Merawat Pusaka Muasis dan Songsong Harlah 1 Abad Media NU
“Ketika kita mulai bergerak untuk tujuan meraih masa depan, karena masa depan tidak boleh terlepas dari asal mulanya, ke manapun kita menuju untuk masa depan NU, tidak seorang pun boleh lupa bahwa di tempat inilah mulainya,”
Tutur Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) saat mengunjungi kantor Hofdbestur Nahdlatoel Oelama (HBNO) atau kantor pertama PBNU, Jalan Bubutan VI/2 Surabaya, Jawa Timur, Kamis 7 Februari 2022, tahun lalu.
“Merawat Pusaka Memperkuat Media NU”, demikian kira-kira tagline yang cocok untuk menyambut Seabad Media NU yang lahir Muharram 1346, atau Juni 1927. Sudah maklum kalau NU berdiri pada 1926 dan pada tahun berikutnya, yakni 1927, NU menerbitkan majalah perdana pada bulan Muharram 1347 bertepatan antara Juni 1927 bernama Swara Nahdlatoel Oelama (Suara Nahdlatul Ulama).
Dalam rangka napak tilas media NU usia 1 abad dan sekaligus merayakan harlah 1 abad NU di Delta Sidoarjo, Jawa Timur. Pada 4 Februari 2023 seluruh crew Majalah Risalah NU berangkat menuju Sidoarjo. Awak Majalah Risalah NU sebanyak 15 orang dipimpin langsung oleh Pimpinan Redaksi Majalah Risalah NU, KH Musthafa Helmy, Redaktur Pelaksana Huda Sabily, Direktur Pemasaran Mahmud dan Sabban Sirait.
Perjalanan di awali dari Jakarta bersama-sama dengan menaiki Kererta Api menuju Stasiun Pasar Turi, Surabaya. Rombongan yang memakai seragam jaket hijau Risalah NU dan Satu Abad NU itu langsung menuju PWNU Surabaya. Minibus Toyota HiAce membawa rombongan hingga menuju Jombang ke makam Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari dan KHA Wahab Hasbullah.
Satu Abad Media NU
Acara pertama, rombongan Majalah Risalah NU melakukan silaturrahmi ke tokoh jurnalis NU Jawa Timur diantaranya, Drs. KH. Choirul Anam (Cak Anam) dan mengunjungi museum NU yang berada di jalan Astranawa, Jawa Timur.
Pertemuan berlangsung sekitar satu jam, Cak Anam bercerita panjang mulai dari media-media NU. Pertemuan penuh keakraban dan diakhiri dengan saling tukar majalah, koran dan foto bersama untuk mendokumentasikan jalinan silaturrahmi antar media NU.
Pemimpin Redaksi Majalah Risalah NU, H Musthafa Helmy (Cak Mus) menyampaikan gagasan ‘Harlah Satu Abad Media NU’. Menurutnya, harlah media NU penting diperingati, karena selain mengenang sejarah dan melestarikan peninggalan para muasis NU, tentu kerja keras PBNU dalam menghadapi setiap masalah, harus tersosialisasi dan terdokumentasi dengan baik melalui media.
“Edisi perdana Swara Nahdlatoel Oelama (Suara Nahdlatul Ulama) itu tahun 1927, setahun setelah kelahiran NU. Jadi, tahun depan Harlah 1 Abad Media NU,” ujar Cak Mus di kantor redaksi duta.co, Jl Gayungsari Timur 35 Surabaya, Senin 6 Februari 2023. “Organisasi tanpa media tak akan memiliki sejarah,” katanya.
Menurut Cak Mus, Media NU harus kuat, jurnalis Nahdliyin harus berperan aktrif, terutama dalam mengimbangi gerak cepat PBNU memasuki abad kedua ini. Apalagi NU sudah bergerak ke kancah Internasional. NU sudah menawarkan ‘solusi’ untuk membumikan perdamaian dunia, atasi krisis ekonomi melalui pendekatan forum R20 atau Religion Twenty yang digelar di Bali akhir tahun lalu.
