RISALAH NU ONLINE, JAKARTA – Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) menggelar diskusi strategis bertajuk ISNU Forum for Investment, Trade, and Global Affairs di Gedung PBNU, Jakarta, Rabu (11/6/2025).
Forum ini mengusung wacana kritis: Urgensi Pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) di Tengah Krisis Penerimaan Nasional dan Defisit APBN.
Tiga orang pakar dihadirkan untuk menyampaikan perspektif terkait topik ini. Ketiga orng tersebut yakni Darussalam (Founder DDTC), Prof. Edi Slamet Irianto (Guru Besar Politik Perpajakan Unissula), dan Mukhamad Misbakhun (Ketua Komisi XI DPR RI). Forum ini dihadiri akademisi, perwakilan lembaga NU, dan masyarakat umum.
Ketua PBNU KH Aizuddin Abdurrahman (Gus Aiz) dalam sambutannya menekankan bahwa forum semacam ini harus menjadi ruang rutin untuk mengkritisi kebijakan strategis.
“Banyak hal harus didiskusikan dengan banyak kepala yang tentu ini akan menjadi masukan manifestasi bagi PBNU,” ujarnya.
Gus Aiz juga menyoroti kompleksitas pengelolaan pajak. “Pintar dan berani saja tidak cukup, harus benar. Regulasi perpajakan butuh integritas, bukan sekadar kecerdasan teknis,” tegas Gus Aiz.
Senada, Ketua ISNU Forum Hery Haryanto Azumi menyebut komitmen ISNU dalam menggelar forum diskusi yang menghasilkan rumuskan rekomendasi kebijakan.
“ISNU Forum konsisten mengundang para pakar untuk mendiskusikan rekomendasi dan berkontribusi untuk negara melalui PBNU,” ujar Hery.
Ibrahim Kholilul Rohman, akademisi dan anggota Badan Pengembangan Inovasi Strategis PBNU, mengawali diskusi dengan sebuah pertanyaak kritis, “di tengah ketidakstabilan ekonomi, seberapa signifikan BPN menjawab tantangan fiskal?”
Pertanyaan ini bukan tanpa alasan. Pembentukan lembaga baru berarti tambahan anggaran, birokrasi, dan risiko tumpang tindih kewenangan. Apalagi, pemerintah masih bergulat dengan defisit. Sehingga, perlu adanya diskusi mendalam terkait seberapa perlu membentuk Badan Penerimaan Negara yang sedang digodok oleh pemerintah. (Ekalavya).