikan persetujuan kalau ingin mengangkat ketua umum si A, si B, tapi semenjak Muktamar di Bali itu sebagian besar kewenangan Dewan Syuro itu dihapus di dalam AD/ART, sehingga kita tidak melihat lagi peran Dewan Syuro,” ujarnya.
Dalam pandangannya, saat ini peran Dewan Syuro telah dihilangkan baik secara fundamental dalam AD/ART maupun secara teknis administratif di internal PKB. Hal tersebut menjadikan kepemimpinan PKB tersentralisasi di ketua umum.
“Bahkan AD/ART hasil muktamar di Bali itu secara eksplisit menyatakan ketua umum memiliki kewenangan yang luar biasa, bukan saja menentukan kebijakan partai yang strategis tetapi bahkan bisa memberhentikan DPW, DPC tanpa adanya musyawarah,” katanya.
Lukman mengaku membawa AD/ART lama dan AD/ART baru agar PBNU dapat membandingkan pasal mana yang dihapus untuk menghilangkan eksistensi Dewan Syuro. “Ruhnya PKB itu para Kiai, kenapa sekarang justru eksistensi kiai itu malah dihilangkan,” ujarnya.
Beliau menyimpulkan sebab hubungan antara NU dan PKB itu memburuk saat ini yaitu karena peran ulama/kiai/dewan syuro itu dihilangkan dari AD/ART maupun dalam menjalankan partai sehari-hari. Selain itu beliau menyebut permasalahan lain yang terjadi yaitu tata kelola keuangan yang tidak transparan dan akuntabel,
“Keuangan fraksi, dana pemilu, dana pileg, dana pilpres, sampai sekarang dana pilkada itu tidak transparan dan tidak akuntabel. Itu sampai sekarang tidak pernah diaudit,” tuturnya. (Anisa).