Wacana Humanitarian Islam dan terminologi Humanitarian Islam diperkenalkan pertama kali pada tahun 2017 dalam satu konferensi yang sederhana di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambak Beras, Jombang, Jawa Timur. Pesantrennya KH Abdul Wahab Chasbullah salah seorang pendiri Nahdlatul Ulama (NU).
Pasca itu, kemudian diluncurkan yang kami sebut sebagai Gerakan Global Humanitarian Islam di markas gerakan Pemuda Ansor pada tahun yang sama. Dan kemudian kami terus bekerja berupaya memperkenalkan wacana ini ke berbagai kalangan, baik kalangan komunitas-komunitas agama di berbagai negara, kalangan mereka yang berada di lingkaran-lingkaran pembuatan kebijakan (Decision Making circles) di seluruh dunia, bahkan kalangan politik, dan juga akademik di berbagai perguruan tinggi di seluruh dunia.
Alhamdulillah, seiring perjalanan waktu berbagai capaian telah berhasil diraih dalam upaya membagi wacana gagasan-gagasan tentang Humanitarian Islam ini kepada berbagai kalangan di seluruh dunia. Sehingga sekarang wacana Humanitarian Islam (Al Islam Lil insaniah) atau Islam untuk kemanusiaan ini telah menjadi wacana yang cukup kuat secara Internasional. Bahkan belum lama ini, satu lingkaran akademia di Eropa yang dipimpin oleh Professor Rudiger Lohlker dari Universitas Wina Austria telah mempublikasikan satu buku tentang Humanitarian Islam khusus melalui penerbit besar di Eropa yaitu the Braille.
Dan diskusi pembicaraan tentang wacana ini juga semakin meluas, sehingga jaringan para akademia yang lain juga semakin tertarik untuk ikut serta di dalam diskusi tentang Humanitarian Islam ini. Sehingga hari ini (5 November) kita mulai buka satu lagi konferensi Internasional tentang Humanitarian Islam yang kita rancang sebagai konferensi akademik, diskusi akademik mengenai wacana ini.
Tetapi Humanitarian Islam itu bukan gagasan baru, bukan sesuatu yang baru, karena Humanitarian Islam itu sendiri sesungguhnya harus dipahami sebagai inheren di dalam pesan Ilahi yang dibawakan oleh Rasulullah Muhammad Sallallahuu Alaihi Wasallam.
Sebagaimana ditegaskan didalam salah satu firman Allah SWT menegaskan, Wa Ma Arsalnaka Illa Rahmatan Lilalamin, kata jami’-nya tidak disebut, karena sudah mua’rof bi al, ini kalau orang pesantren memaknainya didasarkan pada kaidah umum. Bahwa Rasulullah Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam, tidak diutus oleh Allah Subhanahu Wa ta’ala tidak ada tujuan lain kecuali sebagai manifestasi dari kasih sayang Allah (rahmat) kepada seluruh alam tanpa terkecuali. Tidak ada yang dikecualikan dari seluruh alam ini dari Rahmah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Maka, semestinya Islam memang secara inheren di dalam pesan ilahiahnya harus dipahami sebagai wawasan yang berpihak kepada seluruh umat manusia. Wawasan yang dimaksudkan untuk memperjuangkan kemaslahatan bagi seluruh umat manusia tanpa kecuali. Maka sebetulnya Humanitarian Islam atau Al Islam Lil insaniyah ini hanyalah satu terminologi yang dimaksudkan sebagai pengingat saja dari apa yang sebetulnya sudah sejak awal menjadi ajaran dan wawasan dari Islam itu sendiri.
Universitas Indonesia
Konferensi kali ini, kami (PBNU) selenggarakan kerja sama dengan Universitas Indonesia. Kenapa dengan Universitas Indonesia? beberapa orang mungkin berprasangka dan prasangkanya, saya kira ada benarnya, bahwa PBNU membuat keputusan untuk mengerja-samakan konferensi ini dengan Universitas Indonesia supaya saya sebagai Ketua Majelis Wali Amanat kelihatan berguna bagi Universitas Indonesia. Saya kira ini ada benarnya.