Gagasan ini diapresiasi Cak Anam yang merupakan Pemimpin Umum Harian Umum Duta Masyarat. Dalam pandangan Cak Anam, NU harus mendapat ‘kawalan’ insan media agar bergerak lebih cepat dan terarah. “Itu pula yang dilakukan para ulama NU terdahulu. Tidak lama setelah NU berdiri, lahirlah media sebagai alat sosialisasi sekaligus kontrol kebijakan,” tegas Cak Anam.
Di usia media NU tak muda lagi, Cak Anam berpesan agar media dan para jurnalis NU untuk selalu mengingat akan jasa besar para muasis NU, sepertihalnya Mbah Wahab ketika mengawali pendirian Nahdlatul Wathan bahwa yang diusung adalah politik kebangsaan murni. Artinya kalau bicara masalah Indonesia ini, jangan sampai menghilangkan keyakinan dan keimanan, bukan yang bayar. “Makanya media-media NU harus menjadi garda terdepan, harus berani tegas meluruskan sejarah yang memang sengaja di belokkan,” ujarnya penulis buku ‘Babon NU’ tersebut.
Nah, lanjutnya, untuk memperingati Satu Abad Media NU tentu harus menata niatan untuk melestarikan peninggalan para pendiri NU dengan melibatkan para jurnalis yang aktif di struktur kepengurusan NU, tanpa pamrih. “Kalau kita yang ngomong belum apa-apa sudah dianggap macam-macam. Mohon maaf, saya mendirikan museum NU itu sama sekali tidak mengharapkan apapun dari NU. Kalau orang ziarah silahkan. Pesen Gus Dur dulu, museum NU ini memang jangan ditautkan PBNU, karena nggak jadi, hehe,” canda Cak Anam yang juga kurator utama Museum NU Surabaya itu.
Cak Anam pun menawarkan semua gedung di Astranawa bisa digunakan untuk memperingati Satu Abad Media NU itu. “Satu Abad Media NU harus diselenggarakan untuk membangkitkan semangat dalam mengawal organisasi NU,” harap pemilik Koran Duta Masyarakat itu.
Ia pun berpesan agar media-media NU berusaha untuk mandiri dan tidak tergantung pada orang lain. Karena menurutnya, kalau media sudah tergantung pada donatur, maka akan numani (kebiasaan) dan bahaya tidak bisa independen. “Kalau mau bebas dan independen, surat kabar itu harus mandiri,” pesan Cak Anam
Meski demikian Cak Anam menyadari beratnya media cetak, lantaran mahalnya kertas dan zamannya online. Akan tetapi jangan sampai isi dan konten medianya bisa dipengaruhi oleh kalangan terntentu. “Saya yakin Majalah Risalah NU itu bisa besar, caranya bagaimana, cari pembaca dan pelanggan dari orang-orang NU tulen, maka akan hidup,” ungkap mantan Ketua GP Ansor Jatim itu.
Usai mendengarkan cerita panjang Cak Anam dan berpose bersama, kemudian rombongan Majalah Risalah NU ditemani Pimpinan Redaksi Koran HU Duta Masyarakat M Kaiyis yang merupakan adik kandung Cak Anam melihat dan napak tilas peninggalan media-media NU serta melihat petilasan sejarah-sejarah NU yang berada di Museum NU yang berlantai Tiga. Di lantai dasar museum NU terpampang foto-foto para pendiri NU, tokoh NU dan surat kabar NU dari awal hingga saaat ini.
Kemudian di lantai dua terdapat barang-barang peninggalan para tokoh-tokoh NU, seperti tongkat Mbah Wahab, Baju kebesaran Mbah Wahab, sampai baju Banser (Riyanto) korban bom malam Natal di Mojokerto. Kemudian di lantai 3 museum NU menjadi ruang taman bacaan atau perpustakaan dari ribuan koleksi buku dan kitab NU.
