RISALAH NU ONLINE, Jakarta — Duka mendalam menyelimuti keluarga besar Nahdlatul Ulama. Farida Purnomo Mawardi, Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (PP IPPNU) periode 1963–1966, wafat pada Selasa (17/6/2025) di kediamannya di Jalan Kebon Sirih Barat Nomor 7, Jakarta Pusat.
“Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Telah berpulang ke rahmatullah Ibu Farida Purnomo Mawardi binti almarhumah Nyai Hj Mahmudah Mawardi,” demikian informasi dari pihak keluarga yang disampaikan putri almarhumah, Sari, kepada NU Online, Rabu (18/6/2025).
Rencananya, jenazah almarhumah akan dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Karet Bivak, Jakarta Pusat. Keluarga memohon doa dari seluruh pihak agar almarhumah mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT.
Menyikapi wafatnya salah satu tokoh pelopor IPPNU, Ketua Umum PP IPPNU periode 2022–2025, Whasfi Velasufah menyampaikan rasa kehilangan yang mendalam. Menurutnya, Farida adalah sosok peletak dasar penting dalam arah gerak organisasi pelajar putri NU.
“Beliau adalah gerbang utama meluasnya IPPNU. Banyak langkah besar yang dimulai pada masa kepemimpinan beliau, termasuk ekspansi cabang ke luar Jawa dan penataan sekretariat pusat. Itu bukan hal sepele, tapi keputusan strategis,” ujar Vela, sapaan akrabnya.
Farida terpilih sebagai Ketua Umum PP IPPNU pada Kongres IV tahun 1963 di Purwokerto, Jawa Tengah—kongres pertama yang mempertemukan IPNU dan IPPNU dalam satu waktu dan tempat. Di bawah kepemimpinannya, sekretariat organisasi dipindah dari Surakarta ke Yogyakarta dan perluasan organisasi dilakukan ke berbagai daerah seperti Jambi dan Lampung.
Vela menilai, warisan perjuangan Farida menjadi titik tumbuh bagi generasi IPPNU saat ini dalam memperkuat peran pelajar putri dalam organisasi dan masyarakat. Ia mengajak seluruh kader untuk tidak hanya mengenang, tetapi juga melanjutkan cita-cita perjuangan almarhumah.
“Beliau bukan hanya tokoh organisasi, tapi juga ibu yang sukses membesarkan anak-anaknya. Dalam sejarah IPPNU, beliau adalah simbol dedikasi, keikhlasan, dan keteguhan perempuan Nahdliyin,” ujarnya.
Farida dikenal tidak hanya aktif di IPPNU dan Muslimat NU, tapi juga berkiprah di berbagai organisasi perempuan seperti KOWANI (Kongres Wanita Indonesia) dan MKGR (Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong). Ia juga merupakan dosen di Universitas Negeri Jakarta yang tetap mengutamakan pendidikan anak-anaknya di tengah padatnya aktivitas.
Sari, putri almarhumah, menyampaikan bahwa ibunya kerap menyusun pidato-pidato untuk tokoh-tokoh perempuan nasional, termasuk Ketua KOWANI kala itu, Ibu Sulasikin Murpratomo. Tema yang diangkat selalu berkaitan dengan perjuangan perempuan Indonesia dalam dunia pendidikan, sosial, dan kebangsaan.
“Setiap malam selepas Maghrib, beliau duduk bersama kami, membantu PR dan mengevaluasi pembelajaran. Di tengah aktivitas padatnya, ibu tetap total untuk keluarga,” ungkap Sari.
Vela menegaskan, semangat seperti itulah yang ingin ditanamkan IPPNU kepada kader hari ini. “Kita belajar dari almarhumah, bagaimana menjadi perempuan yang mengabdi tanpa kehilangan peran sebagai pendidik dalam keluarga. Ini pelajaran yang sangat relevan hingga hari ini.”
Ia juga mengajak segenap kader IPPNU dan pelajar putri NU di seluruh daerah untuk meneladani semangat pengabdian Farida dan menjadikan nilai-nilainya sebagai pijakan dalam mengembangkan organisasi.
“Kita kehilangan tokoh penting, tapi kita juga diwarisi semangat besar. Maka, tugas kita adalah menjaga api perjuangan itu tetap menyala,” pungkas Vela.