Tetapi jauh lebih dari itu, saya ingin sampaikan bahwa apabila tadi saya nyatakan Humanitarian Islam ini bukan sesuatu yang baru, tetapi terminologi Humanitarian Islam ini sebagai pengingat sesungguhnya sangat terkait dengan konteks dinamika Global yang yang dialami oleh umat manusia dewasa ini.
Betapa pertentangan, konflik, dan multipolaritas yang mengarah kepada dinamika yang semakin sulit dikendalikan. Maka perlu ada pengingat yang mengingatkan umat manusia ini tentang keberadaan kita hidup bersama di satu planet yang sama dan kita terikat satu sama lain pada nasib yang sama.
Islam hadir di berbagai belahan bumi dengan berbagai macam ekspresi dan warna berbagai macam konstruksi peradaban yang tumbuh yang mungkin berbeda-beda satu sama lain. Di Indonesia, di nusantara ini, Islam diterima dan kemudian diserap ke dalam jiwa peradaban Nusantara untuk diekspresikan kembali dengan cara Nusantara.
Kita melihat ilustrasi yang sangat indah dan sangat mengharukan dari Sholawat Jawi Emprak yang tadi kita saksikan di awal pertemuan ini. Itu adalah ilustrasi bagaimana Islam diserap dengan rasa jiwa nusantara dan kemudian diekspresikan kembali dengan cara dan jiwa Nusantara.
Kalau orang melihat dengan teliti, mengurai wacana yang telah kami kembangkan terkait dengan Humanitarian Islam ini. saya yakin orang akan dengan mudah menyimpulkan bahwa wawasan Humanitarian Islam ini yang kami kembangkan ini sebetulnya adalah wawasan tentang pengalaman Indonesia.
Bahwa Humanitarian Islam ini adalah wacana tentang apa yang telah dilalui oleh Indonesia, ditemukan alurnya dalam sejarah Indonesia. Ketika Indonesia menghadapi berbagai macam tantangan, berbagai macam masalah terkait nature, keberadaan yang sangat beragam, dan kemudian menemukan jalan keluarnya. Ini adalah tentang pengalaman Indonesia, tentang kisah keberhasilan Indonesia.
Kisah Sukses Indonesia
Kami yakin bahwa pengalaman Indonesia, kisah sukses Indonesia ini layak untuk dibagi bersama seluruh komunitas Global, komunitas internasional, sebagai sumbangan kita. Sumbangan kita di dalam perjuangan bersama seluruh umat manusia untuk menemukan jalan keluar dari berbagai masalah dan kemelut yang dihadapi dunia dewasa ini.
Inilah yang menjadi alasan lebih mendasar kenapa Universitas Indonesia. Karena Ini pengalaman Indonesia dan ini adalah satu-satunya universitas yang I-nya cuma satu Universitas Indonesia. Satu-satunya universitas yang dinisbatkan dengan atribut Indonesia secara mutlak.
Sekarang ada universitas yang I-nya lebih banyak tapi itu berarti tidak absolut, masih ada tambahan keterangan. Karena itu, saya kira tidak ada tempat lain. Dan karena seperti saya sampaikan tadi bahwa ini akan menjadi konferensi akademik dan layak untuk dikerjakan bersama lembaga akademik yang berwibawa, maka tidak ada tempat lain yang pantas untuk menjadi co-host, menjadi mitra, tuan rumah bagi konferensi ini selain Universitas Indonesia.
Kalau ditanya tentang apa pesan dasar dari Humanitarian Islam ini, terlepas dari berbagai macam nuansa diskusi, nuansa gagasan yang ada dalamnya, saya harus sampaikan bahwa dengan wacana Humanitarian Islam dengan gerakan Global Humanitarian Islam ini, kami memanggil siapa saja yang memiliki kehendak baik dari semua latar belakang agama dan keyakinan, dari semua bangsa-bangsa yang ada untuk bergabung dalam perjuangan bersama mengupayakan terwujudnya suatu tatanan Internasional yang sungguh-sungguh adil dan harmonis yang ditegakkan di atas prinsip penghargaan terhadap kesetaraan hak dan martabat bagi setiap manusia.
(Transkip sebagian pidato Ketua Umum PBNU KH. Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) dalam pembukaan Konferensi Internasional Humanitarian Islam di Balairung Kampus Universitas Indonesia, Selasa, 5 November 2024).