Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar menyampaikan arahan dalam sambutannya pada rangkaian acara “Halaqah Humanitarian Islam; Islam untuk kemanusiaan; Al-Islam lil Insaniyah”. Acara tersebut digelar di The Acacia Hotel and Resort, Jakarta Pusat, pada 21-22 September 2024.
Berikut ini kutipan lengkap pidato KH. Miftachul Akhyar yang disampaikan dalam acara tersebut.
Assalāmualaikum warahmatullāhi wabarakātuh.
Bismillahirrahmanirrahīm.
Islam datang tentu untuk menyempurnakan semua. Kalau ajaran-ajaran di agama-agama sebelumnya kita diajak untuk mencintai pada sesamanya, kita diberikan mawa’idz-mawa’idz husna tentang kehidupan, maka Islam sebagai agama yang hadir untuk seluruh alam. Rasulullah diutus tiada lain untuk atau sebagai rahmat bagi seluruh alam. Bukan hanya manusia tapi alam semuanya, hattal malaikah, hattal madar wal ramal, ini didapati semua terkena dengan risalah Rasulillah shallallāhu ‘alaihi wasallam.
Maka Islam yang sebagai agama terakhir, untuk seluruhnya, dan rahmat bagi semua alam jagad raya ini, tentu kita belum sampai sebetulnya memahami Islam secara benar, mungkin hanya sepuluh persennya daripada Islam yang dibawa oleh Rasulullah shallallāhu ‘alaii wasallam. Satu-satunya manusia yang telah secara sempurna dan lengkap telah memenuhi amanah, melaksanakan amanah secara tuntas, hanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Kita ingat di dalam surat Al-Kahfi disebutkan: “… lau kaanal-bahru midaadal likalimaati rabbii lanafidal-bahru qabla an tanfada kalimaatu rabbii walau ji’naa bimitslihii madadaa” (QS. Al-Kahfi: 109). Lautan yang ada di bumi ini menjadi tinta untuk menulis kalimaati rabbii, Islam – jadi “kalimaati rabbii” ini juga otomatis Islam – “lanafidal-bahru,” lautan-lautan yang ada di bumi ini akan kering, habis, “qabla an tanfada kalimaatu rabbii,” sebelum kalimat-kalimat rabbii. Kalimat Allah yakni Islam selesai untuk kita pahami secara keseluruhan, “walau ji’naa bimitslihii madadaa,” walaupun didatangkan lautan-lautani planet lain atau dari mana pun tetap akan kurang, melihat besarnya Islam yang luar biasa ini.
Oleh karena itu, al- Islam lil insaniyah tentu Islam sebagai katakanlah petunjuk dan hadiah pada kemanusiaan, maka insaniyah ini tentu sesuatu yang sangat luar biasa juga. Insaniyahnya inilah yang oleh Allah mereka-mereka ini ditunjuk sebagai khalifatullah fil ardl untuk mengisi bumi ini, untuk memakmurkan bumi ini. “…huwa ansya’akum minal-ardli wasta‘marakum fiihaa fastaghfiruuhu tsumma tuubuu ilaiih…” (QS. Hud: 61).
Allah-lah yang menciptakan kalian, manusia, yang di dalam dirinya ada insaniyah, minal-ardli wasta‘marakum, dan Allah menjadikan kalian sebagai pemakmur bumi ini. Ada tafsir yang menafsirkan: dan memerintahkan kalian untuk memakmurkan bumi ini.
Memakmurkan bumi itu adalah tugas besar, tugas sebagai khalifah. Khalifah yang dimaksud bukan khilafah-khilafah yang ditawar-tawarkan itu, tapi khalifah manusia yang besar yang mana Al-Qur’an pertama kali diturunkan di situ disebut kata insan.
Islam diawali dengan wahyu yang di situ menyebut kata insan. Bahkan ada perintah agar insan ini terus membaca, bukan sekadar membaca tulisan, tapi membaca secara luas: membaca situasi keadaan, bahkan membaca tanda-tanda alam. “Iqra’ bismi rabbik…” (QS. Al-‘Alaq: 1). Kalau bisa kita artikan, perintah ini adalah perintah: agar Engkau ya Muhammad dan semua umatmu berikutnya menjadi orang yang punya kemampuan yang tanpa batas. Tentu yang dimaksud tanpa batas ya di dunia ini. Ini sebuah isyarat, sekaligus menunjukkan bagaimana kebesaran manusia yang di dalam dirinya ada insaniyahnya ini.