Bareng Majalah AULA
Usai kunjungan ke Museum NU dan silaturrahmi dengan jurnalis senior, rombongan Majalah Risalah langsung tancap gas menuju gedung PWNU Jawa Timur lantaran sudah dinanti oleh crew majalah Aula di ruangan redaksi Aula Media Group (AMG).
Keakraban dan kehangatan mengawali pertemuan rombongan Majalah Risalah yang disambut resmi oleh Pemimpin Perusahaan AMG, H Moch. Djamil Masduki dan Redaktur Pelaksana AMG M Nasir. Diskusi bareng soal media pun terlontar dari keduabelah pihak. Dengan serius kedua pihak membicarakan masalah-masalah yang anyar terjadi di media NU, dari masalah manajemen operasional, marketing sampai pendirian PT untuk media.
Mengawali pembicaraannya, Pemimpin Perusahaan AMG, H Moch. Djamil Masduki menceritakan perihal sejarah Aula yang sampai sekarang menjadi media terbesar di Jawa Timur. Oplag mencapai ribuan ekslempar dan istiqomah terbit tepat waktu. Menurutnya, semua itu terjadi berkat kerjasama tim dan kompak dalam membesarkan Aula. Terlebih Aula sudah berbadan hukum sendiri. “Alhamdulillah semenjak Aula menjadi PT, kemandirian dan perkembangan Aula terus meningkat,” ujar pria berkacamata itu.
Menanggapi hal itu, Pemimpin Redaksi Majalah Risalah NU H Musthafa Helmy mengaku optimis dan semangat untuk mengembangkan media di lingkungan NU. “Kita bisa saling membagi pasar dari kalangan NU yang luas,” kata mantan wartawan Tempo ini.
Talkshow di TV 9
Rombongan Majalah Risalah NU akhirnya melanjutkan napak tilasnya ke Media TV 9 yang berada di jalan Raya Darmo 96, Kota Surabaya, Jawa Timur.
Sedianya pada hari ketiga 6 Februari agendanya yaitu melakukan silaturrahmi ke eks kantor suara NU dan rumah yang disewa kiai Mahfudz Siddiq (Pemimpin redaksi Berita NU dan ketua PBNU keempat) di Ampel. Kemudian ke kantor NU lama yang berada di Bubutan. Namun karena beberapa hal terkait kepadatan kota Surabaya, akhirnya diputuskan langsung ke Studio TV 9.
Tiba di studio TV 9 tepat pukul 15.00 sore, disambut langsung para pimpinan TV 9 seperti Direktur Utama TV 9 Hakim Zaily, Pimpinan program TV9 Ahmad Sururi dan puluhan awak media TV 9. Rombongan diajak keliling studio TV9 untuk melihat berbagai poster dan dapur produksi TV 9 dan berakhir di meja rileks dengan suguhan gorengan, kacang dan kopi serta nasi bebek ala Suroboyo.
Selang beberap menit ngobrol ngalor ngidul soal media NU, Pimred Majalah Risalah Cak Mus langsung disodori program talkshow dengan bahasan soal media NU dan kedaulatan informasi Jam’iyah di era baru bersama Riadi Ngasiran dari Media Center Aswaja Jawa Timur.
Direktur Utama TV 9 Hakim Zaily mengapresiasi dan berterimakasih atas kunjungan rombongan Majalah Risalah NU sebagai upaya mempererat hubungan antar media NU. Apresiasi yang sama pun dilontarkan Cak Mus sebagai ketua rombongan atas segala jamuan dan sambutannya. Pertemuan kurang lebih dua jam itu, keduabelah pihak sepakat untuk melakukan kerjasama yang lebih luas dalam mengembangkan dan memajukan media. (Huda Sabily)