RISALAH NU ONLINE, SEMARANG – Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) mengadakan acara Orientasi Keaswajaan bagi mahasiswa baru dengan menghadirkan KH. Iman Fadhilah, Founder Rumah Pergerakan Al Fadhilah sekaligus Pengasuh Pesantren Mahasiswa Al Fadhilah Tembalang.
Dalam materi yang bertema “Dewasa dalam Beraswaja”, Kiai Iman menyampaikan bahwa Ahlussunnah wal jamaah (Aswaja) bukan sekadar teks yang dibicarakan, tetapi harus dihidupkan melalui pemahaman dan pengamalan.
Menurutnya, Aswaja akan kehilangan esensinya jika tidak diterapkan dalam kehidupan nyata. “Orang kalau hanya bicara Aswaja-Aswaja saja, maka sesungguhnya itu adalah teks yang mati. Aswaja akan hidup ketika teks itu dibaca, dipahami syariatnya, ibadahnya, perilakunya, pemahamannya, amaliyahnya, dan harokah-nya,” tegasnya di depan para mahasiswa baru di ruang rapat lantai 6, Unwahas, Semarang, Selasa (24/09/24).
Menurut Kiai Iman, jika hanya membicarakan Aswaja sebagai teks tanpa ada penghayatan dan penerapan, maka Aswaja itu akan menjadi sesuatu yang mati. “Aswaja akan hidup ketika teks itu dibaca, dipahami syariatnya, ibadahnya, perilakunya, pemahamannya, amaliyahnya, dan harokah-nya,” jelas beliau.
Dalam perjalanan menerapkan nilai-nilai Aswaja, Kiai Iman juga menekankan peran akal sebagai media untuk memahami sistem nilai atau value dalam ajaran Islam, termasuk Aswaja itu sendiri. “Akal merupakan bagian dari media untuk memahami sistem nilai. Makanya banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an yang berbunyi, afala tatafakkarun (tidakkah kamu berpikir?),” tambahnya.
Kiai Iman menggarisbawahi bahwa Al-Qur’an, dan ilmu turunan lain seperti hadits dan fiqh semuanya terakumulasi dalam akal. Sehingga untuk memiliki pemahaman ini, menurutnya, harus diproses melalui akal sebagai instrumen utama untuk menangkap esensi ajaran Islam yang disampaikan oleh Rasulullah SAW.
Acara orientasi ini diharapkan mampu memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada mahasiswa baru Universitas Wahid Hasyim tentang pentingnya menghidupkan ajaran Aswaja dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya sebatas wacana tekstual. (Anisa)