Oleh karena itu, sudah semua disiapkan, disediakan tatanan-tatanan untuk kemanusiaan ini. Mulai dari hal-hal yang kecil, mulai masuk toilet, buang air kecil, sampai hal-hal yang besar itu semua sudah ada tatanan-tatanannya, ada nash-nashnya, bagaimana kebesaran Islam itu sendiri, bagaimana Islam menghadapi saudaranya sesama muslim.
Sampai ada satu hadis riwayat Abu Jahm di perang yang pertama kali Islam berhadapan dengan Eropa, Perang Yarmuk. Abu Jahm ini Ibnu Hudzaifah, punya saudara misan begitu usai perang, ternyata belum pulang. Di dalam situasi cuaca yang begitu panas menyengat, Abu Jahm ini berpikiran: jangan-jangan saudaraku terluka di medan perang, saat ini mungkin sedang tersiksa dengan kehausan dan lain sebagainya.
Maka dibawalah kendi, tempat untuk air, jangan-jangan ini sangat dibutuhkan. Dicari(saudaranya itu). Betul, setelah ditemukan ternyata dalam luka parah, sudah tidak punya kemampuan untuk bergerak, hanya merintih.
Maka diisyaratkan ditunjukkan air ini, maukah untuk dituangkan dan diminumkan? Dia memberi isyarat: segera tuangkan. Begitu mau dituangkan, diminumkan, tiba-tiba kira-kira jarak 100 meter mendengar rintihan yang serupa. Maka saudaranya ini memberi syarat, kau ke sana, kau ke sana, datangi rintian itu.
Begitu didatangi ternyata Hisyam ibnu Abil Ash, saudara dari Amru ibnu Ash, yang juga sedang terluka dan sangat membutuhkan minuman tersebut. Begitu mau dituangkan untuk diminumkan, tiba-tiba mendengar lagi rintihan dari arah yang lain. Maka Hisyam ibnu Abil Ash ini memberi isyarat: kamu ke sana. Padahal dia sangat butuh.
Maka diturutilah, didatangi suara rintian yang ketiga ini. Sampai di situ, ternyata (orangnya) sudah meninggal dunia. Akhirnya kembali ke Hisyam ibnu Abil Ash, sampai di Hisyam ibnu Abil Ash, juga sudah meninggal dunia. Lalu kembali ke saudaranya, sepupunya, juga meninggal. Ketiga-tiganya meninggal dunia tanpa bisa mencicipi merasakannya.
Ini ukhuwah yang ada di dalam (Islam). Belum ukhuwah-ukhuwah yang dengan agama-agama yang lain, yang ditunjukkan bagaimana Sahabat Ali, yang dia tidak mau dibedakan dengan mereka yang min ahlil kitab sedang punya masalah hukum, “di hadapan hukum kita harus sama,” banyak sekali (contohnya).
Oleh karena itu, maka sebagai kesempatan kita menggali, terus menggali, karena kalimatullah yakni Islam itu sendiri masih terlalu banyak, banyak, ayyu balighin, ayyu hakiimin, yang mereka menginginkan mendalami, mencapai cita-citanya. Sehingga, dia memahami Islam adalah ghaayah kamaliyah, tapi ternyata belum sampai tuntas untuk mempelajari Islam.
Ini kesempatan kita dalam hari ini untuk terus menggali, menambahkan ilmu. Semoga pelaksanaan ini betul-betul lancar dan dapat ziyadah ‘ilmiyah di dalam halaqah yang sedang diadakan ini. Kiranya itu yang bisa kami sampaikan. Saya sudah dapat isyarat agar segera menghabisi berdiri saya ini, karena mungkin ya sudah jamnya ini.
Mohon maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan dalam penyampaian dan nanti malam Insyaallah saya kembali ke sini, ingin juga mendapatkan informasi apa kira-kira yang telah dibicarakan untuk tambahan-tambahan ilmu. Kurang lebih mohon maaf.
Ihdinash shiraathal mustaqiim. Wallaahul muwaffiq ilaa aqwaamith thariiq.
Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh. (Ekalavya)