RISALAH NU ONLINE, REMBANG – Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Bahauddin Nursalim (Gus Baha) memberikan penjelasan terkait tafsir Surat Ad Dhuha dalam Kitab Tafsir Al-Ibriz karya KH. Mustofa Bisri (Gus Mus).
Salah satu yang menjadi sorotan Gus Baha adalah ayat ketiga yang berbunyi mâ wadda‘aka rabbuka wa mâ qalâ, yang berarti Tuhanmu (Nabi Muhammad) tidak meninggalkan dan tidak (pula) membencimu.
Beliau menyebut di dalam tafsir, Gus Mus menjelaskan asal usul dari ayat tersebut bahwa suatu waktu Nabi Muhammad pernah tidak menerima wahyu dalam waktu yang lama. Kemudian terdapat komentar-komentar dari kaum kafir yang menyebut wahyu yang terlambat itu disebabkan Nabi Muhammad telah ditinggalkan tuhannya.
“Sebetulnya kritik atau suara di luar sana termasuk suara orang kafir itu ternyata dijawab sama Allah,” kata Gus Baha dalam acara Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dan Haul Masyayikh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah, Senin (9/9/2024)
Hal ini menandakan bahwa ujaran atau perkataan apapun akan tetap didengar jika yang disampaikan adalah sesuatu yang objektif dan riil, meskipun disampaikan oleh orang kafir.
“Kalau perlu dijawab ya jawab,” ujarnya.
Lebih lanjut, Gus Baha sedikit menceritakan kisah Imam amudi yang mengajarkan logika tauhid kepada para malaikat. Hal ini beliau sampaikan sebagai bukti bahwa kebenaran akan selalu didengar tanpa melihat siapa yang menyampaikan.
Dalam kisah tersebut, Imam Amudi menyatakan angka dua, tiga, hingga satu triliun kalau dibanding dengan angka satu, semua itu bercabang, yang pokok itu hanya satu.
“Alam kayak apa jumlahnya dan kayak apa ruwet nya tetep dimulai dari satu yaitu Allah,” tutur Gus Baha.
“Orang itu yang gambar dinosaurus atau gambar ayam atau gambar gedung itu pasti dimulai dari satu titik,” ujar Gus Baha menceritakan logika tauhid yang disampaikan Imam Amudi melalui gambar.
Beliau menyebut malaikat terpaku dengan penjelasan Imam Amudi. Sehingga beliau menarik kesimpulan bahwa meskipun terdapat berbagai tingkat kesalehan seseorang, keimanan itu dapat dipertanggungjawabkan.